misteri hantu hijau
ALFRED HITCHCOCK
TRIO DETEKTIF
MISTERI HANTU
HIJAU
teks oleh
Robert Arthur
Penerbit PT Gramedia Pustaka Gtama
Jakarta, 1991
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
"THE MYSTERI OF THE GREEN GHOST'
Text by Robert Arthur
Copyright © 1965 by Random House, Inc,
This translation published by arrangement with Random House, Inc.
All rights reserved
"MISTERI HANTU HIJAU"
Alihbahasa: Agus Setiadi
GM 82.003
Hak cipta terjemahan Indonesia
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Disain sampul oleh Sofnir Ali
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1982
Anggota IKAPI
Cetakan pertama: Mei 1982
Cetakan kedua: Oktober 1982
Cetakan ketiga: September 1983
Cetakan keempat Oktober 1991
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia Jakarta
Isi diluar tanggung jawab Percetakan
mjbookmaker by:
http://jowo.jw.lt
Saya bukan hendak menakut-nakuti. Tapi saya
merasa berkewajiban memberi tahu, dalam buku
ini nanti ada hantu.
Hantu Hijau sesuai dengan judul buku ini.
Kecuali itu akan ada pula seuntai kalung mutiara
aneh. Begitu pula seekor anjing. Anjing itu sama
sekali tak ada peranannya dalam kisah ini, karena
ia tidak berbuat apa-apa. Atau, mungkin ada juga
peranannya? Soalnya, tidak berbuat apa-apa bisa
saja sama penting artinya dengan berbuat sesuatu.
Ini ada gunanya untuk dipikirkan!
Sebetulnya di sini saya bisa saja menuturkan
segala kejadian aneh, petualangan dan situasi
tegang yang ada dalam buku ini. Tapi tentunya
kalian ingin membacanya sendiri! Karena itu
cukuplah apabila saya hanya memperkenalkan
para pelaku utama kisah ini. Mereka dikenal
sebagai Trio Detektif.
Mereka masing-masing Jupiter Jones, Bob
Andrews dan Pete Crenshaw. Ketiga remaja itu
mendirikan biro penyelidik yang di beri nama Trio
Detektif. Kerja mereka menyelidiki kejadiankejadian
misterius, yang dilakukan pada saat-saat
Pendahuluan Sekaligus
Peringatan!
senggang. Mereka tinggal di Rocky Beach, sebuah
kota kecil di tepi Samudra Pasifik. Letaknya
beberapa mil dari Hollywood, kota perfilman yang
tersohor di California, Amerika Serikat. Bob dan
Pete hidup dengan orang tua masing-masing.
Sedang Jupiter tinggal bersama pamannya, Titus
Jones, serta bibinya, Mathilda Jones. Kedua suami
istri itu memiliki perusahaan barang-barang bekas,
yang diberi nama "Jones Salvage Yard". Di
Indonesia mereka dikenal dengan julukan tukang
loak. Tapi tukang loak besar-besaran. Boleh
dibilang apa saja bisa ditemukan di tempat
mereka.
Di antaranya ada sebuah home trailer atau
caravan, yang panjangnya sekitar sepuluh meter.
Trailer itu sudah rusak karena tubrukan. Titus
Jones tidak berhasil menjualnya, karena tidak ada
yang kepingin membeli trailer rusak. Karena itu ia
mengijinkan Jupiter dan kedua temannya memakai
rumah di atas roda itu sebagai tempat
bermain-main.
Trio Detektif memugarnya. Dijadikan markas
besar modern, yang sesuai dengan biro penyelidik
yang mereka kelola. Di situ ada laboratorium
kecil-kecilan, kamar gelap untuk mencuci film,
serta kantor yang lengkap dengan meja tulis,
mesin ketik, telepon, tape recorder dan sejumlah
buku ilmu pengetahuan. Tentunya pengetahuan
yang ada hubungannya dengan kegiatan mereka.,
Peralatan yang ada di situ dibuat sendiri oleh
mereka, dengan memanfaatkan barang bekas.
4
Paman Titus mempunyai dua orang pembantu.
Nama mereka masing-masing Hans dan
Konrad. Kedua pemuda itu bersaudara. Mereka
berasal dari Jerman Selatan. Keduanya berambut
pirang dan bertubuh kekar. Jupiter minta tolong
pada mereka agar menumpukkan barang bekas di
sekeliling trailer, sehingga tidak bisa dilihat dari
luar. Dan setelah beberapa waktu, trailer itu sudah
dilupakan orang. Yang tahu bahwa rumah di atas
roda itu masih ada tinggal Trio Detektif saja. Dan
mereka merahasiakannya. Kalau mau masuk ke
situ, mereka melewai jalan rahasia.
Mereka paling sering memakai jalan yang diberi
nama Terowongan Dua. Ini merupakan pipa seng
panjang yang menghubungkan bengkel mereka
yang ada di luar dengan Markas Besar. Sebagian
dari pipa itu letaknya di bawah tanah. Di samping
itu masih ada pula jalan masuk lain-lainnya, tapi
nanti kalian akan mengetahuinya juga sendiri.
Trio Detektif kadang-kadang harus mengadakan
perjalanan yang agak jauh. Untuk itu tersedia
kendaraan bermotor. Bukan sembarang mobil
saja, tapi sebuah Rolls Royce bersepuh emas,
lengkap dengan supir. Tentu saja mobil mewah itu
bukan milik mereka. Jupiter pernah memenangkan
suatu sayembara. Sebagai hadiah, ia boleh
memakai mobil itu selama tiga puluh hari.
Tapi kalau jarak yang harus ditempuh tidak
begitu jauh, ketiga remaja itu memakai sepeda.
Sekali-sekali mereka diantar oleh Hans atau
Konrad, naik truk perusahaan Paman Titus.
5
Jupiter Jones potongannya gempal. Ada juga
yang jail, mengatakan dia gendut. Mukanya
memang bulat seperti bulan purnama. Air
mukanya bisa kelihatan tolol. Tapi itu memang
disengaja olehnya, karena sebenarnya Jupiter
sangat cerdas dan berotak encer. Dan ia senang
sekali menonjolkan hal itu. Jupiter banyak sekali
segi baiknya. Tapi rendah hati tidak termasuk di
dalamnya!
Peter Crenshaw bertubuh jangkung dan kekar.
Kemampuan jasmaninya mengagumkan. Ia
tangan kanan Jupiter yang sering melacak jejak
orang-orang yang dicurigai, dan melakukan
berbagai urusan yang berbahaya.
Kalau Bob Andrews, anaknya langsing. Ia lebih
cocok melakukan tugas riset dan mencatat. Di luar
kesibukan bersekolah, ia juga bekerja di perpustakaan.
Ini memungkinkannya mencari informasi
yang diperlukan Trio Detektif dalam kegiatan
mereka.
Semuanya ini saya ceritakan di sini, supaya
cerita selanjutnya tidak hanya banyak diganggu
pengulangan keterangan yang sudah pernah
dibicarakan dalam kasus-kasus sebelum ini.
Dan sekarang tabahkan hati, karena HANTU
HIJAU AKAN MENJERIT
Alfred Hitchcock
6
Bab 1
JERITAN HANTU HIJAU
Jeritan itu menyebabkan Bob Andres dan Pete
Crenshaw kaget setengah mati.
Kedua remaja itu sedang berdiri di suatu jalan
masuk yang tidak terawat. Di mana-mana tumbuh
rumput liar. Di depan mereka nampak sebuah
rumah tua yang tidak didiami lagi. Rumah itu besar
sekali sebesar hotel. Satu sisinya sudah runtuh,
diambrukkan para pekerja. Cahaya bulan yang
remang-remang, membuat pemandangan saat itu
seperti diselubungi kabut. Seperti dalam mimpi.
Bob sedang berbicara, melukiskan pemandangan
yang nampak. Suaranya direkam dengan tape
recorder kecil yang tergantung di lehernya. la
berhenti sebentar. Sambil menoleh pada Pete, ia
berkata.
"Banyak orang beranggapan bahwa rumah ini
berhantu, Pete. Sayang tidak teringat oleh kita,
ketika Alfred Hitchcock waktu itu mencari-cari
rumah hantu untuk filmnya "
"Ya, kurasa Mr. Hitchcock senang dengan
rumah ini," kata Pete menyetujui. "Tapi aku tidak.
7
Terus terang saja, makin lama aku berdiri di sini,
semakin gelisah saja perasaanku. Bagaimana jika
kita pergi saja sekarang?"
Tepat saat itulah terdengar bunyi jeritan yang
melengking tinggi. Datangnya dari rumah kosong
itu. Bulu roma Bob dan Pete berdiri mendengar
jeritan yang lebih mirip suara binatang dari pada
manusia itu.
"Kaudengar suara itu?" kata Pete dengan suara
seperti tercekik. "Tunggu apa lagi kita di sini? Ayo
cepat lari!"
"Tunggu!" kata Bob. la tetap berada di
tempatnya, walau kakinya sudah kepingin lari saja.
Melihat Pete ragu-ragu, ia menambahkan, "Akan
kusetel tape recorder ini lebih keras lagi, karena
siapa tahu nanti ada bunyi lain. Jupiter pasti akan
berbuat begitu."
"Yah " kata Pete, la masih ragu. Tapi Bob
sudah memutar tombol rekaman bunyi serta
mengarahkan mikrofonnya ke rumah kosong yang
nampak di antara pepohonan di depan mereka.
"Aaaaaaaiiiiiii!"
Terdengar lagi jeritan seperti yang tadi. Melengking
panjang dan tinggi, lalu menurun dan lenyap
lagi dengan pelan.
"Yuk, kita pergi!" kata Pete mendesak. "Sudah
cukup banyak yang kita dengar."
Kali ini Bob sependapat. Dengan cepat
keduanya berpaling. Maksudnya hendak lari ke
tempat sepeda mereka ditaruh tadi.
8
Pete gesit seperi kijang. Sedang Bob kini bisa lari
lebih cepat dari sebelumnya. Beberapa tahun yang
lalu kakinya pernah patah, karena jatuh di suatu
lereng berbatu. Karena itu kemudian terpaksa
memakai penopang. Untung saja proses penyembuhan
cederanya berjalan baik. Setelah cukup
lama melatih kekuatan kaki, akhirnya minggu yang
baru lalu Bob diberi tahu bahwa kakinya tidak
memerlukan penopang lagi. Dan kini gerakannya
terasa begitu enteng. la merasa seakan-akan
bisa terbang.
Walau begitu, keduanya tidak bisa lari jauh-jauh,
karena tahu-tahu ada beberapa lengan kekar yang
menahan. Pete mendengus kaget. la menubruk
seseorang yang berada di belakangnya. Bob juga
terhenti larinya, karena membentur seorang
laki-laki yang langsung memegangnya. Ternyata
tanpa mereka ketahui, ada segerombolan laki-laki
datang di belakang mereka, ketika keduanya
sedang terpaku mendengar suara jeritan seram
tadi.
"Pelan, Nak!" seru laki-laki yang memegang
Pete. "Nyaris saja aku jatuh kautubruk!"
"Suara apa itu tadi?" tanya orang yang menahan
Bob, supaya jangan jatuh. "Kami melihat kalian
berdiri sambil mendengarkan!"
"Kami tidak tahu, tapi kedengarannya kayak
suara hantu!" kata Pete.
"Hantu? Omong kosong!.... Mungkin seseorang
yang sedang mengalami kesulitan! Mungkin
gelandangan "
9
Kelima atau enam orang yang baru datang itu
berbicara campur aduk. Pete dan Bob sudah tidak
diacuhkan lagi. Kedua remaja itu tidak bisa melihat
muka orang-orang itu dengan jelas. Tapi semuanya
berpakaian rapi. Dari gaya bicara mereka,
diperoleh kesan bahwa orang-orang itu penghuni
rumah-rumah di daerah pemukiman yang nyaman
di sekeliling rumah kosong yang kebunnya tak
terawat itu. Daerah itu dikenal dengan nama Green
Estate.
"Kita masuk saja ke dalam!" kata seorang dari
mereka dengan lantang. Suaranya bernada berat.
Bob tidak bisa mengenali raut mukanya dengan
jelas. Yang nampak hanyalah bahwa ia berkumis
tebal. Orang itu menyambung kalimatnya, "Kita ke
sini untuk melihat bangunan tua ini, sebelum
diambrukkan. Mungkin jeritan itu berasal dari
seseorang yang menderita cedera di dalam
fumah."
"Saya rasa lebih baikjika kita memanggil polisi,"
kata seorang laki-laki memakai jas potongan sport
yang kainnya berkotak-kotak. Ia agak gugup.
"Menyelidiki hal-hal begini kan tugas mereka!"
"Tapi mungkin ada orang cedera di sana," kata
orang yang bersuara berat. "Mungkin kita bisa
menolong. Jika menunggu dulu sampai polisi
datang siapa tahu, jangan-jangan nanti ia sudah
mati!"
"Anda saja yang masuk, saya akan memanggil
polisi," kata laki-laki yang berjas kotak-kotak. la
langsung berpaling, hendak pergi. Saat itu seorang
10
lainnya lagi berbicara. la menuntun seekor anjing
kecil.
"Ah, mungkin itu burung hantu atau kucing yang
tersesat di dalam," katanya. "Kalau Anda memanggil
polisi cuma untuk itu saja bisa malu Anda
nanti!"
Laki-laki berjas kotak-kotak nampak agak
bingung.
"Yah " katanya. Saat itu laki-laki yang paling
besar tubuhnya dalam kelompok itu mengambil
pimpinan.
"Ayo," ajaknya, "kita kan berenam dan beberapa
di antara kita membawa senter. Menurut pendapatku
kita periksa dulu ke dalam. Nanti kita bisa
memanggil polisi, kalau ternyata memang perlu.
Kalian berdua " kini orang itu berbicara terhadap
Bob dan Pete, "kalian pulang! Kalian tak ada
gunanya di sini."
Setelah itu ia melangkah di atas jalan beralas
batu yang menuju ke rumah kosong. Orang-orang
yang lain menyusul, setelah bimbang sesaat.
Laki-laki yang menuntun anjing kecil mengangkat
binatang itu lalu menggendongnya sambil berjalan.
Sedang laki-laki berjas kotak-kotak berjalan
paling belakang. Dari sikapnya nampak bahwa ia
masih tetap ragu.
"Yuk," kata Pete pada Bob, "kita pulang saja!
Kita tak ada gunanya di sini, seperti kata orang itu
tadi."
"Lalu kita tidak menyelidiki apa yang terdengar
menjerit itu?" bantah Bob. "Bayangkan kata
11
Jupiter nanti. Pasti kita dikecamnya habis-habisan!
Kita ini kan penyelidik. Lagi pula, kita tidak perlu
takut lagi, karena beramai-ramai di sini.
Bob bergegas menyusul kelompok yang sudah
mendahului. Pete menyusulnya. Sedang keenam
laki-laki itu sudah sampai di pintu depan yang
besar. Mereka berdiri di situ dengan sikap
bimbang. Lalu laki-laki yang bertubuh paling besar
di antara mereka menekan gagang pintu. Pintu
terbuka. Di belakangnya nampak serambi dalam
yang gelap.
"Kita nyalakan senter," katanya. "Aku ingin tahu,
bunyi apa itu tadi!"
Dengan senter menyala ia mendahului masuk.
Orang-orang yang lain berdesak-desakan menyusulnya.
Tiga senter lagi menyala, memecah
kegelapan. Sewaktu orang-orang masuk, Pete dan
Bob ikut menyelinap dengan diam-diam di
belakang mereka.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang luas.
Kelihatannya dulu merupakan tempat menerima
tamu, kalau ada pesta dan sebagainya. Senter
disorotkan ke sana-sini. Nampak dinding berlapis
kertas sutra yang sudah pudar warnanya. Kertas
dinding itu dihiasi lukisan pemandangan di Cina.
Di situ juga ada tangga yang lebar. Bentuknya
melengkung ke atas. Satu di antara orang-orang
yang masuk, menyorotkan senternya ke tangga itu.
"Di situ rupanya pak tua Mathias Green jatuh
sehingga lehernya patah lima puluh tahun yang
lalu," katanya. "Coba cium bau tempat ini. Pengap
12
sekali! Tidak mengherankan sebetulnya, kalau
diingat bahwa rumah ini sejak waktu itu tidak
pernah didiami lagi."
"Kata orang, di sini ada hantu," kata seseorang
lagi, "dan aku percaya saja. Mudah-mudahan saja
kita tidak melihat hantu itu."
"Kalau begini terus, takkan berjalan penyelidikan
kita," kata laki-laki yang bertubuh kekar. "Yuk, kita
mulai saja dengan tingkat dasar."
Sambil menggerombol terus, orang-orang itu
mulai memeriksa kamar-kamar besar yang
terletak di tingkat dasar. Dalam kamar-kamar itu
sama sekali tidak ada perabot rumah. Debu
berhamburan di mana-mana. Dinding salah satu
sayap gedung itu sudah tidak ada lagi. Para pekerja
yang bertugas mengambrukkan rumah tua itu
memulai pekerjaan mereka hari itu dengan
membongkar dinding luar itu.
Orang-orang yang masuk bersama Pete dan
Bob mencari ke mana-mana. Tapi yang mereka
temukan hanya kamar demi kamar yang kosong
dan bergema. Mereka berjalan tertegun-tegun.
Bicara pun berbisik-bisik.
Kini mereka menuju ke sayap bangunan yang
satu lagi. Akhirnya sampai di sebuah ruangan luas,
yang dulu kelihatannya kamar duduk. Pada satu
ujungnya terdapat tempat pediangan yang megah.
Di seberangnya berjajar jendela yang besar-besar.
Orang-orang yang masuk itu berdiri bergerombol
di depan tempat pediangan. Mereka berunding.
Perasaan mereka tidak enak.
13
"Percuma saja kita mencari," kata seseorang
dengan suara pelan. "Sebaiknya kita memanggil
polisi "
"Ssst!"
Semua berdiri terpaku. Orang yang berbicara
tadi langsung bungkam.
"Saya merasa seperti mendengar sesuatu," kata
orang yang mendesis tadi. la berbisik-bisik.
"Mungkin seekor binatang! Coba kita matikan
semua senter! Barangkali nanti ada yang nampak
bergerak-gerak."
Seketika itu juga senter padam semuanya.
Ruangan menjadi gelap. Hanya sinar bulan saja
yang samar-samar merembes masuk lewat kaca
jendela yang buram karena debu.
"Lihatlah!" kata seseorang dengan nada kaget.
"Itu! Di dekat pintu!"
Semua berpaling ke arah yang dimaksudkan.
Dan semua melihat apa yang dimaksudkan orang
itu.
Sesosok tubuh kehijau-hijauan nampak berdiri
dekat pintu yang mereka lewati sewaktu masuk
tadi. Tubuh itu seakan-akan memancarkan cahaya
samar, bergoyang-goyang seperti kabut. Bob
menatap pemandangan itu. Tanpa disadarinya, ia
menahan napas. Dan sosok tubuh itu makin lama
makin jelas bentuknya. Berupa seorang laki-laki,
memakai jubah hijau yang panjang berjela-jela.
"Itu hantunya!" kata seseorang dengan suara
lemas. "Hantu Pak Tua Mathias Green!"
"Hidupkan semua senter!" kata laki-laki bertu-
14
buh kekar dengan suara tegas. "Arahkan ke sana!"
Tapi sebelum senter dinyalakan, sosok tubuh
samar kehijauan itu kelihatannya seolah-olah
melayang sepanjang dinding, lalu menyelinap ke
luar lewat pintu. Tepat pada saat tiga senter
terpencar ke sana, bayangan itu lenyap.
"Coba aku ini ada di tempat lain sejak satu
jam yang lalu," bisik Pete di telinga Bob.
"Mungkin tadi itu cuma cahaya lampu mobil
yang masuk lewat jendela," kata seseorang dengan
suara tandas. "Yuk kita periksa ke serambi
dalam."
Bergedebak-gedebuk mereka pergi ke ruangan
itu, lalu menyorotkan senter ke segala arah. Tapi
tak ada yang bisa dilihat di situ. Lalu ada yang
mengusulkan, sebaiknya. senter dimatikan lagi.
Mereka lantas menunggu dalam gelap. Semua
membisu. Hanya anjing kecil yang digendong
terdengar seperti mengeluh dengan suara pelan.
Kini Pete yang paling dulu melihatnya. Yang
Iain-lain memandang ke sekitar mereka. Tapi Pete
kebetulan mendongak, memandang ke arah
tangga. Dan dilihatnya sosok tubuh hijau yang tadi,
berada di ujung bawah tangga.
"Itu dia di tangga!" seru Pete.
Semua menoleh. Dan semuanya melihat sosok
tubuh itu bergerak seakan-akan meluncur menaiki
tangga menuju tingkat atas.
"Ayo, kita kejar!" seru laki-laki bertubuh kekar.
"Pasti itu seseorang yang hendak mempermainkan
kita!"
15
la bergegas lari mendaki tangga diikuti yang
lain-lainnya. Tapi sesampai di tingkat kedua,
ternyata tidak ada orang di situ.
"Aku punya akal," kata Bob. la berpikir-pikir, apa
yang akan dikerjakan Jupiter jika pada saat itu ada
di antara mereka. Dan Bob merasa tahu tindakan
apa yang tentunya akan diambil kawannya itu. la
memicingkan mata karena silau kena sinar senter
yang diarahkan padanya.
"Jika memang benar tadi ada orang menaiki
tangga ini, maka tentunya ada bekas kaki di atas
lantai yang berdebu. Dan kita bisa mengikuti jejak
itu."
"Kata anak ini benar," kata laki-laki yang
menggendong anjing. "Kalian yang memegang
senter, arahkan cahayanya ke bagian lantai yang
belum terinjak kaki kita!"
Tiga jalur sinar menerangi lantai. Nampak debu
tebal di situ. Tapi sama sekali tidak kelihatan jejak
kaki!
"Tidak ada orang naik kemari!" kata seseorang
dengan nada bingung. "Kalau begitu apa yang
tadi kita lihat menaiki tangga ini?"
Pertanyaan itu tidak dijawab. Tapi semua tahu
apa yang sedang dipikirkan oleh masing-masing.
"Sekarang kita padamkan senter lagi untuk
melihat apakah yang tadi itu muncul kembali," kata
seseorang menyarankan.
"Lebih baik kita pergi saja dari sini," kata
seseorang yang lain. Tapi yang selebihnya setuju
dengan usul pemadaman senter. Bagaimanapun
16
mereka kan beramai-ramai di situ, dan tidak ada
yang mau mengaku bahwa ia sebenarnya ngeri.
Karenanya mereka menunggu lagi dalam gelap.
Pete dan Bob memandang ke bawah. Tiba-tiba
terdengar suara seseorang mendesis.
"Di sebelah kiri," katanya.
Orang-orang berpaling dengan cepat. Suatu
sinar samar kehijau-hijauan nampak di samping
sebuah pintu. Sinar itu makin lama makin jelas
kelihatan menjelma menjadi sesosok tubuh
manusia. Orang itu memakai jubah panjang
berjela-jela, seperti pakaian bangsawan Cina kuno.
Jubah itu berwama hijau.
"Jangan dikagetkan," kata seseorang dengan
suara pelan. "Kita perhatikan saja, apa yang akan
dilakukan olehnya!"
Semua menunggu dengan diam.
Sosok tubuh menyeramkan itu mulai bergerak.
Seakan-akan meluncur sepanjang dinding,
menuju ke ujung serambi. Sesampai di situ
kelihatannya seperti membelok ke balik sudut
ruangan, lalu lenyap.
"Kita ikuti tapi jangan ribut-ribut seperti tadi,"
gumam seseorang. "Kelihatannya dia tidak
bermaksud lari."
Bob berbicara lagi.
"Sebelum kita susul, lebih baik diperiksa dulu
apakah ada bekas kakinya di lantai," usulnya.
Saat berikutnya dua senter dinyalakan, menerangi
lantai tempat sosok tubuh tadi berada.
"Tidak ada bekas kaki di situ!" Laki-laki yang
17
bersuara berat berbicara dengan nada bingung.
"Sama sekali tidak nampak tapak kaki di atas debu.
Rupanya ia mengambang!"
"Yuk, kita terus karena sudah kepalang
tanggung," kata salah seorang dengan tegas. "Aku
paling depan!"
Ternyata yang berbicara laki-laki yang bertubuh
kekar. Dengan langkah gagah ia maju, disusul
orang-orang yang lain. Mereka sampai si ujung
serambi dalam, dan menghadap sebuah gang. Di
tempat itulah bayangan tadi hilang.
Seseorang menyorotkan senternya ke dalam
gang itu. Nampak dua pintu di situ. Kedua pintu itu
terbuka. Sedang di ujung gang hanya ada dinding.
Tidak ada jendela, tidak ada pintu di situ.
Senter dipadamkan kembali. Sesaat kemudian
sosok tubuh kehijauan tadi muncul kembali dari
salah satu pintu. Geraknya seperti bergeser
sepanjang dinding, menuju ke ujung gang yang
buntu. Sesampai di sana bayangan itu memudar
dengan pelan-pelan, dan akhirnya lenyap.
Seolah-olah meresap masuk ke dinding, kata
Bob kemudian.
Dan di lantai sama sekali tidak nampak tapak
kaki.
Chief Reynolds, kepala polisi kota kecil itu yang
tak lama kemudian datang bersama anak
buahnya, juga tidak berhasil menemukan apa-apa
18
di situ. Sama sekali tidak ada tanda bahwa ada
orang di rumah itu, selain kelompok yang masuk
bersama Pete dan Bob. Merekalah yang memanggil
polisi.
Sebagai petugas polisi, Chief Reynolds tidak bisa
percaya bahwa ada delapan saksi yang melihat
hantu, atau mendengar jeritan hantu. Tapi tidak
ada pilihan lain baginya. la harus menerima
kesaksian itu.
Soalnya, beberapa waktu kemudian pada
malam itu juga seorang tukang jaga malam
melaporkan bahwa ia melihat sesosok tubuh hijau
menyeramkan, sedang mengendap-endap dekat
pintu masuk sebelah belakang dari sebuah gudang
besar. Tapi ketika didekati, bayangan itu menghilang!
Setelah itu datang laporan lagi. Seorang wanita
yang ketakutan menelepon polisi. Katanya, ia
terbangun karena mendengar bunyi orang mengerang.
Ketika memandang ke luar, dilihatnya
sesosok tubuh yang memancarkan sinar kehijauan
berdiri di teras rumahnya. Bayangan itu menghilang,
ketika lampu luar dinyalakan. Lalu ada pula
dua pengemudi truk di sebuah restoran yang
dibuka sepanjang malam. Mereka melaporkan ada
sesosok tubuh samar berdiri di samping truk
mereka.
Laporan terakhir masuk lewat radio polisi. Dua
petugas yang sedang berpatroli dengan mobil
mengatakan bahwa mereka melihat sesosok
tubuh mencurigakan di Pemakaman Green Hills.
19
Chief Reynolds bergegas ke sana, lalu langsung
masuk lewat gerbang besi yang besar. Dan ia
terpaku di situ.
Sesosok tubuh samar kehijauan nampak
sedang berdiri bersandar pada suatu monumen
tinggi berwarna putih. Ketika Chief Reynolds
menghampirinya, bayangan itu lenyap seolaholah
masuk ke dalam tanah.
Chief Reynolds menyorotkan senternya ke
monumen putih itu. Ia menatap tugu makam
Mathias Green. Makam pak tua bernasib malang,
yang meninggal dunia lima puluh tahun yang lalu
dalam gedung kuno yang kata orang berhantu.
20
Bab 2
BOB DAN PETE DIPANGGIL
"Aaaa-aiiiii!" Jeritan seram itu terdengar lagi.
Tapi sekali ini Bob dan Pete tetap tenang. Bunyi itu
merupakan rekaman, yang datang dari tape
recorder.
Saat itu mereka sedang berkumpul di Markas
Besar. Pemimpin Trio Detektif, Jupiter Jones,
dengan penuh perhatian mendengar hasil rekaman
Bob maiam sebelumnya.
"Setelah itu tidak ada jeritan lagi, Jupe," kata
Bob. "Sisanya cuma pembicaraan saja dengan
orang-orang yang datang kemudian. Aku baru
teringat bahwa tape recorder masih jalan ketika
hendak masuk ke rumah, lalu kumatikan."
Tapi Jupiter mendengarkan semua yang ikut
direkam. Suara orang-orang yang berbicara
malam sebelumnya terdengar dengan jelas,
karena waktu itu Bob menyetel tombol rekaman
sampai habis. Setelah rekaman terputus karena
dimatikan Bob, Jupiter menghentikan pesawat itu.
la duduk termenung sambil mencubit-cubit bibir
bawahnya, tanda bahwa ia sedang memutar otak.
"Jeritan tadi kedengarannya suara manusia,"
katanya. "Bunyinya seperti jeritan seseorang yang
21
jatuh di tangga, dan akhirnya lenyap karena ia tidak
mampu berteriak iagi."
"Ya persis begitulah kedengarannya," seru
Bob. "Dan itulah yang terjadi dalam rumah itu, lima
puluh tahun yang lalu. Mathias Green, pemiliknya,
jatuh dari tangga sehingga mati karena patah
lehernya. Mungkin ketika jatuh ia menjerit!"
"He, he tunggu dulu!" sanggah Pete. "Kenapa
kita mendengar jeritannya itu, lima puluh tahun
kemudian?"
