watch sexy videos at nza-vids!




03/05/24
[ 1: 1: 632 ]
Mobile wap creator

saroewan
Seroewan" Cerpen Isbedy Stiawan ZS Satu DEMI kesucian Ramadan, Pemerintah Kota menyeru warga, pengusaha makan, dan tempat-tempat hiburan, demikian: SEROEWAN Diseroekan kepada warga bahwa demi kesoetjian pada boelan Ramadhan soepaja dapat menghormati jang berpoeasa. Para pengoesaha makan dan tempat hiboeran soepaja menoetoep kegiatannja selama boelan poeasa. Barangsiapa tiada mengindahkan seroewan ini, pemerintah tak segan-segan membekoekan idjin oesahanya. -- Pemerintah Kota-- Seruan itu kemudian disebarkan ke seluruh kota pemerintahan, ditempel di sejumlah tempat dan tembok, dibacakan di radio, dan diiklankan oleh seluruh media massa. Warga pun menaati maklumat Pemerintah Kota, saling hormat-menghormati antara yang menjalani ibadah puasa dengan yang tidak. Begitu pula sepanjang siang pada bulan Ramadhan, rumah-rumah makan dan warung makan pinggir jalan tutup. Tempat-tempat hiburan pada malam hari sepi dan gelap. Karenanya kehidupan di Pemerintahan Kota menjadi tenteram dan damai. Karena saling hormat-menghormati sesama pemeluk agama berlainan itu, tak ada gesekan yang berakibat gedung-gedung terbakar dan luluh-lantak atau tewas di jalan karena chaos. Tempat-tempat hiburan pun tidak harus diserbu warga atau dirazia petugas, karena kedapatan tetap menjalani aktivitasnya. Maka warga muslim bisa khusyuk menjalani ibadah puasanya. Sementara warga yang tak berpuasa, tetap menghormati dengan tidak mengumbar nafsunya di keramaian. Lalu ke mana para perempuan penghibur, hidung belang, dan tauke tempat-tempat hiburan? Tak seorang warga pun di Pemerintah Kota ini yang mengetahui, selain punya jawaban yang sama jika ditanya seperti itu: "Istirahat! Cuma iblis yang tak pernah kenal istirahat untuk berbuat maksiat!" Bertahun-tahun, berabad-abad lamanya bahwa tersiar ketentaraman dan kedamaian di Pemerintah Kota hingga ke penjuru dunia. Bahwa Pemerintah Kota bisa hidup damai dan tak pernah terjadi gejolak antarpemeluk agamanya, membuat negara kecil di bagian Anuland itu ke sohor-bahkan negara-negara berpenduduk muslim paling banyak menjadi iri. Akhirnya Pemerintah Kota dijadikan percontohan sebagai negara yang damai, tiada gejolak-apalagi teror bom, warganya (baik muslim dan nonmuslim) hidup bersisian dalam hal-hal sosial (duniawi) dan tegas dalam urusan akidah (di sini izinkan saya meminjam pendapat muslim yang mengutif dari ayat Alquran; 109: lakum dinukum waliyadien). Sebagai percontohan negara yang damai, maka berbagai negara yang juga merindukan kedamaian dan ketenteraman berdatanganlah ke Pemerintah Kota. Negara-negara itu mengadakan studi banding (mungkin meniru para anggota Dewan yang kerap latah memanfaatkan istilah ini) ke Pemerintah Kota. Silih-berganti negara-negara dari luar itu berdatangan, yang katanya (sekali lagi!) hendak studi banding! Maka Pemerintah Kota tak henti menyambut para tamu yang terhormat itu, membuat jamuan makan di Istana Pemerintah Kota, mengajak tamu mengunjungi tempat-tempat wisata di sleuruh Pemerintah Kota. Bayangkan, dulu Pemerintah Kota amat tak peduli dengan objek-objek wisata yang sesungguhnya memang amat potensial akhirnya memperhatikannya secara serius. Pada anggaran pembangunan tahun berikutnya, dialokasikan dana untuk mempercantik objek-objek wisata. Tempat-tempat hiburan, karena saran dari beberapa negara yang nonmuslim saat studi banding, akhirnya diperbanyak lagi-terutama di sekitar kawasan pantai. Meski demikian, puji beberapa kepala negara yang telah studi banding ke Pemerintah Kota, hidup damai dan