"Mungkin jeritan itu gema yang datang dari alam
baka," kata Jupiter dengan serius.
"Hih jangan suka ngomong begitu," kata
Pete. "Seram rasanya! Tapi mana mungkin suara
jeritan lima puluh tahun yang lalu, masih terdengar
sekarang?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu," kata Jupiter.
"Bob, kau kan yang bertugas mengurus catatan
dan penyelidikan pada biro detektif kita ini. Coba
jelaskan secara terperinci kejadian itu, lalu apa
yang berhasil kauselidiki mengenai sejarah Green
Mansion."
Green Mansion itu rumah tua yang dulu tempat
tinggal Mathias Green. Artinya Wisma Green.
"Yah " kata Bob memulai penuturannya,
setelah menarik napas panjang dulu sebelumnya,
"kemarin malam aku dan Pete datang ke sana,
setelah mendengar kabar bahwa rumah itu sudah
muJai dibongkar. Aku bermaksud menulis artikel
mengenainya, dan menyiapkannya untuk dimuat
dalam terbitan pertama majalah sekolah pada
22
semester musim gugur nanti. Aku sengaja
membawa tape recorder. Aku hendak merekam
kesan-kesanku di situ, lalu kemudian baru kusalin
di atas kertas.
"Rumah itu kelihatannya menyeramkan. Kami
berdki dalam gelap. Tapi bulan kemudian muncui,
ketika kami sudah lima menit di situ. Tiba-tiba
terdengar jeritan melengking. Aku cepat-cepat
memutar tombol untuk mengeraskan suara yang
masuk. Maksudku hendak bersiap merekam kalau
jeritan itu terdengar lagi, karena aku tahu kau perlu
mendengamya."
"Bagus," kata Jupiter, "jalan pikiranmu sudah
seperti detektif yang cekatan. Aku sudah mendengar
rekaman pembicaraan orang-orang yang
datang kemudian. Jadi ianjutkan dengan kejadian
setelah kalian masuk ke rumah."
Bob meneruskan ceritanya. Diterangkannya
bagaimana mereka memeriksa seluruh rumah,
lalu melihat sosok tubuh samar kehijauan
mula-mula di tingkat bawah, kemudian naik
tangga ke tingkat atas, di mana bayangan itu
meluncur sepanjang dinding serambi atas dan
akhirnya menghilang, seperti masuk ke dalam
dinding.
"Dan sama sekali tidak ada bekas kaki," kata
Pete. "Bob teringat akan hal itu, dan ia meminta
agar orang-orang yang memegang senter memeriksa
lantai dengan seksama."
23
"Bagus," kata Jupiter memuji. "Lalu, beberapa
orang yang melihat bayangan hijau itu bersama
kalian?"
"Enam orang," kata Pete.
"Tujuh," bantah Bob.
Kedua remaja itu saling berpandangan dengan
heran.
"Enam," kata Pete paling dulu. "Aku yakin!
Laki-laki bertubuh kekar yang berjalan paling dulu,
lalu yang bersuara berat, laki-laki yang membawa
anjing kecil, laki-laki yang memakai kaca mata, lalu
dua orang lagi yang tidak begitu kuperhatikan."
"Mungkin kau benar," kata Bob, agak sangsi.
"Aku menghitung jumlah mereka ketika sedang
memeriksa di dalam rumah. Anehnya, dua kali
kuhitung jumlahnya tujuh orang, dan sekali enam."
"Kurasa itu tidak begitu penting," kata Jupiter, la
rupanya lupa pada peraturannya sendiri, yaitu
bahwa dalam menghadapi peristiwa misterius,
petunjuk yang paling sepele pun mungkin penting
sekali artinya. "Sekarang ceritakan saja sejarah
rumah tua itu."
"Kemudian kami pergi dari sana," kata Bob
melanjutkan penuturannya. "Orang-orang yang
semula bersama kami, terpecah kedalam beberapa
kelompok. Salah satu kelompok memanggil
polisi. Koran-koran pagi ini penuh dengan berita
mengenainya. Tadi sebelum kemari, aku mampir
sebentar di perpustakaan. Tapi aku tidak berhasil
menemukan informasi mengenai Green Mansion
di sana. Soalnya, rumah tua itu sudah dibangun
24
sebelum ada kota Rocky Beach jadi perpustakaan
juga belum ada.
"Tapi menurut berita koran, gedung itu
dibangun enam puluh atau tujuh puluh tahun yang
lalu, oleh Mathias Green. Semasa hidupnya ia
nakhoda kapal dagang yang berlayar ke Cina. Kata
orang, ia dulu terkenal berwatak keras. Tidak
begitu banyak yang diketahui tentang dirinya. Tapi
rupanya ketika pada suatu kali ia berlayar lagi ke
Cina, di sana ia mengalami kesulitan. Sebagai
akibatnya, ia terpaksa buru-buru lari dari sana. la
kembali ke sini membawa istri, seorang putri Cina.
"Ada kabar yang mengatakan bahwa Mathias
Green pindah dan tinggal di sini setelah bertengkar
dengan iparnya. Ipar.itu satu-satunya kerabatyang
masih ada waktu itu. Menurut kabar lain, Mathias
Green takut terhadap pembalasan dendam
sekelompok bangsawan Cina. Mungkin mereka itu
kerabat istrinya. Karena itu ia membangun rumah
di sini, untuk menyembunyikan diri. Waktu itu
daerah sini kan masih liar, belum berkembang
. seperti sekarang.
"Nah pokoknya ia kemudian hidup dengan
gaya mewah di Green Mansion, dengan sejumlah
besar pelayan orang Cina. Pak tua itu senangnya
memakai jubah hijau, menirukan gaya bangsawan
Mancu. Segala perbekalan keperluan hidup
diantarkan sekali seminggu dengan gerobak kuda
dari Los Angeles. Pada suatu hari ketika gerobak itu
datang lagi, kusirnya menemukan rumah tua itu
dalam keadaan kosong. Yang ada di situ cuma
25
Mathias Green. Tapi ia sudah mati. Mayatnya
tergeletak di kaki tangga, dengan leher patah.
"Polisi yang kemudian dipanggil menarik
kesimpulan bahwa pak tua itu meninggal karena
kecelakaan. la minum-minum lalu terjatuh sehingga
lehernya patah. Sedang para pelayan semuanya
minggat malam itu juga, karena takut dipersalahkan.
Bahkan istrinya, putri Cina itu pun tidak ada
lagi di situ.
"Polisi tidak berhasil menemukan seorang pun
yang bisa memberi keterangan. Semasa itu
kebanyakan orang Cina yang tinggal di sini segan
membuka mulut dan merasa takut menghadapi
polisi. Karena itu para pelayan ada yang pulang ke
Cina, dan selebihnya pergi ke San Francisco untuk
kemudian menghilang di kampung Cina kota itu.
"Jadi misteri kematian Mathias Green tetap tidak
berhasil diungkapkan secara tuntas. Iparnya yang
di San Francisco, seorang wanita yang hidup
menjanda mendapat warisan seluruh hartanya.
Dari uang yang ditinggalkan, janda itu kemudian
membeli kebun anggur. Kebun itu letaknya di
suatu lembah bernama Verdant Valley, dekat San
Francisco, la tidak mau tinggal di Green Mansion.
Tapi ia juga tidak mau menjualnya. Bahkan setelah
janda itu meninggal dunia, rumah tua itu dibiarkan
saja tanpa perawatan. Namun akhirnya tahun ini
putri janda itu, Lydia Green namanya, menjual
Green Mansion pada seorang pembangun yang
hendak membongkar rumah tua itu. Pembangun
itu bermaksud membangun gedung-gedung
26
modern di atas tanahnya. Jadi karena itulah rumah
itu kini diambrukkan. Nah itulah semuanya yang
bisa kulaporkan."
"Laporanmu cermat, Bob," kata Jupiter memuji.
"Sekarang kita periksa saja kabar-kabar yang ada
dalam koran."
Sambil berkata begitu dibeberkannya beberapa
lembar suratkabar di atas meja. Satu terbit di Los
Angeles, satu lagi di San Francisco dan yang ketiga
suratkabar terbitan Rocky Beach. Suratkabar
setempat memasang kepala berita paling besar
mengenai kejadian-kejadian aneh yang dialami
malam sebelumnya. Tapi kedua suratkabar kota
besar itu pun menyediakan ruangan yang cukup
besar untuk kejadian itu. Kepala berita yang
dipasang sangat dramatis.
HANTU MENINGGALKAN RUMAH YANG DIBONGKAR
MENYEBAR KENGERIAN DI ROCKY BEACH
DENGAN JERITAN
HANTU HIJAU GENTAYANGAN DI ROCKY
BEACH
SETELAH RUMAH DIAMBRUKKAN
HANTU HUAU MENCARI PONDOKAN BARU
KARENA RUMAHNYA DIBONGKAR
Berita-berita itu ditulis dengan nada tidak serius.
Tapi semua fakta yang baru saja dipaparkan oleh
27
Bob Andrews tertera di situ. Tapi tidak diberitakan
bahwa kepala polisi Rocky Beach, Chief Reynolds
serta dua anak buahnya melihat sendiri sosok
tubuh hijau di pemakaman. Rupanya hal itu tidak
diceritakan oleh Reynolds pada wartawan, karena
khawatir ia akan menjadi bulan-bulanan ejekan
orang banyak.
"Di sini tertulis bahwa hantu itu dilihat di luar
sebuah gudang besar," kata Jupiter sambil
menuding surat kabar setempat, "lalu setelah itu di
teras rumah seorang wanita, dan akhirnya di
samping beberapa truk yang diparkir di luar
sebuah restoran di mana pengemudi truk sering
mampir. Kelihatannya seolah-olah hantu itu
sedang mencari-cari tempat kediaman baru,
karena rumahnya dibongkar."
"Ya" kata Pete dengan nada mengejek,
"mungkin saja ia membonceng mobil, pergi dari
Rocky Beach."
"Mungkin saja," kata Jupiter. Ia menanggapi
keisengan Pete dengan serius, "walau hantu
mestinya tidak memerlukan sarana angkutan
konvensional."
"Aduh, ampun," keluh Pete. Ia merobohkan
kepalanya ke atas lengan yang terjulur di meja,
pura-pura pingsan. "Mati aku mendengar kalimatmu
yang panjang-panjang itu, Jupe! Apa itu,
konvensional?"
"Artinya lazim atau biasa," jawab Jupiter.
"Kejadian ini rasanya misterius sekali. Selama
belum ada fakta baru yang tampil...."
28
la tidak menyelesaikan kalimatnya, karena
terganggu oleh suara bibinya. Mrs. Mathilda Jones
itu seorang wanita bertubuh besar. Dan suaranya
sebanding dengan ukuran tubuhnya. lalah yang
sebetulnya mengelola perusahaan keluarga itu.
Menurut istilah sekarang, Mrs. Jones itu boss-nya
"Jones Salvage Yard".
"Bob Andrews!" seru Bibi Jones. "Ayo keluar
dari balik tumpukan besi tua itu. Kemarilah,
ayahmu mencarimu. Kau juga, Pete!"
29
Bab 3
KAMAR TERSEMBUNYI
Seketika itu juga ketiga remaja itu merangkak ke
luar lewat Terowongan Dua, dan muncul di tempat
terbuka dekat pondok rapi yang dijadikan kantor
perusahaan barang bekas itu.
Mrs. Mathilda Jones ada di situ. la sedang
mengobrol dengan ayah Bob yang bertubuh
jangkung dan berkumis, dengan kilatan mata
ramah.
"Muncul juga kau akhirnya, Nak!" katanya pada
Bob. "Yuk, kita harus bergegas. Chief Reynolds
ingin bicara denganmu. Kau juga, Pete!"
Pete menelan ludah karena kaget. Apa? Chief
Reynolds ingin bicara dengan dia? Pete merasa
tahu apa yang akan dibicarakan nanti. Pasti tentang
kejadian kemarin malami
"Aku juga boleh ikut, Mr. Andrews?" tanya
Jupiter. Mukanya yang bundar kelihatan bersemangat.
"Kami ini kan satu team. Jadi kalau dipanggil,
ketiga-tiganya harus datang."
"Kurasa tak apa kalau ditambah seorang lagi,"
kata Mr. Andrews sambil tersenyum. "Ayolah
Chief Reynolds menunggu dalam mobil polisi di
luar. Kita akan ikut dengan dia."
30
Di luar menunggu sebuah mobil hitam. Chief
Reynolds, kepala polisi Rocky Beach sendiri yang
mengemudikan. Orangnya gempal. Kepalanya
sudah agak botak. Tampangnya saat itu serius.
"Bagus, Bill," katanya pada ayah Bob. "Sekarang
kita cepat-cepat saja berangkat. lngatAnda
kan orang sini juga. Kuharapkan bantuan Anda
menghadapi wartawan yang datang dari luar,
apabila soal ini yah, apabila kejadian aneh ini
temyata kemudian menjadi semakin aneh."
"Tentu saya bersedia membantu, Chief," kata
Mr. Andrews. "Tapi sementara dalam perjalanan ke
Green Mansion, sebaiknya Anda dengarkan dulu
apa yang dilihat anak saya beserta temannya
kemarin malam di sana."
"Ya, baiklah coba ceritakan," kata Chief
Reynolds, sementara mobil mulai meluncur
dengan kecepatan tinggi. "Aku sudah mendengarnya
dari beberapa orang yang kemarin ada di sana.
Tapi sekarang ceritakanlah pengalamanmu."
Secara ringkas Bob menceritakan pengalaman
bersama Pete malam yang lalu. Chief Reynolds
mendengarkan sambil menggigit-gigit bibir.
"Ya, persis begitulah laporan orang padaku,"
katanya kemudian dengan tampang suram. "Tapi
walau begitu banyak saksi mata, aku cenderung
mengatakan itu mustahil cuma...."
Chief Reynolds tidak melanjutkan kalimatnya.
Ayah Bob, seorang wartawan yang cekatan,
menatap kepala polisi itu dengan tajam.
31
"Saya mendapat firasat bahwa Anda sendiri juga
melihat hantu hijau itu, Sam," katanya pada Chief
Reynolds. "Oleh sebab itu Anda tidak berkeras
mengatakan bahwa itu tidak mungkin."
"Memang, betul," Chief Reynolds mengeluh.
"Aku juga melihatnya. Di pemakaman! Tepatnya di
dekat tugu peringatan yang didirikan untuk
mengenang Mathias Green. Dan sementara aku
memandangnya, sosok hijau itu terbenam ke
dalam tanah tempat makam itu lalu lenyap!"
Pete, Bob dan Jupiter mendengarkan dengan
penuh minat. Sedang ayah Bob memandang
kepala polisi itu dengan pandangan bertanya.
"Bisakah saya memuat keterangan Anda itu,
Sam?" tanyanya. Naluri kewartawanannya timbul.
"Tidak! Anda tidak boleh mengutip kata-kataku
itu!" tukas Chief Reynolds. "Keteranganku tadi off
the record tidak untuk diketahui umum! Wah
aku sampai lupa bahwa kalian bertiga juga ada,"
katanya sambil memandang ketiga remaja yang
mendengarkan dengan asyik. "Kalian tidak boleh
meneruskan ceritaku tadi pada orang lain,
mengerti?"
"Baik, Sir," kata Jupiter.
"Jadi sosok hijau itu keseluruhannya dilihat oleh
nanti dulu dua pengemudi truk di depan
restoran, wanita yang menelepon, penjaga malam
di gudang, lalu aku serta kedua anak buahku,
kedua remaja ini "
"Keseluruhannya sembilan orang, Sam," sela
Mr. Andrews.
32
"Sembilan, ditambah keenam orang yang
datang malam kemarin untuk melihat-lihat rumah
tua itu," kata Chief Reynolds. "Keseluruhannya
lima belas orang. Lima belas orang saksi yang
melihat sosok tubuh yang seperti hantu!"
"Yang ada di Green Mansion kemarin malam
enam atau tujuh orang, Chief?" tanya Jupiter. "Pete
dan Bob tidak sependapat mengenainya."
"Aku tidak tahu pasti," kata Chief Reynolds
dengan nada menggerutu. "Empat orang datang
melaporkan kejadian itu. Tiga dari mereka
mengatakan bahwa mereka semula berenam.
Sedang yang satu lagi ngotot, mengatakan mereka
bertujuh. Aku tidak bisa berbicara dengan yang
lain-lainnya karena tidak berhasil menghubungi
mereka. Rupanya mereka tidak ingin nama mereka
tersebar sehubungan dengan kejadian ini. Tapi
pokoknya, saksi mata ada lima belas atau enam
belas orang. Tidak mungkin orang sebanyak itu
salah lihat! Aku lebih senang apabila kejadian itu
bisa kuanggap perbuatan iseng belaka, tapi
sesudah menyaksikannya sendiri melihat
dengan mata sendiri bagaimana sosok tubuh itu
menghilang ke dalam kubur yah....!"
Sementara itu mobil sudah memasuki pekarangan
Green Mansion yang tidak terawat. Dilihat
siang hari bangunan itu mengesankan sekali
bentuknya, walau satu sayapnya sudah dibongkar
sebagian. Dua orang polisi menjaga di pintu.
Sedang seorang laki-Iaki dengan stelan coklat
nampak menunggu dengan sikap tidak sabar.
33
"Siapa itu?" gumam Chief Reynolds, sementara
mereka keluar dari mobil. "Mungkin reporter!"
"Chief Reynolds!" Laki-laki berstelan coklatyang
tampangnya kelihatan cerdas itu menyapa sambil
datang menghampiri. Cara bicaranya cepat sekali.
"Anda Chief Reynolds, kan? Saya sudah menunggu
dari tadi. Apa sebabnya saya tidak boleh masuk
ke rumah klien saya?"
"Rumah klien Anda?" Chief Reynolds menatap
orang itu. "Anda ini siapa?"
"Mama saya Harold Carlson," kata orang itu. "Ini
kan rumah Miss Lydia Green. Saya pengacaranya,
dan sekaligus juga sepupunya. Saya mewakili
kepentingannya. Begitu saya membaca berita
dalam surat kabar tadi pagi tentang kejadian
kemarin malam, saya langsung datang dengan
pesawat terbang dari San Francisco, lalu naik
mobil sewaan kemari. Saya ingin menyelidiki
kejadian itu. Rasanya itu cuma omong kosong
yang fantastis."
"Kalau fantastis, cocok!" kata Chief Reynolds,
"Tapi bukan omong kosong. Aku senang Anda ada
di sini sekarang, Mr. Carlson karena mungkin
kami memang perlu memanggil Anda. Kedua
bawahanku ini kusuruh menjaga di sini agar
mencegah masuknya orang-orang yang tidak
berkepentingan. Karena itulah mereka melarang
Anda masuk. Tapi sekarang kita masuk saja semua
sekarang, untuk melihat-lihat di dalam. Aku
membawa dua orang remaja yang ikut melihat
kejadian itu kemarin malam, dan mereka akan
34
35
menunjukkan di mana tepatnya han eh,
bayangan aneh itu muncul."
Chief Reynolds memperkenalkan Mr. Andrews,
Bob, Pete dan Jupiter pada Harold Carlson. Setelah
itu ia mendului masuk ke dalam rumah, sementara
kedua bawahannya ditinggal di luar untuk
menjaga. Dalam kamar-kamar yang besar dan
gelap di dalam masih terasa ada kesan seram
seperti malam sebelumnya. Bob dan Pete
menunjukkan pada Chief Reynolds, di mana
tepatnya mereka berada, dan di mana sosok tubuh
kehijauan itu mula-mula nampak.
Setelah itu Pete mendului naik ke tingkat atas.
"Bayangan itu meluncur naik tangga ini, lalu
menyusur serambi," katanya. "Sebelum kami
menyusulnya, lantai diperiksa dulu untuk mencari
tapak kaki. Itu gagasan Bob. Tapi debu yang
menutupi lantai masih kelihatan seperti semula.
Tidak nampak tapak kaki di situ."
"Bagus, Nak," kata Mr. Andrews sambil
menepuk bahu anaknya.
"Lalu hantu itu menuju gang itu," kata Pete
sambil menuding, "dan berhenti di ujungnya. Tapi
tahu-tahu lenyap, seperti masuk ke dalam
dinding."
"Hmmm," gumam Chief Reynolds. Tampangnya
masam, sementara semua menatap ujung
gang yang berupa dinding belaka. Harold Carlson
menggeleng-gelengkan kepala. Kelihatannya bingung.
"Saya tidak bisa mengerti," katanya. "Benarbenar
tidak mengerti! Memang banyak
desas-desus yang mengatakan bahwa rumah tua
ini ada hantunya. Tapi selama ini saya tidak
percaya! Sekarang entahlah. Saya benar-benar
bingung!"
"Mr. Carlson," kata Chief Reynolds, "Anda tahu
apa yang terdapat di balik dinding itu?"
Orang yang ditanya mengejapkan matanya.
"Tidak," katanya. "Apa yang mungkin ada di
baliknya?"
"Untuk menyelidiki itulah kami ke sini," kata
kepala polisi itu, "dan karena itulah aku merasa
senang Anda hadir di sini. Pagi ini salah seorang
pekerja yang disuruh membongkar rumah ini
mengambrukkan sebagian dari dinding luar
bagian ini. Rupanya gang ini posisinya berada di
atas bagian bawah yang sedang diruntuhkan.
Pekerja itu tahu-tahu melihat sesuatu, lalu
langsung berhenti bekerja dan memanggil aku."
"Melihat sesuatu?" Kening Mr. Carlson berkerut.
"Astaga,"apa yang dilihatnya?"
"Orang itu tidak bisa mengatakannya dengan
pasti," jawab Chief Reynolds, "tapi menurut
perasaannya, di belakang dinding ini kelihat^nnya
seperti ada kamar lagi. Kamar rahasia! Dan karena
Anda kini ada di sini, kita akan membongkar
dinding ini dan melihat ada apa di belakangnya."
Harold Carlson mengusap-usap keningnya
dengan sikap bingung. Diliriknya Mr. Andrews yang
sedang sibuk mencatat.
36
"Kamar rahasia?" kata Mr. Carlson. "Saya belum
pernah mendengarnya."
Pete, Bob dan juga Jupiter sudah gelisah saja
karena asyik, ketika dua orang polisi muncul
dengan kapak dan linggis.
"Sekarang buat lubang di dinding itu," kata Chief
Reynolds pada mereka. Lalu menambahkan pada
Mr. Carlson, "Anda setuju, kan?"
"Tentu-saja, Chief," kata pengacara dari San
Francisco itu. "Rumah ini memang harus
dibongkar."
Kedua polisi itu bekerja dengan bersemangat.
Tak lama kemudian dinding itu sudah berlubang
besar. Nampak jelas bahwa di belakangnya ada
ruangan yang cukup lapang. Ruangan itu gelap.
Ketika lubang sudah cukup besar sehingga bisa
dilewati seseorang, Chief Reynolds datang menghampiri
lalu menyorotkan senternya ke dalam.
"Astaga!" katanya, lalu masuk ke dalam ruangan
gelap itu. Mr. Carlson dan ayah Bob bergegas
menyusul. Terdengar seruan-seruan mereka,
menandakan keheranan.
Jupiter cepat-cepat menyelinap masuk, diikuti
oleh Pete dan Bob. Ternyata ruangan di balik
tembok itu suatu kamar kecil. Ukurannya sekitar
dua kali dua setengah meter. Keadaan kamar itu
agak terang, karena ada cahaya matahari masuk
lewat retakan di dinding yang sudah mulai
diruntuhkan.
37
Kini ketiga remaja itu tahu, apa sebabnya ketiga
orang dewasa yang lebih dulu masuk terdengar
begitu kaget.
Ruangan itu kosong. Hanya ada satu benda di
situ. Dan benda itu peti mayat!
Peti itu terletak di atas sepasang kuda-kuda yang
terbuat dari kayu yang digosok mengkilat. Peti
mayat itu sendiri berukir indah dan mengkilat. Tapi
perhatian ketiga laki-laki dewasa itu terarah pada
apa yang terdapat di dalamnya.
Jupiter dan kedua temannya mendekati mereka,
lalu ikut menjengukkan kepala ke dalam peti itu.
Mereka kaget setengah mati, karena di dalamnya
ada jerangkong manusia. Jerangkong itu diselubungi
jubah hijau indah yang sudah rusak karena
tuanya. Tapi walau demtkian mereka tahu pasti
bahwa itu jerangkong manusia!
Sesaat tidak ada yang bicara. Akhimya Harold
Carlson yang paling dulu membuka mulut.
"Lihatlah!" katanya, sambil menuding sekeping
pelat perak yang terpasang pada dinding peti. Di
sini tertulis, "Istri tercinta Mathias Green. Bersemayamlah
dengan tenang di dekatku!."
"Putri Cina, istri Mathias Green!" kata Chief
Reynolds dengan suara serak.
"Bayangkan padahal semua mengira ia
minggat ketika pak tua itu meninggal dunia," kata
ayah Bob menambahkan dengan suara tertahan.
"Ya, betul," kata Harold Carlson. "Tapi ternyata
inilah yang terjadi. Ini urusan yang perlu saya
38
tangani sendiri, Chief demi kepentingan
keluarga."
Sambil berkata begitu, ia meraih ke dalam peti
mati. Ketiga remaja tidak bisa melihat apa yang
diperbuatnya, karena tubuh ketiga laki-laki dewasa
menutupi pandangan. Tapi sesaat kemudian Mr.
Carlson nampak memegang seuntai benda yang
bentuknya bulat dan berwarna kelabu suram,
diterangi cahaya senter yang ada di tangan Chief
Reynolds.
"Mestinya inilah mutiara hantu yang terkenal itu,
yang menurut kabar dicuri Paman Mathias dari
seorang bangsawan Cina. Mutiara inilah yang
menjadi sebab kenapa ia melarikan diri dari Cina
lalu bersembunyi di sini. Mutiara kelabu ini tak
ternilai harganya. Kami menyangka sudah hilang
ketika Paman Mathias meninggal dunia, kami
mengira istrinya lari kembali ke Cina dengan
membawa mutiara ini. Tapi ternyata masih tetap
ada di sini."
"Ya bersama putri Cina itu," kata ayah Bob.
39
Bab 4
TELEPON YANG TAK
TERDUGA
Keesokan harinya di Markas Besar Pete sibuk
mengumpulkan guntingan berita dan foto dari
berbagai surat kabar, sementara Bob menempelkan
kumpulan itu dalam sebuah buku yang besar.
Sedang Mr. Andrews tidak berhasil menahan
tersebarnya publisitas mengenai kota kecil Rocky
Beach, sehubungan dengan kisah hantu hijau di
Green Mansion.
Sebetulnya kisah tentang hantu itu sendiri
mungkin tak begitu lama menarik perhatian
umum. Tapi kemudian menyusul ditemukannya
kamar rahasia serta tengkorak mayat istri Mathias
Green dengan kalung mutiara yang begitu
tersohor di lehernya! Kejadian itu kembali dijadikan
berita penting, dengan kepala berita yang
besar-besarnyaris memenuhi halaman suratkabar
yang memuatnya.
Dalam pemberitaan mereka, wartawan menggali
masa silam. Dikisahkan kembali berbagai
kejadian yang menyangkut kehidupan Mathias
Green. Diceritakan bahwa semasa hidupnya ia
seorang nakhoda kapal yang berani. Dalam
pelayaran ke Cina, badai sedahsyat apa pun tak
pernah menggetarkan dirinya.
40
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
Ditulis pula bahwa Mathias Green bersahabat
dengan beberapa bangsawan bangsa Mancu dan
diangkat menjadi penasihat mereka. Banyak batu
permata yang diperolehnya sebagai hadiah. Tapi
Mutiara Hantu tidak didapatnya sebagai hadiah,
melainkan dicuri. Sehabis mencurinya, Mathias
Green buru-buru minggat. la melarikan diri dari
Cina, dengan membawa istri seorang putri Cina.
Sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke sana.
Selama sisa hidupnya ia mengurung diri dalam
Green Mansion.
"Bayangkan kesemuanya itu terjadi di sini, di
Rocky Beach!" kata Bob dengan kagum. "Kau
tahu, apa kesimpulan ayahku serta Chief Reynolds?"
Ia tidak melanjutkan kata-katanya, karena saat
itu terdengar bunyi logam tergeser. Kedua remaja
itu tahu, yang terdengar itu kisi-kisi besi yang
menutupi lubang sebelah luar Terowongan Dua
yang digeser ke samping. Tak lama kemudian
menyusul bunyi samar sesuatu yang menggeleser.
Pasti itu Jupiter, yang sedang merangkak dalam
pipa yang merupakan Terowongan Dua. Sesaat
setelah itu terdengar pintu rahasia di lantai diketuk
dengan irama tertentu. Itu isyarat sandi mereka!
Pintu itu terangkat ke atas. Jupiter masuk ke
caravan. Tubuhnya berkeringat.
"Huh panasnya!" kata Jupiter, lalu menambahkan,
"Aku tadi berpikir-pikir."
"Lebih baik hati-hati, Jupe," kata Pete. "Jangan
berlebih-lebihan! Dalam keadaan berkeringat
41
kayak begitu, otakmu pasti kepayahan juga.
Jangan sampai macet karena terialu dipaksa,
sehingga kau nanti menjadi remaja biasa kayak
kami-kami ini."
Bob tertawa geli. Sebetulnya Pete sangat bangga
terhadap kecerdasan otak Jupiter Jones. Tapi
sekali-sekali ia iseng, menyindir temannya itu.
Kadang-kadang itu memang perlu, karena rendah
hati tidak ada dalam kamus istilah Jupiter.
Jupiter melirik Pete dengan masam.
"Aku tadi sibuk menarik kesimpulan," katanya
sambil duduk di kursi putarnya. "Maksudku,
mengenai apa yang terjadi waktu itu di Green
Mansion."
"Itu sebenarnya tidak perlu lagi, Jupe," kata Bob.
"Ayahku menceritakan padaku, kesimpulan apa
yang dicapainya bersama Chief Reynolds."
Tapi Jupiter berbuat seolah-olah tidak mendengar.
"Aku menarik kesimpulan bahwa istri Mathias
Green " katanya, tapi buru-buru dipotong oleh
Bob.
"Ayah dan Chief Reynolds sependapat, bahwa
Mrs. Green mungkin meninggal karena sakit," kata
Bob. Ia jarang mendapat informasi yang begitu,
dan kini ia bertekat hendak menceritakannya.
"Lalu suaminya membaringkannya dalam peti
yang indah itu," sambungnya. "Tapi kemudian ia
merasa tidak bisa berpisah dari istri tersayang itu.
Karenanya peti mati lantas ditaruh dalam bilik kecil
di ujung gang. Jendela yang ada dalam bilik itu
42
disumbat, begitu pula pintunya. Dengan demikian
tidak ada yang tahu bahwa di situ sebenarnya ada
kamar.
"Jadi putri Cina itu tetap ada di dekatnya. Saat ini
tidak bisa diketahui lagi dengan pasti, kapan hal itu
terjadi. Tapi pada suatu malam Mathias Green
tersandung ketika sedang menuruni tangga. Para
pelayan ketakutan ketika menemukan .dirinya
sudah mati. Malam itu juga mereka lari dengan
diam-diam. Kemungkinannya pergi ke Kampung
Cina di San Francisco dan membaurkan diri
dengan sanak kerabat mereka di sana, atau
mungkin juga pulang ke Cina. Ada kemungkinan,
beberapa di antara mereka masuk ke Amerika
melalui jalan gelap. Jadi secara ilegal! Pokoknya,
orang-orang Cina semasa itu maunya hanya
bergaul dengan sesama mereka saja. Kalau bisa,
mereka memilih lebih baik tidak memberi
informasi apa pun pada orang kulit putih. Jadi
tindakan melarikan diri itu wajar, kalau dilihat dari
sudut pandangan mereka.
"Satu-satunya kerabat Mathias Green ialah ipar
perempuannya. Jadi iparnya itu mewarisi segalagalanya.
la membeli kebun anggur yang luas yang
terletak dekat kota San Francisco. Namanya
Verdant Valley Vineyard, la tidak pernah datang ke
sini. Begitu pula Miss Lydia Green, putrinya. la juga
tidak pernah ke sini. Kini Lydia Green itu yang
rnemiliki kebun anggur serta Green Mansion,
setelah ibunya meninggal dunia.
43
"Karena salah satu alasan yang tidak diketahui,
Green Mansion dibiarkan begitu saja, tan pa dirawat
sedikit pun. Dan akhirnya tahun ini Miss Green
menyatakan setuju, ketika ada seorang pembangun
hendak membelinya."
"Dan ketika para pekerja mulai membongkar
rumah itu, ternyata hantu Mathias Green marah,"
sela Pete. "Karena itulah ia menjerit, dan dilihat
orang masuk ke kamar tersembunyi itu. Rupanya
hendak pamit pada istrinya. Setelah itu yah,
setelah itu rupanya ia pergi dari rumahnya itu."
Jupiter nampak agak jengkel, karena tepat itulah
yang merupakan hasil kesimpulannya tadi. Walau
begitu ia tetap menjaga gengsi, bersikap lebih tahu.
"Kau rupanya begitu yakin bahwa itu hantu,"
katanya, "dan juga bahwa itu hantu Mathias
Green!"
"Kami melihatnya sendiri, sedang kau tidak!"
tukas Pete. "Kalau itu bukan hantu, artinya aku
belum pernah melihat hantu!"
Sebetulnya Pete memang belum pernah melihatnya
tepatnya sebelum malam menyeramkan
itu. Tapi kenyataan itu tidak diacuhkan olehnya.
"Kalau bukan hantu, lalu apa?" tanya Bob pada
Jupiter. "Kalau kau bisa mengajukan kemungkinan
lain, mungkin kau akan diberi hadiah oleh Chief
Reynolds."
Mata Jupiter terkejap-kejap sesaat.
"Apa maksudmu?" tanyanya.
"Ya ada apa dengan Chief Reynolds?"
sambung Pete dengan penuh minat.
44
"Yah kita semua kan mendengar penuturannya
kemarin bahwa ia melihat hantu itu," kata Bob.
"Kemudian Ayah bercerita bahwa Chief Reynolds
saat ini benar-benar bingung. Soalnya, secara
resmi ia tidak mungkin bisa mengatakan bahwa
hantu itu ada. Jadi karenanya ia tidak bisa
menugaskan anak buahnya untuk melacaknya.
Tapi di pihak lain ia juga tidak bisa melupakan
bahwa ia benar-benar melihatnya. Jadi mungkin
saja hantu memang ada. Karenanya ia pasti akan
sangat berterima kasih pada siapa* saja yang bisa
membuktikan apa sebetulnya yang kelihatan oleh
kita semua jika itu memang bukan hantu."
"Hmmm." Jupiter kini kelihatan senang.
"Kurasa kita perlu menangani kasus hantu hijau
ini, untuk menolong Chief Reynolds. Kecuali itu
aku juga punya firasat bahwa masih banyak yang
tersembunyi di balik misteri ini, melebihi dugaan
kita sekarang."
"Tunggu dulu!" sela Pete dengan buru-buru.
"Chief Reynolds sama sekali tidak meminta kita
agar mau menangani persoalan ini. Dan kalau
disuruh menyelidiki hantu hijau aku tidak mau
ikut-ikut!"
Tapi Bob sama tertariknya seperti Jupiter.
"Semboyan kita kan, "Kami Menyelidiki Apa
Saja"," katanya mengingatkan. "Tapi aku sendiri
pun ingin tahu, yang kita lihat itu hantu atau bukan.
Tapi bagaimana cara kita menyelidikinya?"
45
"Sebaiknya kasus ini kita telaah dari awal
mulanya," kata Jupiter. "Pertama-tama, apakah
hantu itu kelihatan lagi kemarin malam?"
"Menurut koran, tidak," jawab Bob. "Dan ayahku
mendengar dari Chief Reynolds bahwa tidak ada
kabar baru yang masuk mengenainya."
"Apakah ayahmu sudah mewawancarai orangorang
yang melihat sosok bayangan waktu itu?"
tanya Jupiter pada Bob.
"Ayahku ikut berkeliling dengan Chief Reynolds,"
jawab Bob. "Tapi yang berhasil dijumpai
cuma empat orang saja, yaitu yang badannya
besar, lalu yang membawa anjing kecil, serta dua
tetangga mereka. Laporan mereka sama semua
tepat seperti yang ada dalam catatanku."
"Lalu bagaimana dengan dua atau tiga orang
lagi?"
"Mereka tidak bisa ditemukan. Menurut ayahku,
ada kemungkinan mereka itu tidak ingin dikenal,
sebab takut nanti diganggu teman-teman mereka
karena mengaku melihat hantu. Tapi aku tetap
yakin jumlahnya tiga orang, dan bukan dua!"
"Apa sebetulnya yang mendorong orang-orang
itu datang ke Green Mansion?" tanya Jupiter.
"Kata mereka, waktu itu ada dua orang datang
dan menyarankan agar datang melihat bangunan
tua itu malam hari pada saat terang bulan, sebelum
dibongkar. Kedua orang itu begitu pintar membujuk,
sehingga mereka merasa tertarik lalu ikut
pergi. Lalu ketika mereka sedang memasuki
46
pekarangan, tahu-tahu terdengar jeritan. Selebihnya
kau sudah tahu."
"Apakah sekarang pekerjaan membongkar
rumah itu dihentikan?" tanya Jupiter lagi.
"Ya setidak-tidaknya untuk sementara
waktu," kata Bob. "Kepala polisi sudah memerintahkan
anak buahnya memeriksa seluruh bangunan
kalau-kalau ada lagi kamar rahasia yang lain,
tapi ternyata tidak ada. Walau begitu ia masih
menyuruh anak buahnya menjaga di sana untuk
mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan
masuk. Menurut ayahku, ada desas-desus yang
mengatakan bahwa rencana membongkar
gedung tua itu untuk membangun gedung baru di
tempatnya mungkin akan dibatalkan. Maklumlah,
cerita tentang hantu itu tidak bisa dibilang berita
bagus!"
Jupiter sibuk berpikir selama beberapa menit.
"Kurasa ada baiknya jika mendengarkan kembali
rekamanmu waktu itu, Bob," katanya kemudian.
"Soalnya, cuma itu saja petunjuk yang ada
pada kita saat itu."
Bob menghidupkan tape recorder. Sekali lagi
terdengar suara jeritan seram itu, disusul pembicaraan
orang-orang yang datang malam itu.
Jupiter mendengarkan dengan kening berkerut.
"Ada sesuatu dalam rekaman ini yang
menggelitik pikiranku, tapi aku belum tahu pasti
apa itu," katanya. "Tadi terdengar sebentar
qoggongan anjing. Anjing jenis apa itu?"
47
"Apa hubungannya jenis anjing dengan persoalan
ini?" tukas Pete.
"Apa pun juga, bisa saja penting artinya," kata
Jupiter dengan lagak menggurui.
"Anjing itu jenis fox terrier kecil berbulu ikai,"
kata Bob. "Ada jawaban yang bisa kautemukan
sekarang, Jupe?"
Jupiter terpaksa mengatakan bahwa ia masih
tetap belum tahu apa-apa. Rekaman suara malam
itu didengarkan berulang-ulang. Ada sesuatu di
dalamnya yang dirasakan aneh oleh Jupiter. Tapi ia
tidak bisa mengatakan, apa sesuatu itu. Akhirnya
mereka mengalihkan perhatian pada guntingan
koran. Satu-persatu dibaca dengan cermat
"Kurasa hantu hijau itu memang sudah pindah
ke tempat lain," kata Pete kemudian dengan nada
puas. "Rumah tua yang dihuninya selama ini
dibongkar, karena itu ia pergi!"
Sementara Jupiter sedang memikirkan jawaban
atas komentar Pete, tiba-tiba telepon berdering.
Jupiter menerimanya.
"Halo," katanya. Teman-temannya bisa mengikuti
pembicaraan yang terjalin setelah itu, lewat alat
pengeras suara yang dihubungkan dengan pesawat
telepon.
"Ini interlokal," terdengar suara seorang wanita.
Rupanya petugas kantor telepon. "Telepon untuk
Robert Andrews."
Ketiga remaja itu saling berpandangpandangan.
Baru sekali itu mereka menerima
interlokal.
48
"Untukmu, Bob," kata Jupiter sambil menyerahkan
gagang telepon pada temannya itu.
"Halo! Di sini Bob Andrews," kata Bob. Suaranya
agak gemetar karena perasaannya yang tegang. la
ingin tahu, siapa yang ingin bicara dengan dirinya.
"Halo, Bob." Terdengar lagi suara seorang
wanita, tapi bukan yang tadi. Wanita yang berbicara
sekarang kedengarannya sudah lanjut umurnya,
walau suaranya masih cukup tegas. "Di sini Lydia
Green! Aku menelepon dari Verdant Valley."
Lydia Green! Keponakan Mathias Green, yang
hantunya kalau betul yang muncul itu hantu
dilihat oleh Bob dan Pete!
"Ya, Miss Green," kata Bob dengan sopan.
"Aku ingin minta tolong," kata Miss Green.
"Bisakah kau datang ke Verdant Valley, bersama
kawanmu, Peter Crenshaw?"
"Datang ke Verdant Valley?" tanya Bob. la tidak
mengerti.
"Aku ingin sekali bicara dengan kalian," kata
Miss Green. "Kalian kan melihat pamanku yah,
kata orang hantu pamanku dua malam yang lalu.
Aku ingin mengetahui kejadian itu dengan jelas,
dari saksi yang melihatnya sendiri. Aku ingin tahu
seperti apa rupanya, apa yang dilakukan olehnya
dan lain-lainnya lagi. Pokoknya, aku ingin mengetahui
segala-galanya. Soalnya " sesaat Miss
Green terdengar agak bingung, lalu melanjutkan
dengan suara lemah, "soalnya, hantu itu muncul di
Verdant Valley. Kemarin malam aku aku
melihatnya dalam kamarku."
49
Bob memandang Jupiter. Temannya itu mengangguk,
sebagai tanda setuju.
"Ya, tentu saja kami bisa datang, Miss Green,"
kata Bob kemudian "Artinya, apabila diijinkan
orang tua kami."
"Syukurlah kalau begitu!" Nada suara Miss
Green terdengar lega. "Tentu saja aku sudah
menghubungi orang tua kalian. Kedua ibu kalian
langsung setuju. Verdant Valley ini tempat yang
sangat tenang. Dan di sini kalian nanti bisa
ditemani cicit laki-laki pamanku. Namanya Charles
Chang Green. Sedari kecil ia tinggal di Ciria."
Setelah itu mereka membicarakan urusan
penjemputan. Bob dan Pete akan berangkat
dengan pesawat jet pukul enam sore ke San
Francisco. Di pelabuhan udara mereka dijemput
dengan mobil, lalu diantarkan ke Verdant Valley.
Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi,
Miss Green memutuskan pembicaraan.
"Bukan main!" kata Bob dengan gembira. "la
ingin mendapat segala macam keterangan tentang
hantu itu dari orang yang melihatnya sendiri,
dan karenanya kita akan pesiar!" Saat itu ia baru
50
Bab 5
HANTU MUNCUL LAGI
kaget, karena teringat pada sesuatu. "Tapi kau
tidak ikut diundang, Jupe!"
Jupe berusaha keras untuk tidak menunjukkan
kekecewaannya.
"Soalnya, kalian berdua melihat hantu itu
sedang aku tidak," katanya. "Lagi pula aku besok
memang tidak bisa pergi! Paman Titus dan Bibi
Mathilda akan pergi dengan trukyang besar ke San
Diego. Mereka hendak memborong barangbarang
bekas Angkatan Laut di sana. Jadi aku
harus tinggal di sini, menjaga toko."
"Tapi bagaimanapun, kita kan satu team,"
bantah Pete. "Tidak enak rasanya pergi kalau kau
tidak ikut, Jupe. Apalagi kalau kepergian itu ada
urusannya dengan hantu," tambahnya.
Jupiter menekan bibir bawahnya.
"Mungkin ini malah baik," katanya. "Jika hantu
itu dilihat muncul di Verdant Valley, kalian berdua
bisa melakukan penyelidikan di sana untuk Chief
Reynolds. Sementara itu aku melacak setiap jejak
yang bisa kupikirkan di sini. Gunanya tim
penyelidik ialah kita bisa mengusut dua dan
bahkan tiga jalur penyelidikan pada waktu yang
sama."
Jadi soal itu sudah diputuskan. Penjelasan
Jupiter memang masuk akal. Tidak lama kemudian
Bob dan Pete pulang ke rumah masing-masing
untuk bersiap-siap. Pakaian sudah dimasukkan ke
dalam koper oleh ibu masing-masing. Kedua
remaja itu menambahkan senter, serta membekali
Jiri dengan kapurtulis khusus. Bob berbekal kapur
51
berwarna hijau, sedang Pete biru. Kapur itu untuk
membubuhkan tanda Trio Detektif, apabila
ternyata perlu nanti.
Ibu Bob mengantarkan mereka ke pelabuhan
udara Los Angeles yang ramai dan modern. Jupiter
ikut mengantarkan.
"Kalau ada perkembangan baru, telepon aku,
ya," katanya pada Bob. "Jika hantu itu benar-benar
ada di sana, nanti aku akan mencari jalan untuk
menyusul kalian."
Tidak lama kemudian pesawat jet yang
ditumpangi kedua remaja itu sudah terbang ke
arah utara. Penerbangan itu hanya satu jam
lamanya. Bob dan Pete merasa waktu itu begitu,
singkat, apalagi karena mereka juga masih
disibukkan dengan makan malam yang dihidangkan
di atas piring plastik yang berkotak-kotak.
Selesai makan mereka kembali melayangkan
pandangan ke luar, memperhatikan tanah yang
bagaikan mengalir di bawah mereka. Tahu-tahu
pesawat sudah membelok, lalu menukik untuk
mendarat di pelabuhan udara San Francisco.
Di sana mereka dijemput seorang anak laki-laki.
Tingginya hampir sepantar dengan Pete. Tapi
bahunya lebih bidang. Remaja itu keren tampangnya.
Tidak ada bedanya dengan remaja Amerika,
kecuaii matanya agak sipit.
Remaja itu memperkenalkan diri sebagai
Charles Green. Katanya ia lebih dikenal dengan
panggilan 'Chang'. Ia seperempat Cina, dan sejak
52
kecil hampir selalu tinggal di Hongkong. Setelah
memperkenalkan diri, ia membantu Pete dan Bob
mengambil barang-barang mereka di bagian
bagasi. Kemudian Charles Green mengajak
mereka menyeberang jalan yang ramai, menuju ke
sebuah pelataran parkir yang luas sekali.
Di situ sudah menunggu sebuah mobil kombi
kecil. Supirnya masih muda, bertampang seperti
orang Meksiko.
"Ini tamu-tamu kita, Pedro," kata Chang. "Ini
Pete Crenshaw, dan yang ini Bob Andrews. Kita
Iangusung kembali sekarang, ke Verdant Valley.
Mereka tadi sudah makan malam di pesawat."
"Si, Senor Chang," kata Pedro. Kedua koper Bob
dan Pete dimasukkan olehnya ke bagian belakang
mobii, sementara ketiga remaja itu duduk di
bangku di belakang tempat supir. Dengan begitu
mereka bisa duduk berjejer.
Dalam perjalanan Pete dan Bob sibuk berbicara
dan bertanya-tanya, sambil memandang ke
sekeliling mereka pada waktu bersamaan. Keduanya
agak menyesal karena ternyata mereka tidak
masuk ke dalam kota San Francisco, melainkan
mengitari tepinya. Beberapa saat kemudian mobil
kombi itu sudah meluncur melewati daerah yang
berbukit-bukit tapi masih bisa dibilang lapang.
"Kita sekarang menuju ke lembah Verdant, di
mana bibiku yang terhormat mengelola perusahaan
anggur," kata Chang Green. Bob sudah tahu
dari ibunya, bahwa perusahaan itu bernama 3-v
Winery. Chang melanjutkan penjelasannya.
53
"Menurut bibiku, akulah yang sebenarnya
memiiiki kebun dan perusahaan anggur itu. Tapi
aku sama sekali tak bermaksud untuk mengambil
alih dari bibiku."
Pete dan Bob menoleh ke samping, memandang
Chang dengan penuh minat. Keduanya
menunggu penjelasan lebih lanjut. Dan Chang
memang menjelaskan, sementara mobil melucur
terus ke Verdant Valley.
Ternyata Chang itu cicit Mathias Green, dari istri
pertamanya. Istrinya yang pertama semasa hidupnya
selalu ikut dalam setiap pelayaran Mathias. la
meninggal terserang penyakit demam ketika
sedang berada dalam pelayaran lagi di daerah Asia,
la mempunyai seorang anak laki-laki yang sewaktu
ia meninggal masih kecil. Namanya Elija.
Mathias merasa tidak mampu mengurus anak
itu, lalu dititipkan di sebuah sekolah misi di
Hongkong yang dikelola agamawan Amerika.
Kemudian Mathias terlibat dalam kesulitan dengan
pihak berwajib di Hongkong, karena secara tidak
sah mengambil kalung Mutiara Hantu. Saat itu ia
sudah menikah lagi dengan seorang putri Cina
yang masih muda. Mathias Green buru-buru
berlayar kembali ke Amerika. Sedang putranya,
Elija, ditinggal di Hongkong.
Setelah dewasa, Elija menjadi dokter misi
keagamaan di Cina. Ia menikah dengan seorang
wanita Cina. Ketika keduanya kemudian meninggal
dunia karena penyakit demam kuning, putra
mereka yang bernama Thomas ditampung di
54
sekolah misi Amerika. Thomas itulah ayah Chang.
Thomas sama sekali tidak tahu-menahu tentang
kerabatnya di Amerika, karena ayahnya tidak
pernah menyinggung-nyinggung tentang Mathias
Green, kakeknya. Seumur hidupnya, Thomas juga
terus tinggal di Cina sebagai dokter. la menikah
dengan anak seorang misionaris berkebangsaan
Inggris. Mereka hidup berbahagia di Cina. Namun
ajal mereka sampai, ketika perahu mereka terbalik
di sungai Huang Ho yang waktu itu sedang banjir.
Chang berhenti sebentar. Bob dan Pete melihat
remaja itu meneguk ludah beberapa kali, untuk
mengendalikan perasaannya.
"Waktu itu keadaan di Cina kacau," katanya
meneruskan kisah. "Aku masih bayi saat itu.
Sepasang suami istri bangsa Cina menyelamatkan
diriku dari cengkeraman banjir. Selama beberapa
tahun aku tinggal bersama mereka. Ketika mereka
kemudian mendengar bahwa keselamatanku
terancam karena aku orang Amerika, mereka
membawa aku lari ke Hongkong.
"Waktu itu aku belum mengetahui namaku yang
sebenarnya. Aku dititipkan di suatu sekolah yang
dikelola misi keagamaan, sama halnya seperti ayah
dan kakekku semasa kecil mereka. Pada suatu hari
aku menyebutkan nama depan ayah dan ibuku
pada salah seorang guruku. Kedua nama itu masih
kuingat. Lalu guru itu meneliti catatan lama di
sekolah. Setelah menjumpai apa yang di cari di
situ, ia mengatakan padaku bahwa nama keluargaku
yang sebenarnya Green. Guruku itu menghu-
55
bungi Bibi Lydia di sini. Lalu Bibi Lydia
menyuruhku datang ke sini.
"Sejak itu aku tinggal di Verdant Valley, bersama
Bibi. la sangat ramah terhadapku. Aku ingin sekali
menolongnya, karena saat ini ia sedang dalam
kesulitan. Paman Harold juga berusaha membantu,
tapi ia sendiri juga bingung. Kini situasi menjadi
bertambah sulit, karena adanya desas-desus
mengenai munculnya hantu moyangku, Mathias
Green. Saat ini aku tidak bisa menceritakan segala
kesulitan itu, karena banyak yang tidak kupahami.
Tapi kalian akan bisa melihatnya sendiri."
Bob sebenarnya hendak bertanya, tapi ia lupa
lagi mengenai persoalan apa. Kesibukan sehari itu
melelahkannya. Gerak mobil yang meluncur
dengan nyaman, seperti meninabobokkannya.
Matanya terpejam, dan tahu-tahu ia sudah terlelap.
Ia baru terbangun lagi ketika mobil berhenti.
Matahari sudah menghilang di balik punggung
bukit. Ternyata mereka sudah berada di depan
sebuah rumah tua yang besar, membelakangi
lereng yang curam. Rupanya rumah itu dibangun
dalam suatu lembah yang sempit tapi memanjang.
Tidak banyak yang bisa dilihat karena saat itu hari
sudah senja. Tapi samar-samar masih nampak
juga kelompok semak berjejer-jejer sejauh mata
memandang. Pasti itulah tanaman anggur yang
dipelihara Miss Lydia Green.
"Ayo bangun! Kita sudah sampai!" kata Pete.
Kini Bob benar-benar bangun. Sambil menahan
kuap, ia turun dari mobil. Sementara itu Chang
56
sudah mendului, mendaki undak-undakan kayu
yang agak tinggi menuju beranda rumah tua itu.
"Inilah Verdant House," kata Chang. "Kalian,
tentunya tahu, Verdant berarti Hijau. Bibiku
memilih nama itu untuk kebun anggur kami,
karena nama keluarga kami Green yang juga
berarti Hijau. Kini kalian akan kubawa menemui
bibiku itu. la ingin sekali berjumpa dengan kalian."
Mereka memasuki sebuah ruangan yang luas.
Dinding ruangar itu dilapisi dengan papan kayu
merah. Seorang wanita bertubuh jangkung, agak
kurus dan bersikap anggun keluar dari sebuah
kamar untuk menyambut mereka.
"Selamat sore, anak-anak muda," sapanya.
"Aku senang kalian bisa datang. Bagaimana
perjalanan kalian tadi?"
Setelah berbasa-basi sebentar, wanita itu
mengajak mereka masuk ke kamar makan.
"Kalian tentunya lapar sekarang," katanya,
"walau mungkin tadi sudah makan. Anak laki-laki
memang biasa merasa lapar terus. Karenanya
kutinggalkan kalian sendiri di sini supaya bisa
makan sepuas-puas hati, sambil mengobrol
dengan Chang. Besok kita akan berbicara.
Sekarang aku agak capek, karena sehari ini
keadaan sibuk terus dan merepotkan. Aku mau
cepat-cepat tidur."
Wanita itu memukul sebuah gong kecil. Sesaat
kemudian seorang wanita Cina yang sudah agak
tua muncul.
"Anda bisa menghidangkan makan malam
57
sekarang, Li," kata wanita itu, yang tadi sudah
memperkenalkan diri sebagai Lydia Green, bibi
Chang. "Chang mungkin ingin makan lagi
sekarang."
"Anak laki-laki selalu lapar," gumam wanita Cina
yang tua itu. "Kuberi makan supaya kenyang."
Setelah itu ia keluar lagi, sementara seorang
laki-laki masuk. Bob dan Pete langsung mengenalinya
kembali. Orang itu Harold Carlson, yang
mereka lihat sehari sebelumnya di Rocky Beach,
yaitu ketika ditemukan jerangkong putri Cina
dalam kamar rahasia di Green Mansion. Harold
nampak gelisah.
"Halo," sapanya dengan nada ramah. "Ketika
kita berjumpa kemarin dalam situasi yang begitu
aneh, sama sekali tak kusangka bahwa hari ini kita
akan berjumpa lagi di sini. Tapi " ia berhenti
sebentar, lalu menggelengkan kepala. "Terus
terang saja, aku sama sekali tidak bisa mengerti.
Begitu pula orang-orang di sini." Ia mengeluh.
"Aku tidur saja sekarang," kata Miss Green.
'"Good night, boys! Harold, maukah kau menolong
aku sebentar?
"Tentu saja, Bibi Lidya." Harold membimbing
bibinya dengan hati-hati, membantunya naik
tangga menuju ke tingkat atas. Sementara itu
Chang menyalakan lampu.
"Kalau sore, di lembah sini cepat sekali gelap,"
katanya menjelaskan. "Yah kita makan saja
sekarang, sementara aku melanjutkan keterangan
58
mengenai keluarga kami. Atau mungkin kalian
ingin bertanya?"
"Sekarang bukan waktu ngobrol!" tukas Li,
wanita Cina tua yang saat itu masuk lagi ke kamar
.makan sambil mendorong meja kecil yang beroda.
Di atas meja itu terhidang berbagai makanan.
"Sekarang saat makan bagi kalian. Makan yang
banyak, supaya bisa besar nanti. Ayo, duduklah!"
Melihat hidangan yang begitu sedap diatur di
meja, barUlah Bob merasa sangat lapar. Hidangan
di pesawat terbang tadi rasanya sudah lama sekali,
dan sangat sedikit!
Ketiga remaja itu menghampiri meja makan.
Tapi ketika me'reka hendak duduk, tiba-tiba dari
arah tingkat atas terdengar jeritan melengking.
Setelah itu sunyi!
"Itu suara Bibi Lydia!" seru Chang, sambil
melompat dari kursinya. "Ada sesuatu yang terjadi
di atas!"
la lari menuju tangga, disusul oleh Bob dan Pete,
diikuti oleh Li serta beberapa pelayan yang
tahu-tahu muncul.
Chang mendului lari naik tangga, lalu menyusur
sebuah gang. Di ujung itu nampak sebuah pintu
terbuka. Lampu kamar di belakang pintu itu
menyala. Harold Carlson kelihatan sedang membungkuk
di depan Miss Lydia Green, yang terkapar
di tempat tidur. Harold mengusap-usap pergelangan
tangan bibinya, sambil berbicara dengan
gugup.
"Bibi Lydia!" katanya memanggil-manggil.
59
Kemudian dilihatnya orang-orang yang datang
bergegas-gegas. "Li! Tolong ambilkan obat
pingsan!"
Wanita tua yang disuruh itu berjalan terseokseok
ke kamar mandi, dan sesaat kemudian
kembali dengan sebuah botol kecil. Ditonton oleh
para pelayan yang berkerumun di depan pintu, ia
menyodorkan botol kecil itu ke bawah hidung Miss
Green. Setelah beberapa saat nampak tubuh Miss
Green bergidik. Matanya terbuka.
"Aku pingsan, ya?" katanya. "Ya, aku tadi
menjerit, lalu pingsan. Baru sekali ini hal itu terjadi
seumur hidupku."
"Tapi apakah yang terjadi tadi, Bibi Lydia?" tanya
Chang dengan cemas. "Kenapa Anda menjerit?"