tenteram yang tercipta di negara kecil ini karena pemimpinnya yang tegas menindak segala bentuk pelanggaran-baik dilakukan oleh para pejabat maupun warga sipil! "Cuma ini saja kuncinya. Saya pikir ada kiat lain yang rumit!" kata pemimpin negara dari bagian Asia yang dikenal para pemimpinnya amat korup, saat diwawancarai pers. Namun pemimpin dari negara bagian Asia tetap pesimistis kalau kiat yang diperolehnya dari studi banding itu diterapkan di pemerintahannya. Soalnya korupsi sudah menjadi ideologi bangsanya. "Agak sulit, karena kami sudah biasa hidup korup. Anak-anak kecil pun pandai korupsi kalau disuruh ke warung oleh orang tuanya, ahli mengganti-ganti angka di rapor sekolahnya!" kata sang pemimpin negara itu tersenyum malu-malu. Pemerintah Kota selanjutnya sibuk menerima para tamu dari negara lain. Tak bisa menolak. Sebab menolak berarti menghancurkan anggapan dunia bahwa negera ini juga tersohor karena keramahan dan sopan santunnya. Para tamu luar negeri akhirnya keluar-masuk ke negara Pemerintah Kota... Dua Pada beberapa tahun terakhir ini, entah pada seratus tahun ke berapa dari seruan Pemerintah Kota yang cetak dan disebar ulang saban ingin memasuki bulan Ramadan, tidak lagi tampak ditempel di tembok dan papan pengumuman rumah ibadah dan sekolah. Hanya sekali sehari menjelang Ramadan dibacakan di radio dan dipasang di halaman iklan media cetak (untuk iklan media cetak, itu pun nyaris terimpit berita selibriti dan iklan minuman beralkohol! Pengelola media cetak memberi alasan: "Kami tak lagi punya halaman khusus untuk memuat seruan Pemerintah Kota.") Perubahan ini berpengaruh ke seluruh kehidupuan di Pemerintah Kota. Para muslim berpuasa dengan rasa khawatir, sementara yang beragama lain sudah berani terang-terangan makan di keramaian. Para pengusaha makanan, inilah yang meraka anggap sebuah demokrasi, bebas membuka usahanya pada siang hari sepanjang Ramadan. Tak perlu penutup kain sehingga yang terlihat dari luar hanya kaki-kaki para pembeli ("Masa malunya pada orang, tapi tak punya malu dengan Tuhan!" kata pengelola rumah dan warung makan itu.). Kemudian pusat-pusat hiburan tak juga mau kalah. "Kalau hanya kami saja yang dilarang, Pemerintah Kota tidak adil!" Argumentasi para pengusaha tempat hiburan itu sangat ampuh. Pemerintah Kota gamang. Inilah awal dari ketidakpercayaan warga pada Pemerintah Kota. Kehidupan beragama mulai goyah. Negara mengambil jarak-bahkan memisahkan sama sekali-antara urusan agama dengan negara. Agama hanya ritual di rumah-rumah warga dan tempat-tempat ibadah. Agama tidak berkenan mencampuri urusan negara, demikian sebalilknya (Cuma Pemerintah Kota sering mengawasi pelaku agama!). Maka warga kini sering mengawasi langsung dari seruan Pemerintah Kota yang sesungguhnnya masih berlaku itu. Sebab tangan Pemerintah Kota tak lagi sampai menjamah atau menjewer para pengelola rumah makan dan tempat hiburan. "Akhirnya kami yang menjaga seruan itu. Tangan kami yang menjewer para pengelola itu jika kedapatan melanggar. Ternyata banyak sekali pusat-pusat hiburan itu melanggar seruan Pemerintah Kota!" kata pemimpin organisasi warga, setelah mengobrak-abrik tempat hiburan pada malam ke-10 bulan Ramadan. Organisasi Warga itu juga menangkapi lebih dari 20 perempuan penghibur dan lelaki hidung belang di sejumlah penginapan dan hotel di kota Pemerintah Kota. "Artinya ini apa? Pemerintah tak lagi dihormati, seruan Pemerintah Kota tidak dihargai dan tak ditakuti lagi. Para pengusaha sekarang sudah pada berani!" Jadi Anda lebih berani dari para pejabat? "Kami hanya takut pada Allah!" jawab pemimpin Organisasi