"Aku melihat hantu itu lagi," kata Miss Green
dengan suara gemetar. "Setelah mengucapkan
selamat tidur pada Harold, aku masuk ke kamarku.
Sebelum menyalakan lampu, aku berpaling ke
relung yang di sana itu."
Ia menuding sebuah relung sempit dekat
jendela.
"Kulihat jelas hantu itu berdiri di situ, la
menatapku dengan mata menyala-nyala. Ia
memakai jubah hijau, persis seperti yang dulu
biasa dipakai Paman Mathias. Aku yakin tadi itu dia,
walau mukanya kabur kecuali matanya yang
nampak jelas menyala-nyala menatapku."
Suaranya kini merendah. Berbisik-bisik. "la
kelihatannya marah padaku. Aku tahu pasti, ia
marah! Soalnya dulu ibuku pemah berjanji, setelah
60
Paman meninggal rumah yang di Rocky Beach
akan ditutup untuk selama-lamanya. Tidak akan
dijual, atau diapa-apakan! Kini aku melanggar janji
itu. Aku setuju untuk menjualnya. Jenazah istri
Paman terganggu ketenangannya dan kini
Paman Mathias marah padaku!"
61
Akhirnya Pete, Bob dan Chang bisa melanjutkan
makan malam, diselingi pembicaraan ramai.
Miss Green sudah tidur, setelah diberi minuman
penenang oleh Li. Wanita Cina itu rupanya kecuali
menjadi juru masak, juga merangkap selaku
pengurus rumah tangga di situ. Para pelayan juga
sudah disuruh kembali melakukan tugas masingmasing,
setelah diperingatkan dengan keras agar
jangan bercerita pada siapa pun juga tentang
kejadian yang baru lalu. Namun larangan itu sudah
pasti ada yang melanggarnya.
Mr. Carlson datang ke kamar makan. Wajahnya
nampak geiisah.
"Anda juga melihat hantu itu, Sir?" tanya Pete
padanya. Harold Carlson menggeleng.
"Aku tadi cuma mengantar Bibi Lydia sampai ke
depan pintu," katanya. "la masuk sendiri. Kamarnya
gelap. Ketika aku berpaling hendak pergi lagi,
tiba-tiba terdengar jeritannya. Dengan cepat aku
berpaling. Pintu kamar agak ternganga sedikit saat
itu. Aku melihat lampu kamar dinyalakan. Rupanya
Bibi Lydia baru saja hendak menghidupkan lampu,
ketika ia melihat yah, apa pun yang dilihatnya
62
Bab 6
KEJADIAN
TAK TERSANGKA
saat itu, tapi secara otomatis jarinya tetap menekan
tombol lampu. Setelah kamar terang-bederang,
tentu saja tidak ada lagi yang bisa dilihat.
Setidak-tidaknya, aku saat itu tidak melihat
apa-apa.
"Bibi mendekap mulutnya dengan tangan.
Matanya memancarkan kengerian. Sementara aku
bergegas masuk, ia roboh tidak sadarkan diri.
Untung aku masih sempat menangkapnya,
sehingga tidak terbanting ke lantai. Bibi kubaringkan
di tempat tidur. Ketika kalian masuk, aku
sedang menggosok-gosok pergelangan tangannya,
supaya ia siuman kembali."
Harold Carlson mengusap keningnya dengan
sikap bingung.
"Para pelayan pasti akan mempergunjingkan
kejadian tadi," katanya. "Mustahil mulut mereka
bisa dibungkam. Besok pagi kisah tentang hantu
yang muncul di sini pasti akan sudah tersebar luas
di seluruh iembah".
"Anda gelisah karena wartawan mungkin akan
mendengarnya lalu memuat berita itu dalam
koran?" tanya Bob.
"Bukan itu saja aku bingung membayangkan
akibat kejadian ini terhadap para pekerja di sini,"
jawab Harold Carlson. "Kurasa Bibi Lydia tentunya
sudah mengatakan lewat telepon bahwa kemarin
malam pun ia sudah melihat hantu itu dalam
kamarnya. Ya, kan?"
Bob dan Pete mengangguk.
"Nah kecuali dia, masih ada pula dua pelayan
63
wanita yang melihatnya, atau tepatnya, mengaku
melihatnya di beranda, sewaktu mereka sedang
duduk-duduk sambil mengobrol di situ. Keduanya
ketakutan setengah mati! Semula kusangka aku
sudah berhasil meyakinkan mereka bahwa itu
cuma khayalan mereka saja. Tapi ternyata
sangkaanku itu keliru. Sebab pagi ini di lembah
sudah tersebar desas-desus, bahwa hantu hijau
dari Rocky Beach sudah pindah ke sini. Para
pekerja kami sejak itu ramai membicarakannya."
"Jadi Anda merasa hantu itu menyebabkan
pekerja kita ketakutan, Paman Harold?" tanya
Chang.
"Betul!" jawab pamannya. "Hantu itu akan
merusak perusahaan kita. Kita akan bangkrut
karenanya!"
"Tapi kedua tamu kita ini tidak perlu direpotkan
urusan itu," katanya lebih lanjut. Suaranya sudah
tenang kembali, seakan-akan ia menyesali gejolak
perasaannya tadi. "Mungkin kalian ingin melihat
mutiara yang kutemukan kembali kemarin, ketika
kalian juga ikut hadir dalam kamar tersembunyi
itu?"
Tentu saja Bob dan Pete ingin melihatnya,
karena di Green Mansion hanya sempat memandangnya
sekilas saja.
Mr. Carlson mendului keluar dari kamar makan.
la menyusur gang, menuju suatu ruangan kantor
yang sempit. Di situ ada sebuah meja tulis yang
besar berbentuk lemari, yang bagian atasnya bisa
ditutup seperti kerai. Kecuali itu ada pula sejumlah
64
lemari untuk menyimpan dokumen, sebuah
pesawat telepon. Di pojok berdiri lemari besi besar
model kuno.
Harold Carlson berlutut di depan leman besi itu.
la memutar-mutar tombol untuk membuka
pintunya. Sesaat kemudian ia berpaling, lalu
mengharnpiri ketiga remaja itu sambil membawa
sebuah kotak kecil terbuat dari kardus. Kotak itu
diletakkannya di atas meja, lalu dibuka. Diambilnya
kalung yang tersimpan di dalam dan diletakkannya
pada alas meja yang berwarna hijau.
Bob dan Pete menjulurkan tubuh untuk melihat
lebih jelas, diikuti oleh Chang. Kalung itu terdiri dari
sejumlah mutiara yang besar-besar. Bentuknya
tidak ada yang rata, sedang warnanya aneh. Keiabu
kusam. Lain sekali dengan mutiara yang bulatbulat
dan berwarna putih kemerahan, seperti yang
dimiliki Mrs: Andrews, ibu Bob.
"Warnanya aneh," kata Pete mengomentari.
"Itulah sebabnya dijuluki Mutiara Hantu," kata
Mr. Carlson. "Kalau tidak salah mutiara macam
begini semuanya berasal dari suatu teluk kecil di
Samudra Hindia, dan sekarang sudah tidak
ditemukan lagi. Di kawasan Asia kaum bangsawan
sangat menyukai mutiara jenis ini. Aku tidak tahu
apa sebabnya, karena bentuknya tidak sempurna
dan warnanya juga sama sekali tidak menarik. Tapi
nilainya sudah pasti sangat tinggi. Aku tahu pasti,
kalung ini kalau dijual bisa berharga seratus ribu
dollar, atau bahkan lebih."
65
"Kalau begitu, Bibi Lydia akan bisa membayar
semua utangnya, sehingga perkebunan dan pabrik
anggur bisa diselamatkan," kata Chang. la
menambahkan, "Tentunya mutiara ini sekarang
menjadi miliknya, kan?"
"Persoalannya tidak segampang itu," kata Mr.
Carlson sambil menggelengkan kepala. "Kalung
ini dulu dihadiahkan Mathias Green pada putri Cina
itu, istrinya yang kedua. Jadi berdasarkan ketentuan
warisan, pemiliknya yang sah ialah kerabat
terdekat istri kedua itu."
"Tapi wanita itu kan sudah dikucilkan keluarganya,"
kata Chang. "Mereka sudah tidak menganggapnya
keluarga mereka lagi. Kecuali itu kerabatnya
lenyap entah ke mana selama kekacauan dan
peperangan yang berkecamuk di Cina waktu itu."
"Ya, aku juga tahu." Mr. Carlson mengusap
keningnya. "Tapi baru-baru ini aku menerima surat
dari seseorang pengacara bangsa Cina di San
Francisco. Dalam suratnya itu dikatakan bahwa
seorang kliennya mengaku keturunan saudara
perempuan istri kedua Mathias Green, la memperingatkan
aku agar menjaga kalung mutiara ini,
karena kliennya menuntut pengembaliannya.
Perkaranya akan diajukan ke pengadilan. Mungkin
setelah bertahun-tahun, baru akan ketahuan siapa
pemilik sah kalung ini."
Kening Chang berkerut. Kelihatannya ia hendak
mengatakan sesuatu. Tapi tiba-tiba terdengar
langkah orang bergegas-gegas datang di gang,
disusul ketukan di pintu.
66
"Masuk!" seru Harold Carlson, sementara
semua yang ada dalam kantor kecil itu berpaling
dan memandang ke pintu.
Pintu terbuka.
Seorang laki-laki setengah umur masuk ke
dalam. Tubuh orang itu gempal. Kulit mukanya
coklat terbakar matahari, sedang matanya menatap
tajam. la berbicara dengan napas memburu.
Ketiga remaja yang ada di situ sama sekali tak
diacuhkan olehnya.
"Sir," katanya pada Harold Carlson, "hantu itu
muncul di tempat peras anggur Nomor Satu. Tiga
orang Meksiko pemetik anggur melihatnya, dan
karenanya kini ketakutan. Sebaiknya Anda ikut ke
sana!"
"Aduh, gawat nih! Ya, aku datang, Jensen,"
keluh Mr. Carlson. Ia bergegas mengembalikan
kalung mutiara ke peti besi dan menutup pintunya.
Setelah itu ia cepat-cepat ke luar, diikuti oleh Bob,
Pete dan Chang. Mr. Carlson dan Jensen menuju
ke sebuah jip yang menunggu di depan rumah.
Begitu semua sudah naik, dengan segera
kendaraan itu berangkat Mereka menyusur
lembah yang sudah gelap.
Bob dan Pete repot berpegang supaya jangan
jatuh, sementara kendaraan itu meluncur terombang-
ambing di atas jalan tanah. Jadi apabila saat
itu belum malam pun, takkan banyak yang bisa
mereka lihat dari pemandangan sekeliling. Tapi
perjalanan itu hanya sebentar, tidak sampai lima
menit. Jip diberhentikan dengan tiba-tiba di luar
67
sebuah bangunan yang rendah. Diterangi lampu
mobil, nampak bahwa bangunan itu terbuat dari
beton dan bata beton. Kelihatannya masih baru.
Semua bergegas turun dari mobil. Keras sekali
tercium bau buah anggur dan sarinya yang baru
diperas.
"Jensen itu kepala pekerja yang menanam dan
memetik buah anggur," bisik Chang pada kedua
temannya.
Sementara Jensen memadamkan lampu besar
jip, seorang pemuda yang pakaiannya agak lusuh
muncul dari tempat gelap di dekat bangunan dan
datang menghampiri mereka.
"Nah ada yang kaulihat sejak aku pergi tadi,
Henry?" bentak Jensen. Pemuda yang ditanya
menggeleng.
"Tidak, Sir," katanya. "Saya tidak melihat
apa-apa."
"Mana pemetik anggur yang tiga orang tadi?"
tanya Jensen lagi. Sementara itu pemuda yang
datang sudah cukup dekat, sehingga dalam
keremangan nampak bahwa ia membentangkan
tangannya.
"Siapa yang bisa tahu?" katanya. "Begitu Anda
pergi, mereka langsung minggat. Mereka lari
pontang-panting, dan " pemuda itu tertawa geli,
"belum pernah saya melihat mereka lari sebelum
ini. Mungkin sekarang mereka ada di Verdant," ia
menuding ke arah sekelompok cahaya terang di
ujung seberang lembah, "dalam sebuah cafe dan
68
bercerita pada siapa saja yang mau mendengar
bahwa mereka baru saja melihat hantu!"
"Justru itulah yang tidak kukehendaki," kata
Jensen dengan geram. "Seharusnya kau menahan
mereka."
"Saya sudah berusaha menenangkan mereka,"
kata pemuda itu. "Tapi mereka tidak mau
mendengar, karena terlalu takut."
"Yah nasi sudah menjadi bubur," kata Harold
Carlson dengan nada lesu. "Apa sebetulnya! yang
diperbuat orang-orang itu di sini setelah gelap?"
"Saya yang meminta mereka datang menemui
saya di sini, Sir," kata Jensen. ''Mereka itulah yang
mula-mula menyebarkan desas-desus tentang
hantu. Saya bermaksud hendak menyuruh mereka
tutup mulut, kalau tidak ingin dipecat. Tapi saya
terlambat datang. Sementara mereka menunggu,
rupanya orang-orang itu merasa seperti melihat
sesuatu. Saya yakin bahwa yang nampak itu cuma
khayalan mereka saja. Habis begitu sering
mereka mengoceh tentang hantu, sehingga
akhimya menyangka benar-benar rnelihatnya."
"Apakah itu khayalan atau tidak, yang jelas
keadaan sudah terlanjur," kata Harold Carlson.
"Coba kau pergi ke desa untuk menenangkan
mereka, walau mungkin percuma saja."
"Baiklah, Sir. Apakah Anda semua perlu saya
antarkan pulang dulu?"
"Ya, dan " Harold Carlson tertegun, lalu
menepuk keningnya sambil berseru kaget.
69
"Astaga!" katanya. "Chang! Setelah mengembalikan
kalung mutiara tadi ke dalam peti besi,
pintunya kukunci lagi atau tidak?"
"Saya tidak tahu, karena saat itu Anda ada di
depannya jadi saya tidak bisa melihat," jawab
Chang.
"Tapi saya melihatnya," sela Pete. Kemudian ia
berusaha mengingat-ingat, apa sebetulnya yang
dilihatnya ketika dalam kantor tadi. "Anda
memasukkan kalung ke dalam lalu menutup
pintu dan memutar pegangannya "
"Ya, ya, betul," kata Harold Carlson memotong,
"tapi tombol kuncinya kuputar atau tidak?"
Pete berusaha mengingat-ingat. Ia tidak begitu
yakin, tapi
"Tidak, Mr. Carlson," katanya kemudian. "Saya
rasa Anda tidak menguncinya."
Harold Carlson mengeiuh.
"Kurasa juga begitu," katanya. "Aku tadi pergi
begitu saja, sementara lemari besi kubiarkan tak
terkunci. Padahal Mutiara Hantu ada di dalamnya.
Cepat, Jensen antarkan aku pulang dulu.
Setelah itu kau kembali lagi ke sini untuk
menjemput ketiga remaja ini."
"Baiklah. Nih, Chang pegang senterku."
Jensen menyerahkan senternya yang bercahaya
terang ke tangan Chang. Setelah itu ia dan Carlson
bergegas meloncat ke atas jip yang langsung
berangkat.
"Astaga!" kata Bob, memecah kesunyian yang
menyusul. "Mula-mula di rumah, lalu kemudian di
70
sini. Tapi kenapa semuanya begitu mengkhawatirkan
omongan orang, Chang?"
Tanpa disadari, ketiga remaja itu saling
mendekat di tengah kegelapan malam sunyi, yang
hanya dipecahkan oleh bunyi jengkerik.
"Soalnya, saat ini musim memetik buah anggur
sedang berjalan," kata Chang. "Buah anggur mulai
ranum dan harus dipetik, lalu setelah itu diangkut
ke tempat pemerasan untuk diambil sarinya.
Setiap hari ada buah anggur yang ranum. Kalau
tidak cepat-cepat dipetik, akibatnya buah itu terlalu
ranum sehingga anggurnya tidak begitu enak. Atau
bahkan mungkin pula buah itu membusuk.
"Untuk memetiknya diperlukan tenaga banyak
orang. Tapi pekerjaan itu merupakan kerja
musiman. Jadi banyak di antara pekerja yang
datang ke sini khusus pada musim petik, dan
setelah itu pergi lagi ke tempat lain. Pekerja-pekerja
itu ada yang orang Meksiko, ada pula bangsa
Amerikanya, dan sebagian lagi orang-orang
keturunan Asia. Tapi semuanya orang-orang
miskin yang bekerja membanting tulang dan
sangat percaya pada takhyul.
"Mereka itu sudah gelisah saja, sejak mulai ada
berita dalam koran-koran mengenai hantu hijau di
Rocky Beach. Kini, apabila hantu itu ada di Verdant
Valley, banyak dari para pekerja itu akan lari
ketakutan dari sini. Mereka akan minta berhenti,
dan kami tidak bisa memperoleh pekerja Iain
sebagai pengganti. Sebagai akibatnya, buah
anggur akan membusuk, sehingga panen kali ini
71
gagal. Perusahaan kami akan menderita kerugian
besar. Aku tahu pasti bibiku bingung karena
perusahaan banyak utang dan setiap sen yang
masuk sangat besar artinya."
"Aduh, gawat juga kalau begitu," kata Pete
dengan kikuk. "Dan semuanya terjadi karena
rumah moyangmu dibongkar dan arwahnya
terpaksa gentayangan ke mana-mana."
"Tidak!" kata Chang berkeras. "Aku tidak
percaya bahwa itu arwah moyangku. Ia takkan mau
merugikan keluarganya sendiri. Pasti itu hantu
jahat yang ingin mengganggu kami."
Chang berbicara dengan nada begitu yakin,
sehingga Bob ingin sekali bisa mempercayai
kata-katanya itu. Tapi Bob hadir sendiri di Green
Mansion. Dengan mata sendiri ia melihat sosok
tubuh kabur berjubah hijau itu. Jadj^ ia terpaksa
berpendapat, Chang pasti keliru.
Selama beberapa saat ketiga remaja itu
membisu. Mereka memikirkan tindakan selanjutnya.
Akhirnya Bob yang paling dulu membuka
mulut.
"Jika hantu itu dilihat orang di sini," katanya,
"kita perlu membuka mata! Siapa tahu, kita akan
bisa melihatnya lagi."
"Yah kurasa betul juga katamu itu," kata Pete
segan-segan. "Tapi perasaanku lebih enak apabila
Jupe juga ada di sini."
"Hantu itu tidak mengganggu siapa-siapa," kata
Chang, "la cuma menampakkan diri saja. Jadi kita
tidak perlu takut. Dan kalau betul itu arwah
72
moyangku, pasti ia tidak bermaksud jahat. Aku
sependapat denganmu, Bob. Kita periksa saja
sebentar di sekitar tempat pemerasan anggur.
Mungkin hantu itu masih ada di situ."
Ia mengajak Bob dan Pete mengelilingi
bangunan. Kelihatannya ia mengenal baik tempat
itu. Senter tidak dinyalakan olehnya, karena
menurut pendapatnya cahaya terang akan menyebabkan
mereka tidak bisa melihat hantu hijau itu.
Mereka memandang dengan mata terpicing.
Tapi tidak ada yang nampak di samping bayangan
bangunan yang gelap. Sambil berjalan, Chang
menjelaskan bahwa bangunan itu tempat pemerasan
anggur yang baru selesai dibuat.
"Di sini buah anggur yang ranum dimasukkan
ke dalam tangki-tangki besar," katanya. Semacam
roda putar bersekop melumat buah itu dan
memeras sarinya, yang kemudian mengalir ke
dalam tangki penampung. Dari tangki itu sari
anggur dipompakan ke dalam tahang-tahang yang
terdapat dalam ruangan bawah tanah. Ruangan itu
sebetulnya gua-gua yang digali dalam gunung di
dekat sini. Dalam gua-gua itu suhu dan keiembaban
tetap sama sepanjang tahun. Sari anggur
dibiarkan dalam tahang-tahang itu sampai meragi.
dan akhirnya menjadi minuman yang nikmat."
Tapi Bob tidak begitu memperhatikan penjelasan
itu, karena ia masih berusaha mencari-cari
kalau ada sesuatu yang kelihatannya seperti sosok
tubuh bersinar suram. Tapi tak ada yang kelihatan,
walau mereka sudah mengelilingi bangunan itu.
73
"Kita lebih baik masuk saja ke dalam," kata
Chang kemudian. "Akan kutunjukkan pada kalian
mesin-mesin dan tangki-tangki yang ada di dalam.
Semua masih serba baru. Tempat ini dibangun
tahun yang lalu. Waktu itu banyak mesin baru yang
dibeli Paman Harold, dan karenanya utang kami
tidak sedikit. Itulah sebabnya saat ini Bibi Lydia
bingung. la merasa khawatir tidak bisa membayar
utang."
Saat itu nampak cahaya lampu mobil datang
mendekat. Tidak lama jip yang tadi berhenti dekat
mereka.
"Naiklah," kata Jensen pada ketiga remaja itu.
"Kalian akan kuantarkan pulang ke rumah. Tapi
sebelumnya aku ada urusan sebentar di desa. Aku
harus mencari ketiga pekerja yang mengaku
melihat hantu itu. Aku harus menyuruh mereka
tutup mulut, sambil berusaha menenangkan
suasana."
"Terima kasih, Mr. Jensen," kata Chang, "tapi
kami jalan kaki saja pulang. Dari sini kan tidak
begitu jauh. Paling-paling cuma satu mil lebih
sedikit. Ini senter Anda. Bulan sudah muncul,
jadi kami bisa melihat jalan tanpa bantuannya."
"Terserah," kata laki-laki bertubuh kekar itu.
"Mudah-mudahan saja ketiga pemetik anggur itu
tidak menyebabkan semua pekerja kita ketakutan.
Kalau itu sampai terjadi, pasti takkan sampai
selusin yang muncul bekerja besok."
Setelah itu jeep berangkat lagi, menderu menuju
sekelompok cahaya yang nampak agak jauh
74
dalam lembah. Pasti itulah desa yang disebut
Jensen tadi.
"Kau kan tidak keberatan kalau kita jalan kaki
pulang, Bob?" tanya Pete pada temannya.
"Kakiku sudah cukup kuat," kata Bob, lalu
menjelaskan pada Chang. "Dulu sewaktu aku
masih kecil ka,kiku pernah patah, karena jatuh dari
bukit. Sebagai akibatnya aku terpaksa memakai
penopang, sampai minggu lalu. Tapi Dr. Alvarez
kemudian membukanya dan mengatakan bahwa
aku sekarang sudah sembuh. Aku perlu banyak
berlatih berjalan, supaya kakiku yang habis cedera
bisa kuat kembali."
"Kita tidak perlu cepat-cepat," kata Chang.
Dengan santai ketiganya menyusur jalan berdebu
diremangi cahaya bulan. Di sekeliling tercium bau
anggur yang ranum. Selama beberapa saat Chang
berjalan sambil membisu.
"Maaf," katanya kemudian, "aku sedang memikirkan,
betapa besar bencana yang akan dialami
Verdant Valley karena urusan harttu ini. Para
pekerja kami akan minggat semua, seperti kataku
tadi. Panen anggur akan gagal. Sebagai akibatnya,
kami akan menderita kerugian besar. Bibi Lydia
takkan bisa membayar utangnya, dan karenanya
Verdant Valley akan disita.
"Itulah sebabnya aku diam saja. Aku cemas
memikirkan masalah yang dihadapi Bibi Lydia.
Aku tahu, kebun dan usaha anggur ini sangat
berarti baginya. Soalnya, ibunya dan kemudian
Bibi Lydia sendiri seumur hidup mencurahkan
75
seluruh perhatian untuk membangun usaha ini.
Kalau sekarang ambruk, pasti ia akan patah
semangat. Tapi-masih ada satu harapan! Apabila
persoalan hak milik Mutiara Hantu bisa diselesaikan,
dan terbukti bukan orang lain pemiliknya yang
sah, maka Bibi akan bisa menjualnya dengan
harga tinggi. Dan dengan hasil penjualan itu, ia
akan bisa membayar semua utangnya."
"Mudah-mudahan saja begitu perkembangannya,"
kata Pete. "Tapi bagaimana pendapatmu,
Chang? Yang muncul itu hantu moyangmu atau
bukan?"
"Entahlah, aku tidak tahu," kata Chang
lambat-iambat. "Tak masuk di akalku bahwa
arwah moyangku bermaksud jahat, walau semasa
hidupnya ia terkenal berwatak keras. Kami di Cina
tidak menolak kemungkinan adanya makhluk
halus, baik yang baik maupun yang jahat. Kurasa
ini perbuatan roh jahat, dan bukan moyangku. Ya
ini pasti roh jahat!"
Sementara itu mereka sudah sampai di rumah.
Beberapa lampu di dalam menyala. Tapi keadaan
di dalam sunyi sepi. Ketiga remaja itu naik ke
rumah lalu masuk. Chang kelihatannya agak heran
menemukan ruang duduk yang besar dalam
keadaan kosong.
"Para pelayan sudah tidur semuanya," katanya,
"tapi aku tadi menyangka Paman Harold pasti ada
di sini. Ia mengatakan ingin mengajukan beberapa
pertanyaan pada kalian. Mungkin ia ada di
kantornya."
76
la mendului pergi ke kantor itu. Pintunya ternyata
tertutup. Ketika Chang mengetuk, dari dalam
terdengar suara mengerang disertai bunyi berdebum-
debum.
Chang kaget, lalu cepat-cepat membuka pintu.
Ketiga remaja itu tercengang. Mereka menatap
Harold Carlson yang tergeletak di lantai. Pergelangan
tangan dan kakinya terikat erat dengan tali dan
disatukan di belakang punggungnya. Kepalanya
diselubungi dengan kantong kertas.
"Paman Harold!" seru Chang, lalu bergegas
masuk dan menarik kantong kertas dari kepala
pamannya. Mata Harold Carlson terbelalak, sementara
bibirnya bergerak-gerak. Tapi ia tidak bisa
mengatakan apa-apa, karena mulutnya tersumbat.
"Jangan coba bicara, dulu," kata Chang cepat,
"kami akan membebaskan Paman!"
Diambilnya pisau lipat dari kantongnya lalu
dipotongnya saputangan yang menyumbat mulut
pamannya. Kemudian, sementara pamannya itu
masih mengap-mengap menarik napas, Chang
sudah memotong tali yang mengikat pergelangan
kaki dan tangannya. Setelah bebas, Mr. Carlson
duduk sambil mengusap-usap pergelangannya.
"Apakah yang terjadi tadi?" tanya Pete.
"Ketika aku kembali ke rumah langsung masuk
ke sini, aku disergap oleh seseorang yang sudah
menunggu di balik pintu. Sedang seseorang lagi
menyumbat mulutku, lalu mengikat kaki dan
tanganku. Aku dibanting ke lantai, lalu kepalaku
77
diselubungi kantong kertas. Aku mendengar pintu
lemari besi terbuka dengan keras astaga!
Lemari besi!"
Dengan cepat ia berpaling dan bergegas
menghampiri lemari besi yang besar. Nampak
jelas bahwa pintunya terbuka sedikit. Mr. Carlson
membentangkannya lebar-lebar, lalu meraih ke
dalam. Tapi ketika ditarik lagi, ia tidak memegang
apa-apa.
Harold Carlson menatap tangannya dengan
mata terbelalak. Mulutnya komat-kamit.
"Mutiara Hantu dicuri orang!" katanya
dengan serak.
78
Bab 7
JUPITER BERAKSI
Sudah sejam lamanya Jupiter Jones duduk
seorang diri di ruang duduk rumah tempat ia
tinggal bersama Paman Titus dan Bibi Mathilda. Ia
sedang sibuk berpikir, sambil memijit-mijit bibir
bawahnya. Tahu-tahu ia meluruskan sikap dan
berteriak sekeras mungkin. Setelah itu ia menyandarkan
diri, seakan menunggu. Mukanya merah
sehabis berteriak.
Sesaat kemudian terdengar langkah orang
datang di luar. Pintu depan terbuka dengan cepat.
Konrad, pembantu Paman Titus yang bertubuh
kekar dan berambut pirang, menjengukkan kepala
ke dalam. Ditatapnya Jupiter dengan mata
terbelalak.
"Siapa yang baru saja berteriak, Jupe?" tanya
orang itu. Nampak jelas bahwa ia kaget.
"Aku yang berteriak," jawab Jupiter. "Jadi kau
mendengarnya, ya?"
"Tentu saja!" tukas Konrad. "Jendela di sini
terbuka, jendela tempatku juga terbuka jadi
tentu saja aku mendengarmu! Kedengarannya
kayak kau tadi menduduki paku, atau tersandung."
79
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
Jupiter memandang dengan kesal ke arah
jendela di belakangnya yang terbuka.
"Kenapa kau berteriak, Jupe?" tanya Konrad.
"Kulihat di sini semuanya beres!"
"Memang kecuali aku lupa bahwa jendela
terbuka," jawab Jupiter.
"Kalau begitu, kenapa berteriak?" tanya Konrad
berkeras.
"Aku sedang latihan menjerit," kata Jupiter.
"Kau benar tidak apa-apa, Jupe?" tanya Konrad.
"Maksudku, tidak sakit misalnya?"
"Aku baik-baik saja," kata Jupiter. "Kembali
sajalah ke tempatmu. Malam ini aku takkan
berteriak lagi."
"Syukurlah kalau begitu," kata Konrad. "Aku
benar-benar kaget tadi."
Konrad menutup pintu, lalu kembali ke rumah
kecil yang ditinggalinya bersama saudaranya,
Hans. Rumah itu letaknya sekitar lima puluh meter
di belakang tempat tinggal keluarga Jones.
Sementara itu Jupiter masih tetap duduk di
tempat semula. Otaknya berputar keras. la merasa
ada suatu gagasan tertentu yang akan timbul
gagasan mengenai hantu hijau! Tapi walau sudah
dipusatkannya seluruh pikiran, gagasan itu tidak
mau terbayang secara jelas. Akhirnya ia mendesah.
Jupiter sudah putus asa. Lagi pula saat itu sudah
waktunya tidur. Hari sudah larut malam.
Sementara menaiki tangga menuju tingkat atas,
ia teringat pada kedua temannya. Ia ingin tahu, apa
80
yang dilakukan Pete dan Bob saat itu di Verdant
Valley.
Seolah-olah menjawab pikirannya itu, tahu-tahu
pesawat telepon berdering. Ternyata Bob yang
menelepon dari Verdant Valley.
"Ada apa, Bob?" tanya Jupiter dengan bersemangat.
"Kalian melihat hantu hijau itu?"
"Bukan kami, tapi Miss Green," kata Bob.
Suaranya kedengaran bergairah. "Kecuali itu ada
lagi kejadian lain yang menggemparkan. Di sini "
"Tenang, tenang!" sela Jupiter. "Jangan terburu-
buru. Ceritakan segala-galanya, dengan
tenang dan berurutan. Jangan lupakan sedikit
pun!"
Itu tidak mudah bagi Bob, karena ia ingin
langsung melaporkan bahwa Mutiara Hantu hilang
dicuri orang. Tapi Jupiter selalu menekankan
perlunya memaparkan segala fakta yang ada
secara berurutan. Temannya itu juga mengatakan
jangan sampai ada yang ketinggalan, karena hal
yang kelihatannya sangat sepele pun mungkin
kemudian ternyata penting sekali artinya. Karenanya
Bob lantas memulai laporannya dengan
menceritakan perjumpaan dengan Chang Green,
disusul dengan kejadian-kejadian berikut.
Akhirnya ia sampai juga pada peristiwa pencurian
mutiara. Kejadian itu diceritakannya secara
terperinci.
"Hmmm," gumam Jupiter, ketika Bob berhenti
sebentar untuk mengatur napas. "Ini perkembangan
yang sama sekali tak tersangka. Lalu sekarang
81
bagaimana perkembangan selanjutnya di situ?
Apakah sudah diadakan pemeriksaan?"
"Mr. Carlson sudah memanggil petugas hukum
setempat, Sheriff Bixby," kata Bob. "Tapi petugas
itu sudah tua! Kelihatannya ia tidak tahu apa yang
harus dilakukan. Rumah ini letaknya tidak dalam
kota, jadi tidak ada polisi yang bisa dihubungi. Yang
ada cuma sheriff serta wakilnya, yang tidak
henti-hentinya mengucap, 'Astaga'!"
Jupiter tertawa geli.
"Tapi sheriff kemudian mengajukan suatu
teori," kata Bob meneruskan laporannya. "Menurut
katanya, pasti mutiara itu dicuri penjahat yang
datang dari kota besar, setelah membaca
berita-berita ramai mengenainya dalam korankoran.
Penjahat-penjahat itu setelah melihat Mr.
Carlson bergegas pergi, lalu menyelinap masuk
lewat jendela samping. Mereka langsung mengambil
mutiara itu dari lemari besi dan sedang sibuk
mencari barang-barang lain yang berharga, ketika
tahu-tahu Mr. Carlson kembali. la langsung
disekap dari belakang begitu masuk, lalu diringkus
dan kepaianya diselubungi kantong kertas supaya
tidak bisa melihat apa-apa. Yang diketahuinya
cuma bahwa seorang di antaranya bertubuh
pendek tapi kekar. Menurut pendapat sheriff, para
penjahat itu kini pasti sudah di tengah jalan
kembali ke kota. Ia akan menelepon polisi kota San
Francisco, walau dirasakannya takkan banyak
gunanya."
82
Jupiter mencubit bibir. Teori yang dikemukakan
Sheriff Bixby cukup logis. Mengingat begitu banyak
pemberitaan dalam koran mengenai kalung
mutiara itu, rasanya malah aneh apabila tidak ada
kawanan pencuri dari kota besar yang mencari
kesempatan untuk mencurinya. Dasar sedang sial,
karena terburu-buru Mr. Carlson lupa mengunci
lemari besi ketika ia pergi. Jadi bagi para pencuri
itu persoalan menjadi sangat mudah!
Tapi walau begitu masih timbui pertanyaan
dalam hati Jupiter, adakah hubungan antara hantu
hijau dengan peristiwa pencurian kalung mutiara?
la tidak bisa membayangkan hubungan apa, tapi
siapa tahu!
"Kalian berdua harus tetap waspada, Bob,"
katanya kemudian. "Aku kepingin sekali bisa hadir
di situ saat ini," tambahnya, "tapi apa boleh buat
aku harus tetap di sini, karena Paman Titus dan
Bibi Mathilda paling sedikit baru besok kembali.
Kalau ada kejadian baru, kau segera menelepon
aku, ya!"
Selesai menelepon, Jupiter berpikir-pikir sebentar.
la sebetulnya masih ingin merenungkan
laporan Bob tadi, tapi kantuknya tidak bisa ditahan
lagi. la langsung merebahkan diri ke tempat tidur.
Jupiter tidur nyenyak. Dalam tidur ia bermimpi,
mendengar suara yang rasanya seperti tidak asing,
tapi tidak bisa dikenal dengan jelas.
Keesokan harinya ia tidak bisa mengingat lagi
apa yang dimimpikannya.
83
Ia sebenarnya berharap hari itu pekerjaan tidak
begitu banyak, supaya ia bisa memikirkan hal-hal
yang dilaporkan Bob malam sebelumnya. Tapi
harapannya sia-sia. Hari itu ia sibuk sekali melayani
orang-orang yang datang untuk menjual atau
membeli barang bekas. Walau sudah dibantu oleh
Konrad, tapi boleh dibilang tak pernah ada waktu
luang lima menit saja yang bisa dimanfaatkannya
untuk bierpikir. Tapi akhirnya kesibukan menyusut
setelah pukul lima sore.
Jupiter mengambil keputusan dengan cepat,
karena ia tiba-tiba mendapat akal. la memperoleh
gagasan penting.
"Konrad," katanya pada pembantu Paman Titus,
"kau sajalah yang meneruskan menjaga toko.
Kalau sudah pukul enam nanti, tutup saja. Aku
sekarang hendak melakukan penyelidikan sedikit."
"Beres, Jupe," kata Konrad dengan ramah.
Jupiter naik sepeda menuju daerah berhutan
yang letaknya dekat sebuah sungai. Di situlah
letaknya Green Mansion. Ketika ia memasuki
pekarangan rumah yang akan dibongkar itu,
dilihatnya ada mobil polisi berhenti di depan
rumah. Ketika Jupiter mendekat, dilihatnya seorang
polisi menjuJurkan badan dari dalam mobil.
"Ayo terus, Nak," kata polisi itu dengan nada
agak lesu. "Sedari pagi kerjaku tidak lain kecuali
mengusir orang-orang iseng yang ingin menonton
dan mencuri suvenir di sini."
Jupiter turun dari sepedanya, lalu merogoh
kantong.
84
"Banyakkah orang yang datang ke sini?"
tanyanya.
"Ya sejak hantu itu muncul," kata polisi itu.
"Kami ditugaskan di sini, untuk mencegah jangan
sampai ada barang-barang yang diambil orang
iseng. Sekarang pergilah! Aku sudah bosan
mengusir orang terus."
"Saya bukannya hendak mencari suvenir," kata
Jupiter. "Anda kemarin tidak melihat saya datang
bersama Chief Reynolds, ketika kamar tersembunyi
itu ditemukan?"
Kini polisi itu menatapnya dengan lebih
seksama. Polisi itu kemarin memang ada di situ.
Ialah yang menjaga di luar.
"Ya betul juga," katanya kemudian, "Kau
memang datang bersama atasanku."
Jupiter mengeluarkan selembar kartu nama dari
kantong, lalu disodorkannya pada polisi itu. Pada
kartu itu tertera,
TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
? ? ?
Penyelidik Pertama Jupiter Jones
Penyelidik Kedua Pete Crenshaw
Catatan dan Riset Bob Andrews
Polisi itu sebetulhya hendak nyengir, tapi tidak
jadi. la sempat ingat bahwa Jupiter kemarin datang
naik mobil Chief Reynolds.
"Jadi kau ini penyelidik, ya?" katanya. "Kau
menyelidiki sesuatu untuk Chief?"
85
"Saat ini aku menyelidiki sesuatu, yang apabila
ternyata benar pasti akan menarik baginya," jawab
Jupiter. Ia lantas memaparkan apa yang hendak
dilakukan. Polisi itu mengangguk.
"Kurasa itu bisa," katanya. "Masuklah!"
Sambil menghampiri rumah tua itu, Jupiter
memperhatikannya dengan seksama. Bentuknya
kokoh dan berdinding tebal, seperti nampak pada
bagian samping yang sudah dibongkar sebagian.
Kini Jupiter masuk ke dalam. la tidak bermaksud
membuang-buang waktu dengan meneliti apakah
barangkali masih ada kamar rahasia lainnya di situ.
Soalnya, menurut Chief Reynolds rumah itu sudah
diperiksa dengan teliti sampai ke setiap pojok.
Jupiter langsung menaiki tangga, menuju ke
tingkat atas. Sesampai di ujung atas tangga ia
berpaling lalu menjerit!
Ia menunggu semenit di situ. Lalu turun lagi ke
tingkat bawah. Di situ ia berteriak sekali lagi.
Setelah itu ia ke luar, mendatangi polisi yang masih
ada di depan.
"Nah?" kata Jupiter. "Anda dengar tadi?"
"Aku mendengarmu menjerit dua kali," jawab
polisi itu. "Sekali samar-samar dan yang kedua
kalinya lebih nyaring sedikit. Pintu rumah tertutup
sih!"
"Pintu juga tertutup waktu hantu muncul," kata
Jupiter. Ia memandang berkeliling. Dilihatnya di
sudut rumah ada semak hias yang lebat.
"Sekarang coba dengarkan lagi," katanya, lalu
menuju ke semak itu.
86
la berdiri di balik semak. Sambil menjulurkan diri
agak ke samping, ia berteriak sekali lagi
sekuat-kuatnya. Setelah itu ia kembali ke mobil
patroli. Polisi yang duduk di dalam mengangguk.
"Ya, itu kudengar jelas," katanya. "He apa
sebetulnya yang hendak kaubuktikan dengannya?"
"Aku ingin mengusut di mana hantu berada
ketika menjerit," kata Jupiter. "Berdasar pengamatanku,
mestinya di luar rumah. Sebab kalau
menjerit sewaktu ada di dalam, wah paruparunya
harus kuat sekali sehingga jeritannya
terdengar jelas."
"Masa hantu punya paru-paru," kata polisi itu
sambil tertawa geli. Tapi Jupiter sama sekali tidak
tersenyum.
"Itulah maksudku," katanya. Dilihatnya polisi itu
menggaruk-garuk kepala. Ketika ia melangkah
menghampiri sepedanya, polisi itu memanggilnya.
"He ketiga tanda tanya di kartumu, apa
artinya?"
Nyaris saja Jupiter tertawa. Tapi sempat ditahan
olehnya. la merasa senang, karena tanda tanya itu
memang selalu menarik perhatian.
"Itu lambang kami," katanya dengan lagak
orang dewasa. "Artinya misteri yang belum
dipecahkan, teka teki yang tak terjawab dan
masalah yang memerlukan penyelesaian."
Seteleh itu ia pergi dengan sepedanya, meninggalkan
polisi yang masih menggaruk-garuk kepala
dengan bingung. Tapi cuma beberapa blok saja ia
87
bersepeda. Kini ia berada di daerah pemukiman
modern dan rapi, yang letaknya bersebelahan
dengan pekarangan Green Mansion yang luas.
Di kantongnya ada guntingan koran setempat
dengan nama dan alamat empat orang yang
melapor pada polisi. Mereka itu termasuk
kelompok yang bersama Bob dan Pete melihat
hantu dan mendengarnya menjerit.
Jupiter mendatangi alamat yang posisinya
paling jauh dari Green Mansion. Ketika ia sampai di
situ, sebuah mobil datang dan langsung masuk ke
pekarangan. Seorang laki-laki turun dari kendaraan
itu. la bernama Charles Davis, satu dari keempat
orang itu. Dengan senang hati ia menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Jupiter
padanya.
Ternyata pada malam yang menjadi persoalan,
ia sedang duduk-duduk di beranda rumahnya
beserta seorang tetangga yang tinggal di seberang
jalan. Mereka berdua sedang duduk-duduk sambil
merokok dan mengobrol tentang pertandingan
baseball. Kemudian dua orang laki-laki lewat di
depan rumah dan menyapa mereka. la tidak kenal
pada mereka, tapi menurut dugaannya pasti
tetangganya juga; Kedua laki-laki itu mengajaknya
berjalan-jalan untuk melihat Green Mansion di
bawah sinar bulan, sebelum bangunan itu
dibongkar. Satu di antara kedua laki-laki itu,
seseorang bersuara berat, begitu pandai membujuk
sehingga akhirnya Davis mau ikut. Begitu pula
tetangga yang sedang mengobrol dengannya.
88
Sebelum berangkat Davis masih sempat mengambil
dua senter dari garasi. Satu diserahkannya
pada temannya.
Mereka berempat lantas berjalan menuju Green
Mansion. Di tengah jalan mereka melihat dua
orang lagi yang juga tinggal di kompleks
pemukiman itu. Laki-laki yang bersuara berat
mengajak mereka ikut. Orang itu pintar sekali
membujuk. Katanya, pasti asyik melihat rumah
yang katanya berhantu pada saat malam terang
bulan. Sambil tertawa ia menambahkan, siapa tahu
mungkin mereka akan melihat hantu itu.
"Dia benar-benar mengatakan begitu? Maksud
saya, bahwa ada kemungkinan akan melihat
hantu?" tanya Jupiter.
"Kurang lebih begitulah ucapannya," jawab
Davis sambil mengangguk. "Dan ternyata kami
benar-benar melihatnya. Kalau dipikir-pikir, kejadian
itu aneh sekali."
"Anda tidak kenal dengan kedua laki-laki yang
pertama itu?" tanya Jupiter.
"Satu di antaranya, rasa-rasanya pernah kulihat,"
kata Charles David, "tapi yang satu lagi tidak!
Tapi mestinya ia juga tinggal di daerah sini. Cukup
banyak tetangga yang belum saling mengenal.
Kebanyakan dari kami baru setahun tinggal di
sini."
"Kelompok Anda waktu itu terdiri dari beberapa
orang, ketika sampai di rumah itu?" tanya Jupiter
lagi.
89
"Kami berenam," jawab Davis. "Walau ada yang
mengatakan tujuh, tapi aku tahu pasti kami
berenam ketika memasuki pekarangan situ. Tentu
saja mungkin ada lagi orang yang menyusul,
karena ingin tahu! Setelah jeritan terdengar dan
perhatian kami terarah ke dalam rumah, tak ada
lagi yang begitu peduli berapa jumlah kami waktu
itu. Lagi pula saat itu sangat gelap. Bulan belum
terbit. Kemudian kami memecah, setelah pergi
dari rumah itu. Aku, tetanggaku yang di depan
serta tetangga yang dua lagi berpendapat,
sebaiknya kami melaporkan kejadian itu pada
polisi. Aku tahu apa yang terjadi dengan yang dua
lagi. Mungkin mereka tidak ingin nama mereka
dimuat dalam koran."
Saat itu seekor anjing terrier kecil berbulu
keriting datang berlari-lari melintasi pekarangan,
lalu melonjak-lonjak menyambut Charles Davis.
"Duduk, ayo duduk!" kata orang itu sambil
tertawa senang. Ditepuk-tepuknya anjing itu, yang
membaringkan diri di atas rumput dengan lidah
terjulur ke luar.
Jupiter teringat lagi pada laporan Bob, bahwa
satu dari kelompokyang datang ke Green Mansion
malam itu membawa seekor anjing. Hal itu
ditanyakannya pada Davis.
"Betul waktu itu aku membawa si Domino
ini," kata orang itu. "Aku mengajaknya, karena aku
biasa berjalan-jalan dengan dia kalau sore."
Jupiter memperhatikan anjing itu yang mengangakan
moncongnya dengan lidah terjulur ke
90
luar. Kelihatannya seperti menertawakan dirinya,
seolah-olah mengetahui sesuatu yang tidak
diketahui oleh Jupiter. Kening remaja itu berkerut.
Lagi-lagi ia merasa ada sesuatu yang mengusik
pikirannya. Tapi ia tidak bisa tahu dengan jelas, apa
yang mengganggunya itu.
Ia masih mengajukan beberapa pertanyaan lagi.
Tapi ternyata tidak ada keterangan baru yang bisa
ditambahkan. Karena itu Jupiter mengucapkan
terima kasih, lalu pergi.
la bersepeda lambat-lambat, kembali ke rumahnya.
Sementara itu otaknya bekerja keras. Ketika ia
sampai di tempat penimbunan barang loak,
ternyata pintu gerbang utamanya sudah tertutup.
Matahari sudah terbenam. Ternyata ia lebih lama
pergi dari perkiraannya semula.
Konrad ditemukannya sedang santai di rumahnya,
mengisap pipa.
"Halo, Jupe," sapa orang orang itu, ketika
melihat Jupiter masuk. "Kau kelihatannya kayak
habis sibuk berpikir. Tampangmu keriting!"
"Kau kemarin malam mendengar aku menjerit
kan, Konrad?" kata Jupiter, tanpa mengacuhkan
gangguan laki-laki yang baik hati itu.
"Tentu saja kedengarannya kayak suara babi
disembelih," kata Konrad. "Jangan marah, ya
tapi kedengarannya memang begitu!"
"Aku memang sengaja supaya kedengarannya
begitu," jawab Jupiter. "Tapi. kau takkan bisa
mendengar, apabila jendela sini dan jendela kamar
duduk tempat aku berada waktu itu tertutup, kan?"
91
"Ya, kurasa begitu. Kau ini sebetulnya mau
apa?"
Air muka Jupiter berubah, membayangkan
gerak perasaannya saat itu. Jeritan yang didengar
setiap orang yang hadir di sana dan Domino,
anjing itu! Anjing yang kelihatannya seperti
mengetahui sesuatu. Tiba-tiba ia terkenang pada
suatu kisah detektif Sherlock Holmes. Dalam kisah
itu juga ada seekor anjing, yang banyak sekali
membantu penyelidikan detektif ulung itu, Binatang
itu membantu, dengan jalan sama sekali tidak
berbuat apa-apa!
Jupiter bergegas kembali ke rumah tempat
tinggalnya. Tahu-tahu begitu banyak gagasan
yang timbul dengan jelas dalam benaknya!
Polisi yang menjaga di depan Green Mansion
tidak bisa mendengar teriakannya dengan jelas,
ketika ia berada di dalam rumah yang pintu
depannya tertutup. Tapi di luar ya, di luar
teriakannya terdengar jelas! Itu suatu petunjuk
penting.
Begitu sampai di dalam rumah, Jupiter
langsung memutar kembali rekaman suara jeritan
yang diambil oleh Bob, serta cuplikan pembicaraan
orang-orang yang waktu itu ada di situ. Jupiter
menyimak rekaman itu selengkapnya. Setelah
selesai, ia termenung selama beberapa menit.
Diingatnya kembali penuturan Bob kemarin
malam. Semuanya cocok. Harus cocok!
Pertama-tama suara jeritan, lalu kenyataan
bahwa tidak ada yang tahu pasti apakah enam atau
92
tujuh orang datang ke Green Mansion malam itu
ya, bahkan anjing kecil itu! Kini Jupiter sudah tahu
apa yang bisa diceritakan anjing itu padanya,
apabila bisa bicara. Masih banyak lagi yang belum
berhasil diketahui Jupiter tapi untuk sementara,
sudah lumayan!
Ruangan tempatnya duduk sudah gelap. Tapi
tanpa menyalakan lampu, ia langsung meraih
pesawat telepon untuk menghubungi Bob Andrews
di Verdant Valley. Setelah menunggu agak
lama, akhirnya ia mendengar suara seseorang
wanita. Ternyata Miss Lydia Green yang menerima.
"Jupiter Jones? Kau kan teman Bob?" tanya
wanita itu. Menurut perasaan Jupiter, suara Miss
Green kedengarannya seperti agak gemetar.
"Betul, Miss Green," jawab Jupiter. "Kalau boleh,
saya ingin bicara sebentar dengan dia. Rasanya
ada beberapa hal yang "
Kalimatnya dipotong oleh Miss Green.
"Bob tidak ada di sini," kata wanita itu dengan
gugup. "Begitu pula Pete dan Chang, cucuku!
Ketiga-tiganya lenyap!"
93
Bab 8
MELIHAT-LIHAT
Pada pagi yang sama ketika Jupiter sedanc
sibuk di perusahaan paman dan bibinya, Bob naik
kuda bersama Pete dan Chang di Verdant Valley.
Mereka melihat-lihat lembah itu. Ketiga remaja itu
sama sekali tidak menduga bahwa hari itu mereka
akan mengalami kejadian yang berbahaya dan
menegangkan.
Saat itu mereka hanya hendak melihat gua yang
.dipakai sebagai tempat menyimpan minuman
anggur. Menurut keterangan Chang, gua itu
dulunya liang tambang. Letaknya sebagian besar
di tebing sebelah barat lembah.
Mereka berencana hendak pergi sampai sore.
Mereka merasa takkan bisa mengusut peristiwa
pencurian mutiara lebih lanjut. Soalnya, apabila
dugaan Sheriff Bixby benar, yaitu pencurinya
kawanan penjahat dari kota, maka mestinya saat
itu baik pencuri maupun kalung itu sudah sampai
di San Francisco.
Hari itu banyak sekali wartawan datang. Mereka
tertarik karena kisah munculnya hantu serta
pencurian kalung. Ketiga remaja itu sempat
melihat Miss Lydia Green sebentar. Wanita itu
94
kelihatannya lesu dan capek sekali. la meminta
pada mereka agar merahasiakan pada para
wartawan itu bahwa Pete dan Bob adaiah kedua
remaja yang pertama kali melihat hantu itu muncul
di Green Mansion. Miss Green khawatir jika hal itu
diketahui, para wartawan lantas menulis berita
yang lebih hebat dan penuh sensasi, dengan
mengetengahkan dugaan kenapa Bob dan Pete
kini ada di Verdant Valley. Tanpa hal itu diketahui,
keadaan sudah cukup gawat bagi Miss Green!
Jadi setelah sarapan pagi di dapur, Bob beserta
kedua temannya menyelinap pergi ke kandang
kuda, di mana mereka memasang pelana pada
tiga ekor kuda. Sebagian besar pekerjaan itu
dilakukan oleh Chang, karena Bob dan Pete tidak
begitu berpengalaman dalam bergaul dengan
kuda.
Kini ketiganya berkuda lambat-lambat menelusuri
kebun anggur yang terawat rapi, di mana
nampak buah anggur berwarna ungu sudah
ranum disinari rahaya matahari yang panas.
Chang kelihatanhya murung.
"Saat ini seharusnya pa|ing sedikit ada seratus
pekerja sibuk memetik di sini," katanya. "Serta
beberapa truk yang dipakai untuk mengangkut
panen ke tempat pemerasan. Tapi lihatlah
kenyataannya! Pekerja yang nampak, tak sampai
sepuluh orang. Dan truk cuma ada satu. Yang lain
pada pergi semua, karena takut hantu. Kalau
keadaan begini berlarut-larut, Bibi Lydia pasti akan
bangkrut!"
95
Pete berusaha menghiburnya.
"Saat ini rekan kami, Jupiter Jones, sedang
sibuk di Rocky Beach untuk memecahkan misteri
itu," katanya. "Jupiter itu anak yang cerdas sekali!
Jika ia bisa menyibak misteri dan menenangkan
hantu, mungkin para pekerja mau datang lagi."
"Itu hanya mungkin jika ia cepat berhasil," kata
Chang. "Kalau tidak, para pekerja akan berpindah
ke tempat lain. Pagi ini Li mengatakan padaku,
akulah yang menyebabkan kesialan di Verdant
Valley. Katanya, kedatanganku dari Hongkong satu
setengah tahun yang lalu membawa sial. Aku
disuruhnya pulang lagi ke sana!"
"Omong kosong! Mana mungkin kau membawa
sial?" kata Bob dengan segera.
Tapi Chang menggeleng.
"Entahlah," katanya, "namun kenyataannya
banyak musibah yang terjadi sejak aku datang.
Anggur bertahang-tahang rusak, mesin-mesin
berulangkali macet. Pokoknya, macam-macamlah
yang terjadi!"
Tapi kesemuanya itu kan bukan salahmu!" tukas
Pete.
"Walau begitu mungkin memang benar
mungkin lebih baik aku kembali saja ke
Hongkong," keluh Chang. "Siapa tahu, barangkali
saja hantu itu ikut dengan aku, sehingga nasib sial
tidak lagi menghinggapi Verdant Valley. Jika itu
bisa kupastikan, aku mau saja berangkat besok.
Aku tidak mau menyusahkan Bibi Lydia!"
96
Bob merasa sudah waktunya mengalihkan
pembicaraan, karena Chang kelihatannya sedih
sekali.
"Kau menyebut Miss Green bibimu, dan Mr.
Carlson paman," katanya. "Aku tidak begitu
mengerti pertalian keluarga kalian yang sebenarnya.
Mathias Green kan kakekmu "
"Moyangku," kata Chang membetulkan. "Miss
Green sebenarnya nenekku, atau tepatnya anak
saudara Mathias Green. Tapi aku menyebutnya
Bibi, karena kedengarannya lebih enak. Sedang
Paman Harold, keponakan jauh Bibi Lydia. Aku
sendiri tidak tahu persis pertalian keluarga dengan
dia, tapi untuk gampangnya kusebut saja dia
Paman. Di cabang keluarga ini, cuma kami bertiga
saja yang tinggal."
Pete menatap ke depan. Di hadapan mereka
terhampar lembah panjang dan sempit, dibatasi
lereng gunung yang curam di kedua sisinya.
Sejauh mata memandang, hanya tanaman anggur
saja yang nampak.
"Jadi tempat ini sebenarnya milikmu Chang?"
tanya Pete dengan penuh minat. "Maksudku,
selaku satu-satunya keturunan langsung Mathias
Green."
"Ah tidak, tidak," bantah Chang. "Ini kepunyaan
Bibi Lydia, karena ibunya yang memulai, lalu
diteruskan oleh Bibi Lydia. Seumur hidup ia
bekerja keras untuk membangunnya.
"Ia bermaksud menghibahkannya padaku. Tapi
aku tidak mau. Karenanya aku lantas dijadikan ahli
97
warisnya. Aku memutuskan kalau menerima nanti,
setengahnya akan kuberikan pada Paman Harold.
Karena ia sudah bekerja sama keras seperti Bibi
Lydia selaku pengelola, sehingga usaha ini
berkembang subur. Tapi " kini wajah Chang
kembali suram, "semuanya akan lenyap karena
kami tidak punya uang untuk membayar utang."
Saat itu sebuah jip datang ke arah mereka.
Ketiga remaja itu menghentikan kuda masingmasing,
untuk memberi kesempatan agar kendaraan
itu bisa lewat. Chang menunggang seekor
kuda hitam yang diberi nama Ebony. Kuda itu gesit
dan bersemangat sekali, sehingga tali kekangnya
harus dipegang kuat-kuat. Kuda yang ditunggangi
Pete seekor kuda betina yang agak gugup,
sehingga juga perlu dikendalikan dengan ketat.
Sedang Bob menunggang kuda betina yang sudah
agak tua. Namanya Rockingchair, yang berarti
Kursi Goyang. Nama itu diberikan padanya karena
geraknya yang santai dan wataknya yang tenang.
Jip yang datang itu tidak lewat, tapi berhenti
dekat mereka. Ternyata yang mengendarainya
mandor yang bernama Jensen.
"Hai, Chang!" sapanya. "Kau tentunya melihat
sendiri, betapa sedikitnya pekerja kita pagi «ni?"
Chang mengangguk.
"Ketiga orang konyol kemarin itu ternyata tidak
setengah-setengah," sambung Jensen. "Setiap
kali mereka mengulangi cerita, hantunya makin
lama makin besar dan menyeramkan, sehingga
akhirnya dikatakan sampai menyemburkan api
98
dan asap segala! Para pekerja yang lain sampai
panik mendengar ocehan mereka. Aku sudah
menyuruh minta bantuan pekerja dari tempat Iain.
Tapi kurasa takkan berhasil!"
Jensen menggeleng-geleng.
"Sekarang aku hendak pergi meiapor pada Miss
Green," katanya. "Keadaan gawat!"
Jip menderu pergi. Ketiga remaja itu melanjutkan
perjalanan. Chang memaksa diri menyingkirkan
kemurungannya.
"Keadaan sudah terlanjur, mau apa lagi,"
katanya. "Kita sama sekali tidak bisa berbuat
apa-apa. Jadi lebih baik kita bersenang-senang
sekarang."