Warga. Lalu atas nama Tuhan kota-kota di Pemerintah Kota dijaga demi kesucian dari segala bentuk maksiat. Sementara kelompok lain, juga mengatasnamakan Tuhan, melawan organisasi itu yang dianggap telah berbuat makar. Padahal, kata kelompok lain ini, Islam datang sebagai rahmat bagi semesta alam. Muslim adalah ibrat lebah yang tak pernah merusak setiap hinggap, tapi baru menyengat jika terganggu. Sungguh! Analogi itu diucapkan oleh orang yang tak mengerti agama! Seru pemimpin Organisasi Warga seraya mengutip suatu ayat. Demikianlah Saudara, kota ini tak lagi tenteram dan damai. Setiap bulan Ramadan kami dicekam ketakutan, karena setiap waktu bisa jadi korban karena pertikaian antara penjaga kesucian Ramadan dan pembela hak-hak mencari nafkah warga. Tiga Nah, Saudara, kalau suatu ketika kau datang ke kota di Pemerintah Kota ini, kau akan diajak guide dari Dinas Pariwisata ke suatu tempat. Itulah objek wisata terbaru yang dibangun oleh Pemerintah Kota. Daerah itu khusus kawasan hiburan. Dekat pantai, tak jauh dari pelabuhan laut internasional. Tetapi, aku tak hendak menceritakan bagaimana kawasan hiburan itu tetap beroperasi sepanjang Ramadan. Meski aku tahu kalau pengelolanya membayar keamanan kepada pejabat di Pemerintah Kota, dan beberapa pejabat juga kerap ke sana. Aku hanya ingin memberi tahu bahwa kalau suatu waktu Anda berkunjung ke sana dan melihat sebuah bangunan yang sengaja dibiarkan tinggal tiang tembok dan warna hitam: itulah rumahku. Tentu kau akan heran, bangunan tak beratap dan berdinding itu bagaimana bisa jadi tempat tinggalku. Apakah aku bisa bebas dari hujan, matahari, dan angin? Hahaha (maaf saya boleh tertawa?). Baiklah. Lalu perempuan guid itu berceeritalah padaku. Seratus tahun yang lalu, sejak seruan Pemerintah Kota tak lagi punya kekuatan hukum di mata warga, tersebutlah kawasan ini menjadi salah satu pusat hiburan terbesar di dunia (ternyata tidak saja memiliki salah satu keajaiban di dunia) yang tak hanya dikunjungi warga asli namun juga datang dari berbagai mancanegara. Pada suatu malam di bulan Ramadan, sekelompok orang yang menamakan diri Antimaksiat mendatangi kawasan hiburan itu. Dengan personel yang banyak dan amat kuat, kelompok itu menutup paksa tempat-tempat hiburan di sana. Entah bagaimana, Putri Khayali (nama seorang perempuan penghibur di sana) terjebak dan tak mampu menghindar dari amukan massa itu. Entah siapa pula, apakah benar anggota dari kelompok yang mendatangi kawasan hiburan itu atau orang-orang yang sengaja menyelundup ke dalam kelompok Antimaksiat itu, sejumlah lelaki bermata merah dengan beringas dan bengis memerkosa Putri Khayali di tempat itu juga. Setelah itu tubuhnya disiram minyak lalu dilempar percikan korek api. Putri Khayali sekejap saja hangus terbakar. Gosong. Arang. Putri Khayali tidak sendiri. Ada 10 perempuan lain yang senasib dengan Putri Khayali. Dan lebih dari 50 lainnya kini hidupnya syok: traumatik dan ada pula yang sinting selama hidupnya. Para perempuan yang traumatik itu selalu berteriak dan menjerit ketakutan begitu melihat lelaki bermata merah, berwajah beringas dan bengis. Bangunan itu-sesungguhnya bekas tempat hiburan-sengaja dibiarkan oleh pengelola kawasan hiburan seperti apa adanya. Sementara tempat-tempat hiburan lain yang rusak ataupun hangus terbakar kembali direnovasi. Para pengelola menganggap gedung itu sebagai kenangan dan tak boleh terulang. Selain itu, bangunan itu kini dianggap tempat tinggal Putri Khayali dan teman-teman senasibnya. Pernah bangunan itu hendak direnovasi, tetapi baru didatangkan para buruh ke sana tiba-tiba beberapa di antara