Mereka menyusur lembah, sambil sekali-sekali
berhenti untuk melihat-lihat. Chang mengajak
mereka meninjau tempat-tempat pemerasan
anggur yang ada di situ. Beberapa waktu setelah
tengah hari mereka mulai capek dan kepanasan.
Perut juga sudah terasa lapar. Mereka membawa
bekal roti dan air, sedang makanan untuk kuda ada
dalam tas pelana.
"Aku tahu tempat yang sejuk dan nyaman," kata
Chang, la mendului berkuda melewati sebuah
bangunan tua. Itu bekas pemerasan yang lama,
yang kini hanya dipakai pada saat-saat sibuk saja.
Perjalanan diteruskan beberapa ratus meter lagi,
dan akhirnya tiba di tempat yang teduh. Tempat itu
terlindung bayangan tebing sebelah barat. Di balik
cadas yang menjorok ke depan ada tempat yang
99
sempit dan teduh. Di situ mereka turun. Kuda-kuda
ditambatkan, lalu diberi makan.
Chang mengajak Bob dan Pete ke balik batu
besar itu. Di situ ada pintu yang kokoh, terpasang
pada dinding batu.
"Ini salah satu jalan masuk ke gua yang dulunya
Hang tambang yang sudah kuceritakan," kata
Chang. Dibukanya pintu itu dengan susah payah.
Di belakangnya nampak Hang gelap, menjorok
masuk ke dalam perut bukit. "Nanti sehabis makan
kita melihat-lihat ke dalam."
la menekan tombol yang terpasang di sisi dalam
ambang pintu. Tapi tidak terjadi apa-apa.
"Sialan," umpatnya. "Aku lupa, dinamo tidak
dipasang! Kami di sini harus membangkitkan arus
listrik sendiri, dan dinamo dari masing-masing
bagian hanya dihidupkan apabila di dalam sedang
ada pekerjaan. Yah untung kita tadi tidak lupa
membawa senter!"
Chang mengambil senter yang terkait di
pinggang, lalu disorotkannya ke depan. Nampak
lorong panjang berdinding batu, dengan papan
tebal terpasang di langit-langit sebagai penopang.
Pada kedua sisi gang itu nampak tahang besar
berjejer-jejer dalam posisi rebah. Sepasar.? rel
sempit menjulur di tengah gang. Tidak jauh dari
pintu ada sebuah gerobak datar yang kecil.
"Gerobak itu gunanya untuk mengangkut
tahang-tahang yang akan dibawa ke luar. Dengan
gerobak, tahang didorong sampai ke pintu," kata
Chang menjelaskan. "Jika kami hendak mengang-
100
kut sebuah tahang, truk diundurkan sampai ke
pintu lalu tahang dinaikkan ke atasnya. Dengan
cara begitu pengangkutannya menjadi gampang.
Yah kurasa kita duduk saja di sini, di belakang
pintu, lalu makan dengan santai."
Pete dan Bob senang, karena bisa duduk
menyandarkan diri ke batu, lalu mulai makan.
Hawa di dalam sejuk, padahal sekitar semeter ke
arah luar panasnya bukan main.
Sambil makan, mereka memandang ke lembah.
Bangunan tempat pemerasan yang lama bisa
mereka lihat. Tapi dari luar, orang tidak bisa
melihat mereka.
Selesai makan mereka masih mengobrol
sebentar di dalam, sambil menikmati kesejukan
tempat itu. Chang bercerita tentang kehidupannya
dulu di Hongkong, di mana selalu banyak orang.
Sedang di Verdant Valley sangat sepi. Ketika
mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba nampak
beberapa mobil tua datang lalu berhenti di luar
tempat pemerasan yang lama.
Sekitar lima atau enam orang laki-laki yang
semuanya bertubuh kekar turun dari mobil-mobil
itu lalu berdiri menggerombol. Kelihatannya
mereka seperti menunggu sesuatu.
Chang berhenti bercerita. Keningnya berkerut.
"Apa sebabnya mereka tidak ikut memetik
anggur?" katanya pada diri sendiri. "Hari ini kan
setiap pekerja diperlukan tenaganya."
Sesaat kemudian jip yang dikendarai Jensen
muncul, dan laki-laki kekar itu kelihatan keluar dari
101
kendaraan itu. la masuk ke tempat pemerasan,
diikuti oleh orang-orang yang menunggu tadi.
Setelah semuanya masuk, pintu ditutup.
"Kurasa Jensen hendak memeriksa mesin yang
ada di situ, karena hari ini tempat pemerasan itu
pasti takkan dipakai," kata Chang menggumam.
"Ah, biarlah itu kan urusannya sendiri! Aku tidak
begitu suka padanya, tapi harus kuakui bahwa ia
tahu caranya *mengatur para pekerja, walau
kadang-kadang kelakuannya terhadap mereka
agak terlalu kasar."
Chang menoleh, memandang Bob dan Pete
sambil bertopang siku.
"Mau melihat gua ini sekarang?" ajaknya.
Kedua temannya setuju, lalu melepaskan senter
yang terkait pada ikat pinggang masing-masing.
Pete melakukannya sambil bangkit. Tiba-tiba ia
terpeleset. Ia cepat-cepat mengulurkan tangan,
untuk memulihkan keseimbangan. Senter yang
dipegang teirlepas dan jatuh. Terdengar bunyi kaca
pecah. Ketika Pete memungut senternya kembali,
temyata lensa dan lampunya pecah kedua-duanya.
"Sialan!" umpat Pete. Ia jengkel terhadap dirinya
sendiri. "Sekarang aku tidak punya senter."
"Dengan dua kurasa sudah cukup," kata Chang,
"tapi "
la bicara sambil memandang ke luar, ke arah jip
yang diparkir di luar tempat pemerasan anggur.
"Aku tahu akal!" serunya. "Kita pinjam saja
senter Jensen. Itu, yang dipinjamkannya kemarin
malam padaku. Senter itu selalu ditaruhnya dalam
102
kotak peralatan. Nanti sebelum gelap, pasti sudah
bisa kita kembalikan lagi padanya. Biar aku saja
yang berkuda ke sana untuk mengambilnya."
Tapi Pete menolak. Katanya, lampunya yang
pecah. Jadi harus ia sendiri yang mengusahakan
gantinya. Chang Tienurut. Ia menulis surat untuk
ditinggalkan dalam kotak peralatan. Surat Hu
ditujukan pada Jensen, untuk memberitahukan
bahwa senternya mereka pinjam sebentar.
"Jensen kalau sedang sibuk, paling tidak senang
diganggu," kata Chang menjelaskan. "Lagi pula
senter itu sebetulnya milik Bibi Lydia, jadi pasti
Jensen takkan berkeberatan jika kita memakainya
sebentar."
Pete mengendarai kudanya, menuju ke tempat
pemerasa/i anggur. Sebentar kemudian ia sudah
sampai di sisi jip. Kudanya, Nellie, agak bersemangat
setelah sempat beristirahat. Karena itu Pete
harus memegang kekangannya dengan ketat,
supaya Nellie tidak menghambur lalu lari.
Dengan sebelah tangan Pete membuka kotak
peralatan jip. Dilihatnya bermacam perkakas
campur aduk di situ. Tapi senter tidak ditemukan
dengan segera. Pete mencari-cari sebentar.
Akhirnya ia menemukan senter, terselip di pojok.
Ditariknya senter itu,' lalu diselipkannya ke
pinggang.
Senter itu potongan kuno, dengan batan^yang
panjang terbuat dari plastik hitam. Di bagian
belakangnya tidak ada gelang yang bisa digantungkan
ke ikat pinggang.
103
104
Surat Chang pada Jensen ditaruhkan di dalam
kotak peralatan. Kotak itu tidak ditutup lagi, supaya
Jensen bisa langsung melihat surat itu. Setelah itu
dengan sedikit repot Pete naik lagi ke atas pelana,
lalu mengendarai kudanya kembali ke tempat Bob
dan Chang menunggunya.
Ketika Pete sudah menempuh jarak sekitar
seratus meter, tiba-tiba terdengar suara seseorang
berseru-seru di belakangnya. Pete menoleh.
Dilihatnya Jensen berdiri di samping jipnya. Orang
itu rupanya yang berseru-seru memanggilnya. Pete
mengacungkan senter, lalu menuding ke arah jip.
Maksudnya hendak mengatakan bahwa di situ ada
surat yang memberitahukan. Setelah itu ia
meneruskan perjalanan.
Ia tidak melihat Jensen meloncat ke* atas jip,
ditonton oleh para pekerja yang bergerombol
untuk menonton. Jip itu meluncur melintasi
kebun, di sela-sela tanaman anggur. Ternyata
Jensen mengejar Pete!
Ia berseru-seru, menyuruh Pete berhenti. Pete
menarik tali kekang kudanya. la heran, apa
sebabnya Jensen nampak begitu gelisah. Sementara
itu Nellie menandak-nandak, karena tidak
senang dikekang kebebasannya.
"Tenang, Nellie! Tenang!" Kata Pete membujuk
kudanya. Tapi kuda itu masih tetap berjingkrakjingkrak
dengan gerakan gelisah, sementara
matanya menatap jip yang datang menghampiri
dengan bunyi menderu.
Jip itu mendekat dengan cepat, lalu berhenti.
Secepat kilat Jensen meloncat turun lalu mengejar
Pete.
"Maling!" teriak orang itu. "Kuhajar kau
sekarang!" Ku " Kata-katanya yang selanjutnya
tak terdengar jelas, karena ketika ia semakin
mendekat, kuda yang ditunggangi Pete melonjak
lalu lari, sebelum Pete berhasil meneguhkan sikap
duduknya.
Kuda itu melesat dalam kebun anggur, menuju
lereng gunung. Pete sama sekali tak berdaya
menahannya. Lututnya ditekankan kuat-kuat ke
lambung kuda, sementara tangannya memegangi
pangkal pelana. la bertahan sekuat tenaga, agar
jangan sampai terlempar jatuh.
105
Bab 9
BERSEMBUNYI
Kuda betina itu menderap terus menyusuri
jejeran tanaman anggur. la lari menuju lereng
berbatu di sisi barat lembah. Pete sama sekali tidak
bisa berbuat apa-apa, kecuali bertahan supaya
jangan terlempar dari pelana. Dilihatnya di lereng
yang dituju ada semacam jalan. Jalan itu sempit,
tapi tidak terjal.
Secara otomatis kuda yang panik itu mengambil
jalan itu, dan terus menderap ke atas. Pete
mengharapkan agar larinya agak tertahan karena
harus mendaki. Harapannya terkabul. Tapi hanya
cukup untuk memberi kesempatan baginya
mengatur sikap duduk, sehingga berkurang
bahaya terlempar jatuh dari pelana.
Kini ia memberanikan diri, menoleh ke belakang.
Ternyata Jensen mengejarnya dengan jip.
Kendaraan itu meluncur melintasi kebun anggur,
lalu dihentikan di ujung bawah jalan yang mendaki
ke atas lereng. Jensen meloncat turun, lalu
mengacung-acungkan kepalan tinjunya ke arah
Pete.
Setelah itu Pete melihat Bob dan Chang.
Rupanya begitu kudanya berontak lalu lari, kedua
106
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
remaja itu bergegas mendatangi kuda masingmasing,
melompat'ke atas pelana lalu menyusulnya.
Mereka mengitari jip serta Jensen, lalu
menyusur jalan lereng mengejar Pete. Chang yang
mengendarai kuda hitam yang lebih besar,
kelihatannya akan bisa menyusul. Sedang Bob
yang menunggang Rockingchair yang selalu
santai, nampak ketinggalan.
Tiba-tiba Nellie membelok dengan tajam,
mengelakkan batu yang menonjol di tepi jalan.
Nyaris saja Pete terjatuh. la cepat-cepat menyambar
pangkal pelana dan berpegang kuat-kuat.
Sementara itu kudanya mempercepat lari, karena
sampai di ruas jalan yang agak datar.
Sesaat kemudian terdengar derap langkah kuda
di belakang Pete. Dengan berani Chang menyuruh
kudanya mendampingi Nellie. Tangannya meraih
tali kekang kuda Pete yang sedang gugup, dekat
bagian moncongnya.
Chang memperlambat lari Ebony, sementara
tali kekang Nellie masih tetap digenggam erat-erat.
Dengan begitu kuda betina itu dipaksanya
memperlambat lari. Nellie berhenti, seakan-akan
memang sudah begitu maksudnya. Ebony berhenti
di sampingnya. Kedua kuda itu terengahengah.
Tubuh mereka basah karena keringat.
"Aduh terima kasih, Chang," kata Pete
sepenuh hati. "Kuda ini tingkahnya tadi kayak mau
lari melintas gunung saja!"
Chang memandang Pete dengan tatapan aneh.
107
"Ada apa, Chang?" tanya Pete. "Ada tindakanku
yang salah tadi?"
"Tidak! Aku cuma sedang berpikir," kata Chang.
"Apa sebabnya Jensen tadi membuat kudamu
kaget lalu lari?"
"Itu terjadi karena kebetulan saja," jawab Pete.
"Aku dibentak-bentak olehnya, dikata-katainya
pencuri. Ia marah sekali!"
"Ketika aku melewatinya, kulihat mukanya
menggerenyot, kelihatannya seperti topeng hantu
jahat," kata Chang. "Marahnya luar biasa. Ia selalu
mengantongi revolver, untuk menembak ular
berbisa yang suka bersembunyi di bawah batu.
Dan tadi revolver itu sudah ditariknya, seakan-akan
hendak menembakmu."
"Anehl" kata Pete sambil menggaruk-garuk
kepala. "Gntuk apa ia begitu marah padahal aku
kan cuma meminjam senter tua yang tak ada
harganya ini?!"
Sambil berkata begitu ditariknya senter yang
terselip di pinggang. Chang menatap benda itu
dengan heran.
"Itu bukan senternya!" seru remaja itu. "Maksudku,
bukan yang selalu dibawa dalam jip, yang
kemarin malam dipinjamkannya padaku."
"Pokoknya aku menemukannya dalam kotak
peralatan," kata Pete. "Yang ada cuma ini, lalu
kuambil karena katamu tidak apa-apa."
"Tapi sekarang ternyata pendapatku itu keliru,"
gumam Chang. "Bolehkah aku melihat senter itu
sebentar?"
108
"Ya, tentu saja." Pete menyodorkannya pada
Chang. Remaja itu menimang-nimangnya.
"Enteng sekali," katanya. "Kayaknya tidak ada
baterai di dalamnya."
"Kalau begitu tidak ada gunanya," kata Pete
kesal. "Tapi kenapa Jensen begitu marah, soal
senter yang sama sekali tak berguna?"
"Mungkin " Chang hendak mengatakan
sesuatu, tapi terhalang karena kedatangan Bob.
"Ah di sini kalian rupanya," kata Bob lega.
Kemudian barulah dilihatnya air muka Pete dan
Chang yang lain dari biasanya. "Ada apa?" tanya
Bob. "Ada sesuatu yang tidak beres?"
"Kami ingin melihat apa yang menyebabkan
Jensen marah-marah tadi," kata Chang dengan
pelan. Dibukanya senter lalu dimasukkannya
jarinya ke dalam. la menarik segumpal kertas tisue
dari dalamnya. Sementara Pete dan Bob memperhatikan,
dibukanya kertas tisue itu. Ternyata ada
sesuatu melingkar di dalam. Diambilnya benda itu
lalu diangkatnya.
"Mutiara Hantu!" seru Pete.
"Rupanya Jensen yang mencurinya!"teriak Bob.
Bibir Chang terkatup rapat.
"Ya, kelihatannya Jensen pencurinya! Atau yang
lebih mungkin, ia menyuruh dua orang bawahannya
mencuri," katanya. "Dan selama ini disembunyikannya
dalam senter tua ini, ditaruh dalam
kotak peralatan jip. Memang tidak ada tempat
yang lebih cocok untuk itu! Tabung senter
ukurannya tepat sebagai tempat menyembunyikan
109
falling, dan tidak menimbulkan kecurigaan,
apalagi ditaruh di antara berbagai peralatan.
Jensen bisa dengan santai membawa pergi kalung
ini, tanpa perlu menghadapi risiko mengambilnya
dulu dari tempat penyembunyian yang lain."
"Memang itu tempat yang sangat baik untuk
penyembunyiannya," kata Bob. "Hanya ia tidak
memperhitungkan bahwa tadi kita memerlukan
senter."
"Tidak! la tidak bisa melihat kita, dan saat itu tak
ada siapa-siapa dekat tempat pemerasan. Tak ada
alasan baginya untuk menduga kemungkinan ada
orang datang sementara ia di dalam," kata Chang.
"Aku ingin tahu, apa sebetulnya yang dilakukannya
di situ dengan orang-orang tadi! Mungkin sedang
berkomplot, merencanakan sesuatu." Chang
mengangguk-angguk. "Kini aku mulai mencurigai
beberapa hal. Misalnya, apakah tidak mungkin
Jensen sebetulnya tahu lebih banyak tentang
anggur yang rusak serta kejadian-kejadian buruk
lainnya yang terjadi selama bulan-bulan terakhir
ini!"
"He," kata Pete memotong, "apakah tidak lebih
baik jika kita sekarang cepat-cepat kembali ke
rumah dengan mutiara ini, lalu melaporkan pada
Mr. Carlson serta bibimu dan memanggil sheriff
untuk menangkap Jensen?"
"Persoalannya mungkin tidak semudah itu,"
kata Chang lambat-lambat. "Jensen itu orangnya
sangat berbahaya. la bisa nekat! Pasti ia akan
110
berusaha keras, mencegah agar kita tidak bisa
membongkar kesalahannya."
"Apa yang bisa dilakukan olehnya?" tanya Bob
cemas.
"Sebentar kulihat saja dulu," kata Chang
sambil turun dari kudanya. "Bob, kau tinggal di sini
dan pegang tali kendali kuda-kuda kita. Pete, kita
berdua kembali dengan hati-hati, sampai ke
tempat di mana kita bisa memandang ke bawah."
Kedua remaja itu menyerahkan tali kendali kuda
masing-masing pada Bob. Setelah itu mereka
beringsut-ingsut sepanjang tepi jalan batu itu,
menuju tonjolan yang menghalangi pandangan ke
arah lembah yang ada di bawah.
Sambil merunduk, keduanya mengintip ke balik
batu. Kini mereka bisa melihat lembah yang
terhampar di bawah. Dua orang berdiri di ujung
bawah jalan, seakan-akan bertugas menjaga di
situ. Sedang jip yang dikendarai Jensen nampak
meluncur dengan cepat menuju desa kecil yang
terletak di ujung lembah. Kemudian Chang dan
Pete melihat dua mobil yang semula diparkir dekat
tempat pemerasan, kini bergerak menuju jalan di
mana mereka berada. Satu di antaranya dijalankan
sampai beberapa meter mendekati jalan itu, lalu
dihentikan. Rupanya dijadikan penghalang di situ.
Sedang mobil yang satu lagi diparkir melintang di
belakangnya.
Napas Chang tersentak.
"Jensen pergi mengambil kuda," katanya kaget.
"Dan anak buahnya disuruh merintangi jalan ini,
111
supaya kita tidak bisa lewat dan meloloskan diri ke
bawah. Jika hendakmencobajuga, di rintangan itu
kita harus turun dari kuda supaya bisa lewat. Dan
kalau itu kita lakukan, anak buah Jensen akan bisa
dengan mudah meringkus kita!"
"Jadi maksudmu, kita ini terjebak di sini?" tanya
Pete.
"Begitulah sangkaan Jensen. Kita memang
tidak bisa kembali. Jika kita menuju terus, melintasi
punggung gunung dan turun di sebelah sana, kita
akan sampai di Hashknife Canyon. Itu sebuah
ngarai buntu. Tepatnya, buntu ke satu arah. Pada
arah yang berlawanan ada jalan setapak. Jalan itu
kemudian bersambung dengan jalan kasar, yang
akhirnya berujung di jalan besar menuju San
Francisco.
"Jika kita mengambil jalan itu, dengan mudah
akan bisa dikejar oleh Jensen. Lagi pula ia pasti
sudah memasang orang-orangnya di ujung. la
bermaksud menangkap kita dan merebut kembali
mutiara ini."
"Tapi apa gunanya bagi dia?" seru Pete.
"Katakanlah ia berhasil mengambilnya kembali,
kita kan pasti mengadukannya!"
"Aku yakin hal itu sudah dipikirkan olehnya."
Nada suara Chang yang tetap tenang menyebabkan
Pete bergidik. "Dan ia pasti akan mengusahakan
sehingga kita tidak bisa mengadukannya
untuk selama-lamanya. Jangan lupa, orang-orang
itu serhua termasuk dalam komplotannya. Orang
lain takkan ada yang tahu apa yang terjadi."
112
Pete memahami maksud Chang. la meneguk
ludah, karena ngeri. '
"Yuk!" kata Chang dengan tiba-tiba, sambil
menarik Pete mundur. Chang kelihatannya gembira.
Matanya berkilat-kilat. la malah nyengir!
"Aku punya akal!" katanya. "Jensen memerlukan
waktu untuk sampai di desa, mengambil kuda
lalu kembali lagi ke sini. Menurut sangkaannya, kita
terjebak! Tapi kita akan memperdayainya. Cuma
kita harus cepat!"
Mereka bergegas kembali ke tempat Bob
menunggu bersama ketiga kuda. Chang dan Pete
naik lagi ke pelana kuda masing-masing.
"Nah ada apa?" tanya Bob dengan tidak
sabar.
"Jalan kita dipotong oleh Jensen," kata Pete, "la
tidak peduli dengan jalan bagaimana pokoknya
ia mau mengambil kalung mutiara ini kembali.
Rupanya orang-orang yang kita lihat tadi, semuanya
bersekongkol dengan dia."
"Tapi aku punya rencana yang akan membuat
Jensen melongo," kata Chang bersemangat.
"Gntuk itu kita harus meneruskan perjalanan. Dari
sini kita akan sampai di celah puncak gunung, dan
dari situ menurun ke ngarai. Aku duluan."
Dihardiknya Ebony, dan kuda hitam itu mulai
mendaki lagi dengan langkah cepat. Chang
memilih kecepatan yang tidak sampai melelahkan
bagi ketiga kuda itu. Bob mengambil posisi berikut,
di depan Pete. Kuda betina yang ditunggangi oleh
Bob memang Iebih santai. Tapi ia terpaksa berjalan
113
terus, karena di desak dari belakang oleh kuda
betina penggugup yang dinaiki Pete.
Dalam waktu setengah jam mereka sudah
sampai di celah puncak gunung. Mereka bisa
melayangkan pandangan ke ngarai yang terletak di
balik gunung itu. Kelihatannya gersang dan
sempit.
Chang hanya berhenti sesaat di ceiah. Lalu
dihardiknya kuda untuk melanjutkan perjalanan.
Gerak menurun terasa lebih mudah. Dalam waktu
setengah jam saja mereka sudah sampai di dasar
ngarai.
"Jalan ke luar dari sini lewat sebelah sana," kata
Chang sambil menuding. "Beberapa mil setelah
ujung ngarai, jalan itu menyambung dengan jalan
raya. Jensen pasti menduga kita akan mengambil
jalan itu. Karenanya sekarang kita menuju arah
berlawanan!"
Chang memalingkan Ebony, dan kuda itu mulai
memilih langkah dengan hati-hati di sela batu yang
bertebaran di antara dinding ngarai yang sempit.
"Sekarang kita harus mencari dua batu
berwarna kuning, yang letaknya sekjtar enam
meter di atas ngarai ini," seru Chang dari depan.
"Posisi batu yang satu di atas bats lainnya!"
Mereka berkuda selama sepuluh menit. Kemudian
penglihatan Pete yang tajam menyebabkan
ia paling dulu melihat kedua batu yang
dimaksudkan oleh Chang.
114
"Itu dial" katanya sambil menuding. Chang
mengangguk. la menghentikan kudanya, tepat di
bawah batu berwarna kuning itu.
"Kita turun di sini," katanya. Pete dan Bob turun
dari kuda masing-masing. Tahu-tahu Chang
menepuk punggung ketiga kuda itu, yang karena
kaget langsung lari menjauhkan diri.
"Kita jalan kaki dari sini," kata Chang menjelaskan.
"Nanti bahkan harus merangkak-rangkak. Di
ujung ngarai yang buntu ada air. Kuda-kuda kita
pasti akan menuju ke situ, untuk minum. Nanti
apabila Jensen menyadari bahwa kita berhasil
mengecohnya lalu mencari-cari dalam ngarai sini,
ia akan menemukan ketiga kuda itu. Tapi itu nanti,
beberapa jam lagi."
Chang mendongak.
"Dulu di sini ada jalan setapak," katanya. "Tapi
untung bagi kita sebagian besar dari jalan itu
kemudian runtuh karena tanah longsor. Tapi kalau
jalan kaki, kita masih bisa melewatinya. Kita harus
menuju ke puncak cadas kuning yang sebelah
bawah."
Chang mulai mendaki dengan berhati-hati. Bob
menyusul, diikuti oleh Pete yang menolongnya
sekali-sekaii Jglau diperlukan. Beberapa menit
kemudian kefaa remaja itu sudah berdiri di atas
cadas kuning yang sebelah bawah. Bob dan Pete
tercengang, karena temyata di situ ada lubang
masuk ke dalam gunung. Lubang itu dinaungi batu
cadas kuning yang sebelah atas. Dari bawah
lubang itu sama sekali tidak nampak.
115
"Ini gua," kata Chang. "Jaman dulu ada seorang
yang menemukan bijih emas di dalam gua ini. Lalu
ia membuat terowongan tambang, dengan mempergunakan
gua ini sebagai pangkalnya. Kita
sekarang menuju ke terowongan itu. Tapi harus
cepat, sebelum Jensen atau orang-orangnya
sempat melihat kita di sini.'"
Sambil berkata begitu, Chang merunduk lalu
masuk ke dalam gua. Bob dan Pete menyusul
masuk ke liang gelap itu, tanpa mengetahui ke
mana mereka saat itu menuju dan apa yang akan
terjadi kemudian.
116
Bab 10
TERTANGKAP
Chang mendului ke ujung belakang gua, yang
ternyata cukup lapang ketika mereka sudah masuk
di dalam. Diterangi cahaya senternya, Chang
menunjukkan mulut terowongan tambang yang
ada di situ, yang digali bertahun-tahun yang silam.
Dalam terowongan itu masih ada balok-balok kayu
penopang, langit-langit, walau di sana-sini ada juga
yang runtuh.
"Sekarang kuceritakan rencanaku," kata Chang.
"Di bawah gunung ini, terowongan tambang
ternyata bercabang-cabang. Ketika aku baru tiba di
sini, aku sangat tertarik pada tambang-tambang
kuno. Ada seorang laki-laki tua di sini Dan
Duncan namanya. Orangnya bertubuh kecil, dan
sudah keriput. Seumur hidup kerjanya mengorekngorek
bijih emas yang masih tersisa dalam
tambang-tambang kuno.
"la mengenal lorong-lorong bawah tanah ini,
seperti kita mengenal jalan-jalan di kota kita
sendiri. la sekarang sakit dan berbaring di rumah
sakit. Tapi sebelum itu ia sempat mengajakku
menelusuri lorong-lorong tambang kuno ini. Dan
apabila tahu jalannya, dari gua ini kita bisa menuju
117
gua tempat penyimpanan anggur di seberang
gunung!"
"Wah!" kata Pete kagum. "Jadi kau bermaksud
mengajak kami menyusur tambang ini, sementara
Jensen serta anak buahnya mencari-cari kita di
luar?"
"Tepat," kata Chang. "Rupanya para pekerja
banyak yang bersekongkol dengan Jensen. Tapi
lewat jalan ini kita nanti akan muncul satu mil saja
dari rumah. Jadi kita bisa cepat-cepat pulang untuk
menyampaikan laporan, sebelum ada yang
sempat menghalang-halangi.Di dalam ada dua
bagian yang sulit. Hanya anak-anak atau orang
dewasa bertubuh kecil saja yang bisa melewati
tempat itu. Tapi ketika kucoba bersama Dan enam
bulan yang lalu, ternyata kami bisa lewat celah
sempit itu."
Bob agak cemas. Jalan yang harus ditempuh di
bawah tanah kelihatannya panjang sekali, lagi pula
di tengah kegelapan yang pekat. la merogoh
kantongnya, meraba kapur tulisnya yang berwarna
hijau.
"Apakah tidak lebih baik jika jalan yang kita lalui
diberi tanda?" katanya mengusulkan. "Jadi kalau
nanti tersesat, kita bisa menemukan jalan
kembali."
"Kita takkan tersesat," kata Chang. "Sedang
apabila kita memberi tanda, Jensen mungkin
menemukannya nanti, sehingga ia akan bisa
menyusul kita dengan gampang."
118
Chang kedengarannya sangat yakin akan
kemampuannya. Tapi Bob tahu, kemungkinan
tersesat selalu ada. Bahkan apabila jalan yang
ditempuh rasanya sudah dikenal baik. Pete juga
berpendapat begitu.
"Begini, Chang," katanya, "kami mempunyai
tanda rahasia, berbentuk tanda tanya. Bagaimana
jika kita menandai jalan yang dilewati dengan tanda
khusus itu, tapi juga dengan tanda-tanda panah
yang menunjuk ke berbagai arah. Jadi cuma kita
saja yang tahu pasti, tanda mana yang menunjukkan
arah yang sebenarnya. Kalau ada orang masuk
ke sini mengejar kita, ia pasti banyak kehilangan
waktu karena mengikuti tanda-tanda palsu."