mereka kesurupan: kemasukan makhluk halus. Suaranya mirip Putri Khayali, Ica Sonabari, Leni Anica, dan lain-lain. Mereka mengusir para pekerja. Meminta agar bangunan itu jangan direnovasi. Biarkan seperti pascakebakaran. "Kami juga ingin bangunan ini sebagai tempat hiburan kami," kata Putri Khayali yang meminjam mulut salah seorang buruh, setelah itu tertawa. Terkekeh. Maka itu bangunan kosong-melompong itu kini bernama "Putri Khayali Discotique" apabila kausinggah ke kawasan hiburan di Pemerintah Kota. Dan oleh Pemerintah Kota, bangunan itu masuk dalam daftar objek-objek wisata. Bangunan itu (kau pernah tahu dengan Taman Sukadasa Ujung --tempat peristirahatan keluarga raja di Karangasem, di kawasan timur Bali? Seperti itu pula bangunan bekas tempat hiburan itu) kini menjadi objek wisata yang juga banyak dan sering didatangi wisatawan. Setiap warga di Pemerintah Kota ini pasti tahu di mana letaknya bangunan yang telah menjadi sejarah dan wisata itu, termasuk nama jalan dan nomor, serta berapa luas area bangunan "Putri Khayali Discotique" itu. Terutama setiap malam-malam tertentu di bulan Ramadan, tempat itu banyak dikunjungi orang. Para peziarah itu, begitu mereka selalu beri alasan, datang untuk mengenang dengan caranya yakni bersenang-senang: kadang hingga mabuk. Saat-saat seperti itu, konon Putri Khayali dan teman-temannya yang mati di sana, juga ikut berpesta. Aku sendiri tak pernah ke sana saat anak-anak muda itu berpesta. Jadi, kebenaran cerita ini tak satu pun warga yang berani menjamin. Orang akan selalu menjawab "Dari dia" dan seterusnya, jika ada yang bertanya "Dari mana kamu tahu?" Empat KALAU kini kau berkunjung ke Pemerintah Kota maka tak akan kaudapati "Seroewan" yang disebarkan setiap bulan Ramadhan. Pemerintah Kota meski tanpa susulan "Seroewan" baru, dengan sendirinya telah mencabut seruan yang dibuat beratus tahun lampau. Lalu bagaimana tempat-tempat hiburan pada bulan Ramdhan, apakah tetap buka? Sebagaimana usia maksiat yang sudah amat amat menua, sebagaimana iblis yang dikutuk Sang Pencipta dengan tidak mengalami kematian bahkan ia terus lahir dan lahir selama dunia berputar, demikianlah tempat-tempat hiburan itu akan tetap dikunjungi. Dengan main kucing-kucingan dengan aparat keamanan, para pengelola amat mudah membuka dan menutup usahanya. Soalnya, mereka juga membayar oknum aparat keamanan untuk sekadar membocorkan kapan ada razia dan kapan sengaja dibiarkan. Maka sekelompok orang, wajahnya tradisional, lokal. Menggunakan peci. Sarung panjang dari kain batik *), dan ada yang pakai sorban--berjanggut. Malam hari. Hibuk musik. Asap pekat dan lekat. Turun dari mobil. Berdiri di ambang. Saling tarik. Lalu, lalu, gemuruh dari benda-benda yang beterbangan. Menghantam apa saja. Entah siapa yang mulai, entah dari kelompok mana. Kaca-kaca pecah. Terdengar teriakan-teriakan: "Hancurkan!" "Ganyang!" "Bakar! Ayo, bakar!" "Bunuh!" Entah siapa yang bergerak. Entah siapa yang mengumbar amarah. Malam hari. Beberapa hari lagi masuki Syawal: Idul Fitri. Seperti tahun-tahun yang lalu, tahun-tahun yang lalu lagi. Api dan kepulan asap berlangsung di sana. Suasana panik, amat amok. Lampung, 20-25 Oktober 2004 *) baris puisi "Halaman Api" Afrizal Malna dari Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing (halaman 47)

HOME | BACK
Tampilan terbaik pada HP dengan resolusi layar 240x320 & menggunakan opera mini v4.2 , dan di malam hari.
online counter
TOP-RATINGMobPartner Counter
Best Wap Sites

PluzTopwapinfoBestTraffic.mobiBestTop.MobiTOP RANK*tswaplogsTraffic Boost Enginexox
Created by: Safik™
banjarmasin © juli 2010