Usul itu disetujui oleh Chang.
"Lagi pula Jensen tidak tahu-menahu tentang
tambang ini," katanya menambahkan. "Begitu
pula kenyataan bahwa dari sini ada hubungan
langsung ke gua tempat penyimpanan anggur.
Tapi kalian memang benar ada saja kemungkinan
kita tersesat di dalam nanti. Sebaiknya di luar
gua kita tidak membubuhkan tanda apa-apa,
karena Jensen atau anak buahnya jangan sampai
bisa cepat mengetahui di mana kita berada. Tanda
baru kita bubuhkan apabila sudah berada dalam
Hang tambang."
Mereka lantas masuk ke dalam liang tambang
kuno itu. Jalan yang dilalui sempit, dan di beberapa
bagian rendah. Sekali-sekali mereka sampai di
persimpangan atau percabangan lorong. Simpang
atau cabang itu dulu dibuat karena pekerja
119
tambang mengikuti lajur emas yang menyimpang.
Bob menandai arah yang benar dengan tanda
tanya. la juga membuat tanda-tanda panah yang
besar, menunjuk ke lorong-lorong yang menyesatkan.
Bagi orang yang tidak mengetahui rahasianya,
tanda-tanda itu pasti membingungkan.
Tapi kemudian mereka sampai di suatu tempat
yang langit-langitnya runtuh sebagian. Itu rupanya
terjadi baru beberapa waktu yang lalu. Liang nyaris
tertutup sama sekali, tertimbun batu dan tanah.
Chang berhenti berjalan.
"Sekarang kita harus merangkak," katanya.
"Aku duluan!"
la mengambil sesuatu benda yang terselip di
pinggangnya, lalu menyerahkannya pada Pete.
"Ini senter yang di dalamnya ada kalung
mutiara," katanya. "Kau saja yang memegangnya,
Pete. Barang itu cuma akan mengganggu
kebebasan gerakku saja, apabila aku nanti harus
menggali jalan tembus."
"Baiklah," kata Pete. Diselipkannya senter berisi
benda berharga itu ke pinggangnya. la mengencangkan
ikat pingggannya, supaya senter itu tidak
terjatuh dengan tidak sengaja. "Tapi aku lebih
senang jika memegang senter yang bisa menyala."
"Ya itu memang problem, karena senter kita
cuma dua," kata Chang. "Bob, bagaimana jika
sentermu kauberikan saja pada Pete! Aku
merangkak paling depan, dengan senterku.
Setelah itu kau menyusul. Pete paling belakang,
dengan senter pula. Dengan begitu kau akan
120
diterangi senternya, sehingga bisa melihat jalan."
Bob tidak begitu setuju terhadap usul itu. Dalam
gelap, rasanya lebih enak apabila memegang
senter sendiri dan tidak tergantung pada bantuan
orang lain.
Tapi saran Chang memang baik. Karena itu
diserahkannya senter pada Pete. Dan kemudian
ternyata Bob bisa merangkak dengan lebih baik,
karena tidak perlu repot-repot memegang senter
dengan tangan sebelah. Hal itu menguntungkan
baginya, ka*rena kakinya yang baru sembuh mulai
terasa pegal.
Bagian lorong yang langit-langitnya runtuh itu
panjangnya tak sampai seratus meter. Tapi
rasanya mereka tidak habis-habisnya merangkak
di situ. Chang yang paling di depan kadangkadang
terpaksa merebahkan diri lalu beringsutingsut
maju. Bob dan Pete mengikuti dari
belakang. Kadang-kadang Chang harus berhenti
sebentar, menggali tanah untuk melebarkan
tempat lewat. Atau mendorong batu-batu ke
samping.
Sekali Bob menyenggol langit-langit. Seketika
itu juga sebongkah batu yang tidak begitu besar
jatuh menimpa punggungnya, sehingga ia tidak
bisa bergerak maju maupun mundur. Bob
memaksa dirinya agar jangan gugup, sementara
Pete merangkak mendekati, lalu meraihkan tangan
ke depan untuk menggeser batu itu.
"Terima kasih, Pete," kata Bob dengan napas
sesak, lalu terus merangkak lagi. Pete harus
121
mengeruk tanah di dasar lorong dulu, supaya ia
tidak mengalami nasib yang baru saja menimpa
Bob.
Napas Bob sudah tersengal-sengal, ketika
akhirnya mereka tiba di suatu tempat di mana
mereka bisa berbaring menjulurkan kaki sambil
bersandar ke dinding lorong.
Di atas kepala mereka terpasang balok-balok
yang sudah tua, penopang langit-langit lorong itu.
Diterangi cahaya senter, nampak balok-balok itu
melengkung karena tertekan bobot gunung yang
ada di atasnya. Tapi sejak bertahun-tahun tidak
terjadi apa-apa. Karenanya tak ada gunanya
mengkhawatirkan penopang itu akan patah, justru
pada saat mereka ada di bawahnya.
Selama beberapa waktu ketiga remaja itu
terkapar di situ untuk beristirahat. Kemudian
Chang membuka mulut.
"Itu tadi bagian yang paling berat," katanya.
"Manti masih ada satu tempat lagi yang juga sulit
dilalui, tapi tidak sesulit tadi. Dan satu hal sudah
pasti " kata Chang terkikik pelan. "Jensen takkan
mungkin bisa mengejar kita lewat sini. Tubuhnya
terlalu besar."
Sambil beristirahat, Chang menceritakan sejarah
tambang di mana mereka saat itu berada.
"Masih adakah emas di sini sekarang?" tanya
Bob dengan penuh minat.
"Masih ada sedikit, tapi untuk mengambilnya
diperlukan linggis, dan barangkali juga dinamit,"
jawab Chang. "Nah kita lanjutkan saja
122
perjalanan kita. Sekarang pasti sudah malam.
Tentunya Bibi Lydia mulai cemas, karena kita
belum muncul."
Bob tidak lupa membubuhkan tanda-tanda
tanya sepanjang lorong yang dilalui, dicampur
dengan tanda-tanda panah yang merupakan
petunjuk palsu. Tapi sekali Chang agak bingung.
Saat itu mereka sampai di suatu tempat yang
menghadapi tiga lorong yang menuju ke arah yang
berlain-lainan. Akhirnya ia memilih lorong yang
paling kanan. Tapi setelah sekitar dua ratus lima
puluh meter, lorong itu tidak bisa dilalui lagi karena
langit-langit di situ runtuh dan menutupi jalan
sepenuhnya.
"Keliru," kata Chang, sambil mengarahkan sinar
senternya ke lantai lorong. "Lihatlah!"
Nampak tulang-belulang memutih kena sinar
senter. Sesaat Bob dan Pete kaget, karena
menyangka yang mereka lihat itu kerangka
manusia. Tapi ternyata bukan, melainkan tulangbelulang
seekor binatang yang matia tertimpa
langit-langit yang runtuh.
"Seekor keledai, yang dipakai untuk mengangkut
bijih ke luar," kata Chang menjelaskan.
"(Jntung pekerja yang menuntunnya tidak ikut
tertimpa. Atau mungkin saja ia pun tertimbun
langit-langit. Tidak ada yang tahu, karena tempat
ini tidak pernah digali untuk menyelidikinya."
Bob menatap tengkorak keledai itu. la bergidik.
la merasa lega, ketika Chang mengajak mereka
pergi lagi dari situ.
123
Setelah itu Chang kelihatannya tidak ragu-ragu
lagi memilih jalan yang benar. Dengan cepat ia
bergerak mendului, lewat sejumlah besar lorong
yang bercabang-cabang. Tahu-tahu ia berhenti,
sehingga Bob yang ada di belakangnya membentur
dirinya.
"Kita sampai di Kerongkongan," kata Chang
menjelaskan.
"Kerongkongan? Apa itu?" tanya Pete agak
bingung.
"Suatu celah yang terjadi dengan sendiri di
tengah batu cadas," kata Chang. "Lewat celah itu
kita akan sampai dalam lorong tambang yang
dibuat dari balik gunung. Tapi celah itu sempit dan
tidak rata!"
Chang menyorotkan senternya ke suatu celah
yang kelihatannya sempit sekali. Tingginya pas
untuk seorang remaja bertubuh langsing yang
berdiri tegak. Tapi untuk melewatinya, ia harus
bergerak miring. Kalau tidak, tidak bisa!
"Ya kita harus beringsut-ingsut menyamping
lewat situ," kata Chang, seolah-olah bisa membaca
pikiran kedua temannya.
"Kau kau yakin celah itu tembus ke lorong di
balik ini?" tanya Bob. Makin lama ia berada di
bawah tanah, semakin tidak enak saja perasaannya.
Dan bayangan harus beringsut-ingsut melalui
celah sempit itu, sama sekali tidak disukainya.
"Ya, betul," kata Chang menegaskan. "Aku
sudah pernah lewat di situ. Lagi pula, tidakkah
124
kaurasakan arus angin? Dari sebelah sana ada
udara masuk ke sini."
Katanya memang betul. Terasa, hembusan
angin membelai pipi.
"Kita harus melewati celah itu,!' sambung
Chang, "karena itulah satu-satunya lybang yang
menghubungkan kedua lorong tambang yang
dibuat dari kedua sisi gunung ini. Yang bisa lewat di
situ cuma anak-anak saja, atau orang dewasa yang
bertubuh kecil. Mudah-mudahan saja selama
enam bulan belakangan ini aku tidak terlalu cepat
tumbuh! Yah sekarang aku saja yang mencoba
paling dulu. Kalian berdua menunggu sampai aku
sudah ada di seberang. Kalau aku sudah berhasil,
akan kunyalakan senterku tiga kali. Lalu kau yang
menyusul, Bob; Aku dan Pete akan menerangi dari
kedua sisi, supaya kau bisa melihat lebih jelas.
Kalau Bob sudah lewat, akan kunyalakan senterku
lagi tiga kali untuk memberi isyarat bahwa kau
harus menyusul, Pete."
Pete dan Bob menyetujui rencana itu. Lalu
Chang menyelipkan tubuhnya ke Kerongkongan,
sementara senter dipegang dengan tangan kanan.
Dengan hati-hati ia menggeser tubuhnya ke
samping. Dijaganyya benar agar jangan sampai
terjadi gerakan mengejut, karena itu pasti akan
menyebabkan tubuhnya terjepit dalam celah
sempit yang tidak rata itu.
Pete dan Bob melihat cahaya senter yang
dipegang Chang bergerak-gerak. Cahaya itu tidak
nampak jelas, karena boleh dibilang hampir selalu
125
tertutup tubuh anak itu. Tadi Chang mengatakan,
apabila Kerongkongan sudah dilewati, mereka
sudah hampir sampai di bagian gua di mana
disimpan tahang-tahang anggur. Dari tempat itu,
dalam waktu paling lama satu jam mereka akan
sudah sampai di rumah kembali.
Chang sebenarnya maju dengan cukup lancar.
Tapi menurut perasaan kedua remaja yang
menunggu di balik Kerongkongan, lama sekali
waktu berlalu sebelum akhirnya nampak sinar
terang memancar tiga kali sebagai tanda bahwa
Chang telah sampai di seberang dengan selamat.
"Oke, Bob sekarang giliranmu," kata Pete.
"Pasti gampang untukmu, karena kau lebih kecil
dari kami berdua."
"Betul, pasti gampang," jawab Bob. Padahal
tenggorokannya terasa kering, karena ngeri.
"Tolong sinari jalan dari sini,"
Sementara Bob beringsut menyamping memasuki
Kerongkongan, Pete menyuiuhi jalannya
dengan senter yang dipegang dekat ke lantai. Dari
seberang nampak samar cahaya senter Chang.
Pete memperhatikan Bob beringsut-ingsut
dengan pelan, makin lama makin dalam masuk ke
Kerongkongan. Sesaat kemudian cahaya dari
seberang tidak nampak lagi, karena celah kini
sama sekali terisi tubuh Bob. Pete masih
membiarkan senternya menyala terus selama
beberapa saat. Kemudian dipadamkan, karena
menurut perasaannya Bob kini pasti sudah lebih
dekat ke tempat Chang menunggu.
126
Dengan tegang Pete menunggu isyarat sorotan
senter sebanyak tiga kali. Agak lama ia menunggu,
tapi isyarat itu tidak datang-datang juga. Entah apa
sebabnya!
Tahu-tahu ia mendengar teriakan samar, disusul
kata-kata, "Pete! Jangan "
Itu suara Chang. Pete merasa mengenalinya,
walau agak kabur bunyinya karena terhalang batu.
Seruan itu terhenti dengan tiba-tiba, seakan-akan
ada yang menyekap mulut Chang.
Tapi Pete merasa bisa menebak apa yang
hendak diteriakkan oleh temannya itu. Chang
hendak menyerukan, 'Jangan ke sini!'
Ditunggunya beberapa saat di balik celah.
Kemudian dilihatnya nyala senter tiga kali
berturut-turut. Setelah gelap sebentar, nampak lagi
nyala senter. Kembali tiga kali berturut-turut.
Tapi nyalanya lebih singkat daripada tadi, ketika
Chang memberi isyarat menyuruh Bob menyusul.
Pete sadar, itu pasti jebakan. Bukan Chang atau
Bob, tapi orang lain yang memberi isyarat padanya
untuk datang. Dan isyarat itu, ditambah teriakan
tadi, menyebabkan Pete tahu apa yang terjadi di
seberang.
Chang dan Bob terperangkap!
127
Bab 11
HARTA
DALAM TENGKORAK
Tepat pada saat itu Jupiter Jones sedang
berbicara dengan Miss Lydia Green lewat hubungan
telepon.
"Apa? Mereka bertiga menghilang?" tanya
Jupiter kaget.
"Ya, tahu-tahu lenyap!" Suara wanita itu
terdengar sangat cemas. "Mereka tadi pergi naik
kuda. Rencananya hendak pergi sepanjang hari,
melihat-lihat lembah. Kami di sini sangat repot
karena sheriff, para wartawan dan entah urusan
apa lagi. Jadi pada saat makan malam baru kami
sadari bahwa mereka belum kembali. Lalu ketika
dicari, ternyata mereka tidak ada di lembah.
Bahkan kuda-kuda mereka pun tidak berhasil
ditemukan sampai sekarang."
Sekali itu otak Jupiter kelihatannya tidak bisa
bekerja dengan lancar seperti biasanya. la hanya
bisa mengatakan, "Kalau begitu, di mana
mereka?"
"Menurut perkiraan kami, mereka ada dalam
tambang," jawab Miss Green. "Di bawah gunung di
sini ada lorong tambang yang banyak cabangnya.
Sebagian dari lorong itu kami manfaatkan untuk
128
menyimpan minuman anggur produksi kami
sampai jadi. Menurut dugaan kami, Chang
mungkin mengajak kedua temanmu ke situ untuk
melihat-lihat Kini sudah dikerahkan beberapa
orang ke situ, untuk mencari mereka."
Jupiter mencubit bibirnya. Kini otaknya mulai
bekerja. la berpikir. Mutiara Hantu lenyap, dan kini
disusul kedua rekannya bersama Chang. Mungkin
sama sekali tidak ada hubungan antara kedua
kejadian, itu tapi siapa tahu?!
Jupiter memutar otak. Ini keadaan darurat, dan
untuk itu diperlukan tindakan kilat.
"Semua orang yang tersedia sudah Anda
kerahkan untuk mencari mereka?" tanyanya
kemudian pada Miss Green.
"Ya, tentu saja," jawab wanita itu. "Semua
pekerja perkebunan yang belum minggat, serta
para pekerja di pabrik anggur bahkan seluruh
pembantu di rumah sudah kami kerahkan. Kami
memeriksa lorong-lorong tambang di mana
disimpan tahang-tahang anggur. Kami juga
menyuruh orang-orang mencari ke gurun pasir di
luar Verdant Valley karena mungkin ketiga
remaja itu berkuda ke sana."
"Bilang pada orang-orang yang mencari, supaya
memperhatikan tanda berupa tanda tanya," kata
Jupiter, la mengenal kedua rekannya. Jadi ia tahu,
di mana pun mereka berada pasti akan berusaha
membubuhkan tanda lambang Trio Detektif di
tempat itu.
129
"Tanda tanya?" tanya Miss Green. Dari nada
suaranya terdengar bahwa ia tidak mengerti.
"Ya, betul tanda tanya," kata Jupiter
menegaskan sekali lagi. "Kemungkinannya dibuat
dengan kapur tulis. Jika ada yang menemukan
satu tanda tanya atau lebih, suruh orang itu
melaporkan dengan segera!"
"Aku masih belum mengerti," kata Miss Green
dengan nada bingung.
"Saya tidak bisa menjelaskannya lewat telepon,"
kata Jupiter. "Saya akan segera datang ke sana.
Tolong jemput kami dengan mobil di pelabuhan
udara. Saya akan datang dengan orang lain
ayah Bob Andrews. Saya tahu, pasti ia mau
datang."
"Ya ya," kata Miss Green terbata-bata, "tentu
saja! Aduh, mudah-muda Han" saja mereka tidak
mengalami cedera."
Setelah itu Jupiter menelpon ayah Bob.
Mula-mula Mr. Andrews kaget mendengar kabar
bahwa anaknya hilang. Tapi ia langsung setuju,
Jupiter bergegas ke luar untuk meminta pada
Konrad agar menolongnya menjaga toko besok,
dan sekaligus minta tolong diantarkan dengan
mobil ke pelabuhan udara.
Jupiter langsung bertindak. Tapi ia masih belum
tahu pasti apa yang akan dilakukan berikutnya. Ia
merasa sangsi bahwa Bob, Pete dan Chang hanya
tersesat dalam tambang, sehingga bisa cepat
ditemukan.
130
Dugaannya itu memang tidak keliru: Tak lama
kemudian Bob dan Chang sudah diselundupkan
melewati gerombolan pencari yang sibuk memeriksa
lorong-lorong tambang di sisi lembah
Verdant Valley, lalu dibawa pergi tanpa diketahui
para pencari. Hal itu bisa dilakukan karena kedua
remaja itu dimasukkan ke dalam tahang anggur
yang besar. Padahal tahang anggur merupakan
pemandangan yang biasa di perkebunan anggur
itu, sehingga tidak ada yang menaruh rasa curiga
ketika melihat beberapa tahang dinaikkan ke atas
truk dan dibawa pergi.
Jadi sementara orang-orang sibuk mencari
mereka, Bob dan Chang sudah diangkut pergi oleh
Jensen ke suatu tempat yang belum mereka kenal.
Sedang Pete, yang saat itu menyimpan Mutiara
Hantu, gentayangan sendiri menyusur loronglorong
tambang di balik Kerongkongan. Tidak ada
yang mencari di sana, karena kecuali Jensen serta
anggota-anggota komplotannya, tidak ada yang
tahu bahwa ketiga remaja" itu sebelumnya
Ynenyeberangi puncak gunung lalu turun ke ngarai
yarig dikenal dengan nama Hashknife Canyon.
Begitu pula bahwa ada jalan dari lorong-lorong
tambang sebelah sana ke tempat penyimpanan
anggur di sebelah sini.
Begitu ia menyadari bahwa Bob dan Chang pasti
disekap orang yang sudah menunggu di balik
Kerongkongan, dengan segera Pete mundur lalu
memasang telinga dan membuka mata lebarlebar.
Ia menunggu munculnya tanda bahwa ada
131
orang datang mengejarnya lewat celah sempit itu.
Tapi tak nampak cahaya memancar di situ. Pete
lantas menduga, kedua kawannya pasti disekap
orang-orang dewasa yang kini tidak berani
mengambil risiko menyusup ke dalam lewat
Kerongkongan, karena takut tubuh mereka terlalu
besar sehingga terjepit di situ.
Pete tahu, ia tidak bisa menunggu terus di situ,
menunggu orang-orang itu pergi. Satu-satunya
harapan baginya hanyalah kembali lagi ka
Hashknife Canyon, lalu bersembunyi di sela-sela
batu di situ sampai besok. Saat itu pasti akan
datang orang-orang dari Verdant Valley ke situ
untuk mencari mereka. Dan Petelnerasa bahwa ia
harus tetap bebassampai bisa melaporkan segala
yang diketahuinya. Dengan begitu ia mungkin
akan bisa menolong Bob dan Chang.
la meyakinkan bahwa senter tua yang berisi
kalung Mutiara Hantu masih terselip di pinggangnya.
Setelah itu sambil membisikkan doa semoga
senternya cukup lama nyalanya, ia mulai merintis
jalan kembali.
Klni desakan Bob untuk membubuhkan tandatanda
pada jalan yang dilewati ternyata ada
gunanya. Pete mencari-cari sebentar, untuk
menemukan tanda tanya demi tanya yang dibuat di
atas batu dengan kapur berwarna hijau. Sedang
tanda-tanda panah tidak diacuhkannya, karena ia
tahu bahwa itu dibuat oleh Bob guna mengecoh
orang-orang yang mungkin mengejar mereka
lewat situ.
132
Tapi walau begitu, sekali Pete tersesat. Ketika
Chang mengajak rnereka memasuki lorong yang
kemudian ternyata buntu karena langit-langitnya
runtuh, Bob membubuhkan tanda-tanda di situ
seakan-akan itulah jalan yang benar. Dan tandatanda
itu tidak, dihapus lagi. Kini Pete mengikuti
tanda-tanda itu. Tahu-tahu langkahnya terhenti, di
depan reruntuhan langit-langit. Dan dekat kakinya
terserak tulang-tulang keledai yang mati tertimpa
batu.
Pete membalikkan tubuh. Maksudnya hendak
kembali. Tapi tiba-tiba ia tertegun, karena ada
gagasan yang melintas dalam benaknya. Apa
untungnya jika mutiara hantu itu tetap ada
padanya? Mungkin saja ia nanti tertangkap. Jika
mutiara itu tidak ada padanya, Jensen pasti takkan
bisa merebutnya kembali.
Pete berpikir secepat kilat. Jika kalung itu
disembunyikan di bawah batu risikonya terlalu
besar. Dalam lorong batu-batu kelihatannya sama
semua. Sedang apabila batu tempat ia menyembunyikan
kalung diberi tanda dengan kapurnya
yang berwarna biru, ada kemungkinan tanda itu
nanti ketahuan. Jika dalam lorong itu ada sesuatu
yang gampang diingat, tapi di pihak lain tidak
menyolok
Sinar senternya menerangi tengkorak keledai
yang sudah memutih. Nah, itu dia! Tengkorak itu
begitu biasa kelihatannya, sehingga sama sekali
tidak menarik perhatian orang. Tapi Pete akan bisa
mengingatnya dengan mudah.
133
Dengan cepat ia mengambil kalung yang masih
terbungkus saputangan kertas dari tabung senter,
lalu menyelipkannya ke dalam rongga tengkorak
keledai. Setelah itu ia meneruskan langkah surut,
ke arah mulut terowongan. Sesampainya di
persimpangan yang terdiri dari tiga lorong, ia
berhenti kembali. Lagi-lagi ia mendapat akal baru.
Untuk apa ia repot-repot membawa senter yang
sudah kosong dan tidak bisa dinyalakan. Entah apa
sebabnya tapi tiba-tiba ia mendapat firasat
untuk mengisi tabung kosong itu dengan kerikil,
lalu menyembunyikannya. Dipertimbangkannya,
senter itu nanti bisa dimanfaatkan untuk menyesatkan
apabila ia sampai tertangkap.
Ia memasukkan beberapa butir kerikil ke dalam
saputangannya, yang kemudian dimasukkan ke
dalam tabung senter. Senter itu ditaruhnya di balik
sebongkah batu. Tidak jauh dari batu itu diaturnya
asal jadi beberapa buah batu yang lebih kecil.
Apabila diperhatikan agak seksama, barulah
ketahuan bahwa batu-batu yang diatur itu
membentuk tanda panah yang menunjuk ke batu
besar di mana ia tadi menyembunyikan senter di
belakangnya. Dengan begitu apabila perlu nanti, ia
akan bisa menemukan tempat itu kembali.
Setelah itu selesai, Pete cepat-cepat melangkah
lagi, sampai di tempat yang langit-langitnya
sebagian turun. Di situlah ia bersama kedua
temannya tadi terpaksa merangkak-rangkak maju
supaya bisa lewat.
134
Pete sudah berjam-jam di bawah tanah saat itu.
Perutnya sudah perih karena lapar. Ia sudah bosan
berada di tengah kegelapan. Tapi walau begitu, ia
tidak mau bergegas-gegas. la tahu jika ia bergegas,
ada kemungkinan nanti terjepit di situ dan
mungkin untuk selama-lamanya. Satu-satunya
cara melewati tempat itu dengan aman, ialah
beringsut-ingsut dengan pelan.
Pete menggeserkan senter yang tergantung
pada ikat pinggangnya ke samping, supaya
geraknya bisa bebas. Setelah itu ia maju sambil
berlutut, kemudian sambil tiarap.
Sekali sebongkah batu kecil jatuh dari langitlangit,
tepat di depannya. Nyaris saja ia kena.
Sesaat jantungnya seakan berhenti berdenyut. la
mengira habis riwayatnya saat itu, karena tertimpa
langit-langit runtuh. Dirasakannya tanah di bawah
perutnya bergetar pelan. la tiarap sambil menahan
napas. Tapi kecuali batu kecil tadi, tidak ada lagi
yang jatuh. Getaran pelan berhenti lagi. Pete
meraihkan tangan ke depan, lalu menggulingkan
batu kecil itu ke samping.
Napas Pete memburu. Ia berbaring tanpa
bergerak selama beberapa saat, untuk menenangkan
perasaan. Ia tahu apa yang terjadi tadi. Semua
orang yang tinggal di daerah California mengenal
retakan San Andreas. Itu merupakan retakan besar
di kulit bumi, yang memanjang di bawah tanah
daerah California sebelah barat. Gempa bumi yang
dahsyat tahun 1906 yang menghancurkan San
Francisco, disebabkan karena terjadi pergeseran
135
pada retakan kerak bumi itu. Gerakan pada retakan
itu pula yang mengakibatkan gempa bumi hebat di
Alaska tahun 1964, yang menyebabkan di
beberapa tempat tanah amblas atau terangkat
sampai lebih dari sepuluh meter'. Setiap tahun
terjadi beratus getaran kecil kadang-kadang
begitu pelan, sehingga hanya bisa diketahui lewat
instrumen-instrumen pencatat gempa bumi.
Getaran yang dirasakan Pete merupakan
pergeseran permukaan bumi sepanjang retakan
Andreas. Gntung baginya, peristiwa itu tidak
membawa akibat apa-apa kecuali perasaan gelisah
selama beberapa detik saja. Di tempat lain
akibatnya lebih besar. Tapi itu belum diketahui
olehnya saat itu.
Dengan napas memburu, Pete melanjutkan
gerakan merangkak sampai ke tempat di mana ia
bisa kembali berdiri tegak. Setelah itu ia lari secepat
mungkin, mengikuti tanda-tanda yang dibuat oleh
Bob. Akhirnya ia sampai di gua di awal lorong.
Gua itu kelihatan kosong dan sunyi. Sedang di
luar, kegelapan malam dirasakannya seperti tabir
yang menghalangi.
Dengan hati-hati Pete melangkah ke luar.
Setelah setiap langkah ia berhenti sebentar, lalu
memasang telinga. Tapi ia tidak mendengar
apa-apa. Senter tidak dinyalakannya. Karena itu
mulut gua hanya nampak berupa tempat yang
sedikit lebih terang di tengah kegelapan pekat.
136
Begitu sampai di luar gua, Pete berhenti sejenak.
la hendak membiasakan matanya dulu pada
pemandangan malam berbintang.
Tepat pada saat itu ada orang meloncat dari
balik batu di luar gua, lalu memiting Pete dari
belakang. Mulutnya disekap tangan yang kekar.
137
Bab 12
PERJUMPAAN
DENGAN MR.WON
Bob dan Chang berada dalam sebuah ruangan.
Ruangan itu tidak berjendela. Pintunya hanya ada
sebuah. Pintu itu terkunci. Kedua remaja itu sudah
mencoba membukanya tapi sia-sia saja.
Pakaian mereka lusuh, sebagai akibat merangkak-
rangkak dalam lorong tambang. Tapi tanah
yang semula melekat sebagian besar sudah
dibersihkan. Dan mereka sudah mencuci tubuh.
Mereka juga sudah makan. Hidangannya
makanan Cina sebaki penuh. Bob belum biasa
merasakan makanan seperti itu. Tapi menurut
pendapatnya, makanan itu enak.
Sebelum makan, mereka tidak banyak bercakap-
cakap. Perut terlalu melilit-lilit rasanya, karena
lapar. Tapi kini, setelah perut kenyang, ketegangan
mereka agak menyusut sedikit.
"Di mana kita sekarang?" tanya Bob.
"Dalam sebuah bilik bawah tanah di sebuah kota
besar. Mungkin di San Francisco," jawab Chang.
"Dari mana kau mengetahuinya?" tanya Bob
dengan heran. "Mata kita tadi kan ditutup. Kenapa
kau menebak San Francisco? Kan mungkin juga di
tempat lain."
138
139
"Aku merasakan lantai bergetar, ketika ada
truk-truk besar lewat di luar. Truk besar, artinya
kota besar. Makanan tadi diantar masuk oleh
pelayan-pelayan bangsa Cina. Di San Francisco
terdapat pemukiman masyarakat Cina yang
terbesar di seluruh Amerika Serikat. Kita sekarang
berada di sebuah bilik rahasia, di rumah seorang
Cina yang kaya raya."
Bob menggeleng-geleng karena heran.
"Dari mana lagi kau mengetahui hal itu?"
"Dari makanan. Hidangan tadi dibuat dengan
gaya Cina asli, dan dimasak oleh tangan ahli. Dan
hanya orang kaya saja yang bisa menggaji juru
masak yang ahli."
"Kau cocok sekali jika berpasangan dengan
Jupiter Jones," kata Bob kagum. "Coba kau
tinggal di Rocky Beach, sehingga bisa bergabung
dengan Trio Detektif."
"Aku mau saja," kata Chang dengan nada
kepingin. "Di Verdant Valley, suasananya sangat
sunyi. Di Hongkong aku banyak teman. Tapi
sekarang Ah, tak lama lagi aku akan sudah
menjadi dewasa, lalu akan mengelola perkebunan
anggur seperti yang dikehendaki bibiku yang
terhormat." Setelah diam sesaat, ia menambahkan,
"Itu jika keadaan masih memungkinkan."
Bob mengerti maksudnya. Jika mereka bisa
terlepas dari kesulitan yang sedang dihadapi. Bob
tidak tahu, apa sebetulnya yang mereka hadapi
saat itu. Tapi Jupiter ternyata memang tepat
perkiraannya mengenai satu hal. Misteri yang
menyelubungi, tidak cuma terbatas pada munculnya
hantu di sebuah rumah kosong saja!
Renungan kedua remaja itu terganggu oleh
bunyi pintu dibuka. Seorang laki-laki bangsa Cina
yang sudah agak tua berdiri di ambang pintu. ta
memakai pakaian tradisional Cina.
"Ayo ikut!" katanya.
"Ikut ke mana?" tanya Chang dengan berani.
"Apakah tikus bertanya ia akan dibawa ke mana,
apabila tubuhnya dicengkeram rajawali?" tukas
laki-laki itu. "Ayo!"
Sambil meluruskan bahu, Chang melangkah ke
luar. Bob mengikuti teladannya.
Mereka mengikuti laki-laki tua itu, menyusur
sebuah gang, lalu masuk ke dalam bilik lift yang
sempit. Lift itu membawa mereka jauh ke atas, dan
akhirnya berhenti di depan sebuah pintu berwarna
merah. Laki-laki tua itu menggeser pintu lift ke
samping, membuka pintu merah lalu mendorong
Bob ke luar.
"Sekarang masuk!" perintahnya. "Bicara
dengan terus terang, kalau tidak ingin ditelan
rajawali!"
Bob dan Chang ditinggal sendiri. Mereka berada
dalam sebuah ruangan luas. Ruangan itu berbentuk
lingkaran, dibatasi tirai-tirai merah bersulam
pemandangan yang indah-indah, terbuat dari
benang emas. Bob melihat naga, kuil-kuil Cina
serta pohon-pohon yang kelihatannya seperti
melambai-lambai ditiup angin.
140
"Kalian mengagumi gorden-gordenku?" Terdengar
suara seseprang menyapa mereka. Suara itu
lirih dan tua, tapi bicaranya jelas. "Umurnya sudah
lima abad."
Kedua remaja itu memandang ke seberang
ruangan. Ternyata mereka tidak berdua saja di situ.
Seorang laki-laki tua duduk di sebuah kursi besar
yang berukir-ukir dengan sandaran lengan. Kursi
itu terbuat dari kayu hitam, dengan lapisan
bantal-bantal empuk.
Laki-laki tua itu mengenakan jubah yang
panjang, seperti yang dipakai raja-raja Cina jaman
dulu. Bob pernah melihat gambar-gambar mereka
dalam buku sejarah. Orang itu berparas kurus.
Kulitoya kuning pucat, seperti mutiara yang sudah
luntur. la menatap kedua remaja itu dari balik kaca
mata bergagang emas.
"Majulah," kata laki-laki tua itu. "Duduk,
anak-anak muda yang sangat merepotkan diriku!"
Bob dan Chang berjalan di atas permadani yang
begitu tebal, sehingga kaki mereka terasa seperti
tenggelam di dalamnya. Dua bangku kecil sudah
tersedia untuk mereka. Keduanya duduk, sambil
menatap laki-laki tua itu dengan heran.
"Kalian boleh menyebutku Mr. Won," kata
laki-laki tua bangsa Cina itu pada mereka.
"Umurku seratus tujuh tahun."
Bob bisa membayangkan bahwa keterangan itu
benar, karena baru saat itulah ia melihat ada orang
yang tampangnya setua itu. Tapi walau begitu, ia
141
tidak nampak uzur. Sementara itu Mr. Won
menatap Chang.
"Belalang kecil," kata laki-laki tua itu, "dalam
tubuhmu mengalir pula darah bangsaku. Aku
berbicara tentang Cina yang dulu, bukan Cina
jaman sekarang. Keluargamu banyak sangkut
pautnya dengan Cina yang dulu. Moyangmu dulu
menculik salah seorang putri kami dan diperistri
olehnya. Tapi bukan soal itu yang hendak
kubicarakan. Wanita biasa mengikuti kata hati.
Tapi moyangmu juga mencuri sesuatu yang lain.
Atau tepatnya menyuap seorang petugas negara
untuk mencurikan benda itu untuknya. Tapi itu
sama saja. Yang kumaksudkan, seuntai kalung
mutiara!"
Kini Mr. Won mulai menampakkan gerak
perasaan.
"Seuntai mutiara yang tak ternilai harganya,"
katanya melanjutkan. "Selama lebih dari lima
puluh tahun, tidak ada yang tahu di mana kalung
itu berada. Tapi kini sudah muncul kembali, dan
aku harus memperolehnya."
Mr. Won mencondongkan tubuhnya ke depan.
Suaranya bertambah lantang.
"Kaudengar kataku itu, tikus kecil? Aku harus
mendapatkan kalung mutiara itu!"
Bob sangat gelisah mendengarnya, karena ia
tahu bahwa kalung mutiara itu tidak ada pada
mereka. Jadi tidak mungkin mereka bisa menyerahkannya
pada Mr. Won. la tidak tahu, bagaimana
perasaan Chang saat itu.
142
"Yang mulia," kata Chang yang duduk di
sebelah Bob, dengan suara lantang, "rnutiara itu
tidak ada pada kami. Seseorang lain yang
menguasainya. Seseorang yang lincah dan tabah,
dan berhasil melarikan diri dengan kalung itu
untuk dikembalikan pada bibiku. Kembalikan kami
pada bibiku. Nanti akan kubujuk dia agar mau
menjual kalung rnutiara itu pada Anda. Itu pun
apabila terbukti bahwa isi surat yang diterimanya
dari seseorang yang mengaku kerabat istri
moyangku tidak benar."
"Itu tidak benar!" tukas Mr. Won. "Surat itu
dikirim seseorang yang kukenal. Maksudnya untuk
mengacaukan suasana, karena orang itu juga ingin
membeli untaian rnutiara itu. Aku kaya, tapi ia lebih
kaya lagi. Ia pasti akan berhasil membeli kalung itu,
apabila tidak kudului. Karena itu aku harus
memperolehnya!''
Chang menundukkan kepala.
"Kami ini cuma tikus-tikus kecil, yang sama
sekali tak berdaya," katanya. "Kami tertangkap,
tapi kawan kami tidak. Kalung itu kini di tangan
kawan kami itu."
"Mereka bekerja dengan coroboh!" Mr. Won
mengetuk-ngetukkan jemarinya dengan sikap
kesal ke sandaran kursinya. "Akan tahu rasa
mereka, karena menyebabkan anak itu bisa
minggat!"
"Nyaris saja ia tertangkap," kata Chang
menjelaskan. "Rupanya orang-orang itu berhasil
menebak rencanaku, entah dengan cara bagai-
143
mana! Mereka menunggu dengan diam-diam,
sementara mula-mula aku, lalu temanku ini
menyusup lewat suatu celah sempityang tidak bisa
dilalui orang dewasa. Kemudian kudengar bunyi
batu kecil menggelinding. Kuarahkan cahaya
senterku ke tempat itu. Kulihat seseorang berdiri di
situ. Aku berteriak untuk memperingatkan temanku,
tepat pada saat Jensen dan anak buahnya
meringkus kami berdua. Jadi temanku yang satu
lagi berhasil menyelamatkan diri. Celah itu terlalu
sempit, tidak mungkin Jensen atau anak buahnya
masuk lewat situ."
"Mereka ceroboh!" tukas Mr. Won sekali lagi.
"Ketika kemarin malam Jensen menelepon untuk
melaporkan bahwa kalung mutiara itu sudah ada di
tangannya dan ia akan mengantarkannya padaku
malam ini, aku sudah memperingatkan jangan
sampai terjadi kesalahan. Dan sekarang "
Perkataannya terpotong denting genta. Mr. Won
menjangkau ke bawah bantal kursinya. Bob
tercengang, karena temyata laki-laki tua itu
mengambil pesawat telepon dari situ. Mr. Won
mendengarkan sesaat, lalu mengembalikan
gagang telepon ke tempatnya semula.
"Ada perkembangan baru," katanya. "Kita
tunggu saja sebentar."
Mereka bertiga menunggu sambil membisu.
Suasana hening, makin lama makin mencengkam
menurut perasaan Bob. Tapi ia tahu, itu
disebabkan karena syarafnya yang tegang. Apakah
yang akan terjadi sekarang? Begitu banyak
144
peristiwa tak tersangka yang terjadi hari itu,
sehingga ia merasa takkan mungkin akan merasa
heran lagi. Tapi yang terjadi kemudian, sama
sekali di luar dugaannya.
Pintu merah terbuka.
Dalam keadaan dekil dan lusuh, dengan paras
pucat pasi tapi tetap tabah Pete Crenshaw
masuk ke dalam ruangan.
145
Bab 13
MUTIARA ITU HARUS
KUMILIKI
146
"Pete!" Bob dan Chang kaget dan bangkit
serentak. "Kau kenapa?"
"Tidak apa-apa, kecuali paling-paling lapar,"
jawab Pete. "Dan lenganku juga agak sakit karena
dipilin anak buah Jensen, ketika aku dipaksa
mengatakan di mana Mutiara Hantu kusembunyikan."
"Jadi kau memang menyembunyikannya?"
tanya Bob bergairah.
"Tapi pasti kau tidak mengatakan di mana,"
tambah Chang.
"Tentu saja tidak," kata Pete geram. "Mereka
marah-marah. Coba mereka tahu "
"Awas!" kata Chang dengan segera. "Ada yang
ikut mendengar!"
Pete langsung terdiam. Baru saat itu ia melihat
Mr. Won yang juga ada dalam ruangan itu.
"Kau bukan tikus lagi," kata laki-laki tua itu,
sambil memandang Chang. "Kau naga cilik, persis
moyangmu dulu." Ia berhenti sebentar. Kelihatannya
sedang berpikir.
Ketiga remaja itu kaget sekali mendengar
ucapannya yang berikut.
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
"Kau mau menjadi putraku?" tanya Mr. Won
pada Chang. "Aku ini kaya, tapi hatiku sedih karena
tidak punya keturunan pria. Kau akan kupungut,
kujadikan putraku. Dengan hartaku, kau akan
menjadi kaya raya."
"Yang mulia, aku merasa mendapat kehormatan
besar," kata Chang dengan sopan. "Tapi dalam
hatiku, ada dua hal yang kukhawatirkan."
"Katakanlah apa itu," kata Mr. Won.
"Pertama-tama, Anda menghendaki agar aku
mengkhianati teman-temanku dan mengusahakan
Mutiara Hantu untuk Anda," kata Chang.
Mr. Won mengangguk.
"Tentu saja, karena itu kewajibanmu, selaku
calon putraku," katanya.
"Dan kekhawatiranku yang kedua," sambung
Chang, "wajau kini Anda berkata sepenuh hati, tapi
nanti semuanya akan dilupakan apabila mutiara itu
sudah ada di tangan Anda.. Tapi itu tidak menjadi
soal, karena aku takkan mau mengkhianati
teman-temanku.''
Mr. Won mendesah.
"Memang, jika kau menerima tawaranku tadi,
aku pasti akan melupakannya lagi" kemudian,"
katanya. "Namun karena sekarang sudah kuketahui
watakmu, aku sungguh-sungguh ingin memungutmu
sebagai anak jika kau mau. Tapi kau
tidak mau! Walau begitu, mutiara itu tetap harus
berhasil kumiliki, karena itu berarti kehidupan
bagiku. Dan juga bagi kalian!"
147
Mr. Won meraih ke bawah bantal. la mengambil
sebuah botol kecil yang rupanya tersimpan di
suatu tempat yang dirahasiakan. Kecuali itu juga
sebuah gelas kecil dari kaca kristal, serta sebuah
benda bundar yang diletakkannya di atas telapak
tangan.
"Mendekatlah sebentar, dan perhatikan," katanya.
Chang, Bob dan Pete beringsut mendekat, lalu
menatap benda yang terletak pada telapak tangan
yang sudah keriput mirip cakar itu. Benda itu
warnanya aneh, kelabu kusam. Nampaknya seperti
kelereng murahan.
Tapi Chang mengenali benda apa itu sebenarnya.
"Sebutir Mutiara Hantu," katanya.
"Itu penamaan konyol," tukas Mr. Won. la
memasukkan mutiara itu ke dalam botol kecil.
Mutiara itu mendesis dan menggelembunggelembung
kena cairan yang ada dalam botol itu,
sampai akhirnya larut sama sekali.
"Mama sejati mutiara jenis ini ialah Mutiara
Kehidupan," kata Mr. Won, sambil menuangkan
cairan dari botol ke gelas kristal. Cairan itu
diminumnya* sampai habis. Setelah itu dikembalikannya
gelas dan botol ke tempat semula.
"Naga cilik keturunan Mathias Green," katanya
kemudian, "serta kedua kawanmu! Kini akan
kuceritakan pada kalian sesuatu yang tidak banyak
.diketahui orang sedang yang mengetahuinya
merupakan orang-orang yang sangat bijaksana
148
atau kaya raya, atau kedua-duanya. Orang
umumnya mengenal mutiara jenis tadi dengan
nama Mutiara Hantu. Orang tahu, nilainya sangat
tinggi. Tapi apa yang menyebabkannya begitu?
Bukan karena keindahannya. Dinilai sebagai
perhiasan, mutiara jenis itu buruk sekali. Warnanya
pudar seakan-akan mati. Bukankah begitu?"
Ketiga remaja itu mengangguk saja, karena
tidak tahu apa sebetulnya yang hendak dikatakan
oleh Mr. Won. Laki-laki tua itu melanjutkan
penuturannya.
"Selama berabad-abad, mutiara jenis tadi hanya
beberapa butir saja ditemukan di suatu tempat
tertentu di Samudera Hindia. Tapi kini tidak satu
pun ditemukan lagi di tempat itu. Di seluruh dunia
paling banyak hanya ada setengah lusin kalung
Mutiara Hantu aku memakai istiiah yang biasa
dipakai orang. Mutiara-mutiara itu berada di
tangan orang-orang yang terkaya di dunia Timur,
dan dijaga baik-baik. Apa sebabnya? Karena "
Mr. Won berhenti sebentar, untuk lebih menekankan
kata-kata yang diucapkan setelah itu, "jika
larutan itu ditelan seperti kulakukan tadi, mutiara
jenis itu membawa berkah perpanjangan umur.
Dan yang tadi itu mutiara yang terakhir."
Ketiga remaja itu mendengarkan sambil melongo.
Kelihatan jelas bahwa Mr. Won benar-benar
meyakini kata-katanya sendiri. Laki-laki tua itu
menarik napas panjang.
"Kenyataan ini ditemukan di Cina, berabad-abad
yang lalu," katanya melanjutkan. "Rahasianya
149
disimpan para raja dan kaum bangsawan, lalu
kemudian oleh pedagang kaya seperti aku.
Gmurku sekarang seratus tujuh tahun, karena
seumur hidupku aku sudah menelan lebih dari
seratus mutiara kehidupan, yang oleh pihak
orang-orang yang tidak tahu disebut Mutiara
Hantu."
Kini matanya yang sipit menatap Chang.
"Naga cilik, itulah sebabnya kenapa aku harus
berhasil memperoleh kalung itu," katanya. "Setiap
butir mutiara memperpanjang umur sekitar tiga
bulan. Gntai kalung itu terdiri dari empat puluh
delapan butir mutiara. Jadi umurku bisa dua belas
tahun lebih panjang!"
Suara Mr. Won kian meninggi.
"Aku harus memperoleh mutiara-mutiara itu!
Tak ada yang bisa mencegahku. Ketahuilah, kalian
ini cuma debu saja bagiku, jika kalian berusaha
menghalangi! Kelanjutan hidup selama dua belas
tahun sedang aku sudah berumur seratus tujuh
tahun! Sekarang tentunya kau mengerti betapa
pentingnya itu untukku, naga kecil!"
Chang mengigit bibir.
"la tidak main-main," bisiknya pada Pete dan
Bob. "la pantang mundur. Aku akan mencoba
melakukan penawaran."
"Silakan menawar," kata Mr. Won, yang rupanya
tajam pendengarannya. "Itu memang cara Timur!
Hasil tawar-menawar secara jujur akan dihormati
kedua pihak."
150
"Bersediakah Anda membayar harga mutiara itu
pada bibiku, apabila Pete mengatakan di mana
tempatnya?" tanya Chang.
Mr. Won menggeleng.
"Sudan kukatakan, aku akan membayar orang
yang bernama Jensen itu dan kataku selalu
kutepati. Tapi " ia berhenti sebentar, meneliti
Chang. "Ada kesulitan sehubungan dengan
pembayaran hipotek kebun dan pabrik anggur
bibimu. Nah ketahuilah bahwa hipotek itu ada di
tanganku. Aku berjanji bahwa bibimu akan kuberi
waktu untuk menebusnya. Selama itu aku takkan
mengganggu-gugat. Kecuali itu hantu yang
selama ini menakut-nakuti para pekerja akan
menghilang, dan para pekerja akan datang lagi."
Ketiga remaja itu terkejap-kejap karena kaget.
"Kalau begitu, Anda tahu itu hantu siapa?" seru
Chang. "Bagaimana Anda bisa tahu?"
Mr. Won tersenyum sekilas.
"Biar sedikit-sedikit, pengetahuanku cukup
luas," katanya. "Antarkan Jensen ke tempat
mutiara disembunyikan, dan kesulitan bibimu
akan berakhir."
"Itu penawaran baik," kata Chang. "Tapi dari
mana kami bisa tahu bahwa Anda bisa dipercaya?"
Secara otomatis, Pete dan Bob mengangguk.
Karena pikiran itu juga terlintas dalam diri mereka.
"Aku Mr. Won," kata laki-laki tua itu dengan
ketus. "Kataku lebih teguh dari simpai baja!"
"Tanyakan bagaimana kita bisa mempercayai
Jensen!" potong Bob.
151
"Ya, betul karena Jensen bisa saja menjanjikan
sesuatu, tapi kemudian berbuat sebaliknya!"
sambung Pete.
Mr. Won melantangkan suaranya lagi.
"Suruh Jensen datang," katanya.
Mereka menunggu. Dua menit, tidak terjadi
apa-apa. Kemudian pintu merah dari lift terbuka,
dan Jensen muncul dalam ruangan. Dengan sikap
tak peduli ia melangkah maju, menghampiri Mr.
Won dan ketiga remaja itu. Tampangnya masam.
"Anda berhasil membuka mulut mereka?"
gerutunya.
"Kau tidak berhadapan dengan sesamamu!"
tukas Mr. Won dengan nada tajam. "Kau makhluk
malam yang melata, yang sepantasnya diinjak.
Bersikaplah sesuai dengannya!"
Ketiga remaja itu melihat air muka Jensen
berubah karena marah. Tapi cuma sekejap dan
kemudian berubah lagi, menampakkan kengerian.
Kengerian yang luar biasa!
"Maaf, Mr. Won," katanya dengan suara seperti
tercekik. "Saya tadi cuma ingin tahu "
"Diam, dan dengarkan baik-baik!" potong Mr.
Won. "Jika nanti malam ketiga remaja ini
menyerahkan kalung mutiara itu ke tanganmu,
setelah itu kau harus menjamin bahwa mereka
tidak mengalami cedera. Kau boleh mengikat
mereka kalau perlu, sehingga diperlukan waktu
lebih dari sejam untuk membebaskan diri. Tapi
jangan kauikat terlalu ketat! Jika mengalami
cedera setelah menyerahkan kalung itu padamu,
152
kau akan mengalami pembalasanku seratus kali
lipat lebih dahsyat. Jika kau tidak mengacuhkan
peringatanku ini, kau akan mengalami seratus
irisan yang membawa maut!"
Jensen harus meneguk liur beberapa kali dulu,
sebelum bisa bicara lagi.
"Verdant Valley kini pasti sudah penuh dengan
orang yang mencari mereka," katanya dengan
nada merendah. "Sampai sekarang saya berhasil
menjauhkan perhatian dari Hashknife Canyon, di
mana mereka meninggalkan kuda-kuda mereka.
Orang-orang saya mengatakan pada para pencari
bahwa ngarai itu sudah diperiksa, tapi tidak ada
apa-apanya. Lalu sekarang jika mereka ini saya
bawa kembali ke sana "
"Mungkin kau sama sekali tidak perlu membawa
mereka kembali ke sana. Mungkin mereka mau
mengatakan padamu, di mana mutiara itu bisa
ditemukan. Mudah-mudahan saja begitu, supaya
urusan lebih gampang."
Kini Mr. Won bangkit dari tempat duduknya.
Ternyata orangnya kecil, tingginya hanya sekitar
satu meter setengah.
"Ayo," katanya menyuruh Jensen ikut dengannya.
"Mereka ingin merembukkan soal ini. Karena
persoalannya menyangkut hidup atau mati,
mereka berhak mengambil keputusan secara
bebas."
Kedua orang itu meninggalkan ruangan. Mr.
Won berjalan dengan pelan dan berwibawa, lalu
masuk ke balik tirai merah.
153
Bab 14
KEPUTUSAN PENTING
"Jangan mengatakan apa-apa yang kalian tidak
ingin diketahui orang lain," bisik Chang pada Bob
dan Pete, sementara kedua laki-laki tadi pergi.
"Soalnya, mungkin banyak orang ikut mendengarkan.
Kita mengobrol saja, untuk mengisi waktu.
Waktu kita cukup banyak, tidak perlu cepat-cepat
mengambil keputusan."
"Clntunglah," kata Pete murung, "karena kecuali
itu kita tidak punya apa-apa lagi. Sekarang aku
kepingin tahu, bagaimana kalian berdua sampai
bisa tertangkap."
"Ketika aku sampai di balik Kerongkongan, aku
menyorotkan senterku berkeliling," kata Chang.
"Saat itu sekilas kulihat muka seseorang. Seketika
itu juga aku berteriak memberi tahu padamu, Pete.
Kami disergap sekitar lima orang, dan tahu-tahu
sudah diikat dan mulut kami disumpai."
"Setelah itu mereka mencoba menipumu,
supaya menyusul masuk," sela Bob. "Untung saja
kau tidak bodoh, dan tidak bisa dijebak dengan
cara begitu. Jensen marah sekali, ketika kau tidak
muncul-muncul. la menyuruh salah seorang anak
buahnya menyusup lewat Kerongkongan untuk
154
mengejarmu. Tapi tubuh mereka tidak ada yang
kecil, jadi tidak ada yang berani mencoba."
"Aku masih belum mengerti, bagaimana
mereka sampai bisa ada di sana," kata Pete.
"Menurut Jensen, ketika ia sampai di puncak
gunung ia masih sempat melihat kita menuju ke
arah yang buntu dalam ngarai," jawab Chang, "la
menyombongkan diri bahwa ia lebih cerdik dari
anak mana pun juga, dan karenanya langsung
menduga bahwa kita hendak mencoba menyelinap
pulang lewat lorong tambang dan gua tempat
penyimpanan anggur. Rupanya ia tahu tentang
hubungan antara kedua lembah lewat Kerongkongan.
Ia lantas pergi ke balik Kerongkongan,
untuk menunggu kita di sana. Sedang beberapa
anak buahnya disuruh berjaga di Hashknife
Canyon, untuk menyergap apabila kita kembali ke
situ." ,
Chang menggeleng-gelengkan kepala dengan
sikap jengkel.
"Kusangka aku ini cerdiktapiternyata dengan
begitu mudah terperangkap!" katanya.
"Ah, Jensen cuma mujur saja, kebetulan sudah
melihat kita sebelum kita sempat bersembunyi,"
kata Pete. "Pokoknya, sekarang kau tahu bahwa di
antara para pekerja banyak yang sebetulnya
termasuk dalam komplotan Jensen, dan bahwa
orang itu sebetulnya penjahat. Dengannya bisa
dimengerti apa sebabnya begitu banyak terjadi
kecelakaan dan kerusakan, seperti kauceritakan
pada kami."
155
"Ya, betul," kata Chang. "Rupanya Jensen dan
anak buahnya yang menyebabkan. Tapi aku masih
belum mengerti, dengan tujuan apa mereka
melakukannya. Kejadian-kejadian itu dimulai lebih
dari satu tahun yang lalu. Waktu itu belum ada yang
tahu-menahu tentang Mutiara Hantu."
"Pokoknya, setelah kami berdua sudah diikat,
salah seorang anak buah Jensen datang bergegasgegas,"
kata Bob. "la menceritakan bahwa
hilangnya kita sudah diketahui, dan bibi Chang
menyuruh mencari kita di lembah, dalam tambang
dan di tempat-tempat lain. Jensen mula-mulanya
kaget mendengar laporan itu. Tapi dengan segera
ia mendapat akal.
"Saat itu kami sudah sampai di tempat
penyimpanan tahang-tahang anggur yang besarbesar.
Aku dan Chang dimasukkan ke dalam dua
buah tahang yang kemudian dipaku tutupnya.
Setelah itu tahang-tahang itu dinaikkan ke atas
gerobak. Gerobak itu ditarik ke luar, lalu
tahang-tahang di mana kami berada dinaikkan ke
atas sebuah truk. Kurasa tidak ada yang merasa
aneh, melihat dua buah tahang dimuat ke atas truk
pada saat itu."
"ide itu memang bagus sekali," kata Chang
mengakui. "Dalam tahang, kami tak berdaya. Aku
bahkan mendengar seseorang bertanya pada
Jensen apakah ia melihat kami. Jensen menjawab
dengan tidak, tapi ia bermaksud mencari di celah
sebelah utara lembah, yang menghadap ke San
Francisco. Katanya ada yang melihat kami naik
156
da menuju arah itu. la juga mengatakan takkan
kembali sebelum berhasil menemukan kami.
Dengan begitu ada alasan baik baginya untuk tidak
ikut mencari!"
Pete mengangguk. Jensen itu mungkin saja
penjahat, tapi yang pasti ia tidak bodoh.
"Kami diangkut dengan truk sampai beberapa
mil, menurut perasaanku dan setelah itu
berhenti," kaata Bob menyambung ceritanya.
"Tahang-tahang diturunkan, lalu kami dikeluarkan.
Temyata kami berada di suatu tempat yang
benar-benar terpencil dan sunyi."
"Tempat itu letaknya beberapa mil dari celah
lembah yang mengarah ke San Francisco," kata
Chang menjelaskan. "Di situ sudah menunggu
sebuah mobil, jenisnya stasion wagon. Kami
dimasukkan ke belakang, lalu diselubungi selimut.
Anak buahnya disuruhnya cepat-cepat kembali
dan ikut dalam usaha pencarian. Tapi mereka
disuruh mencegah, jangan sampai ada yang
datang mencari ke Hashknife Canyon, di mana
kuda-kuda kita tinggalkan. la juga menyuruh
mereka membawamu ke suatu alamat tertentu di
San Francisco bersama kalung mutlara itu, apabila
kau sampai bisa mereka tangkap."
"Yah mereka memang berhasil menangkapku,
tapi mutiara itu tidak berhasil mereka rebut,"
kata Pete dengan nada puas.
"Jensen menyetir mobil kayak orang gila," kata
Chang melanjutkan. "Kurasa waktu itu kami
memecahkan segala rekor kecepatan dari Verdant
157
Valley ke San Francisco. Setelah sampai, kami
dibawanya masuk ke sebuah garasi bawah tanah.
Kemudian sejumlah pelayan bangsa Cina membuka
ikatan kami. Kami diijinkan mandi, lalu diberi
makan. Nan itulah pengalaman kami, sampai
kami dibawa untuk bertemu dengan Mr. Won."
"Aku juga kepingin diberi makan sampai
kenyang," kata Pete mengeluh, "dan di samping itu
juga diberi kesempatan mandi. Coba lihat
keadaanku sekarang, kotornya ampun-ampunan!
Nah sekarang giliranku bercerita. Aku mendengarmu
berteriak, Chang. Karenanya aku langsung
mengerti bahwa isyarat dengan senter itu
dimaksudkan untuk menipu diriku. Satu-satunya
yang terpikir olehku saat itu, berusaha keluar lagi
lewat jalan yang sebelumnya kita lalui. Aku lantas
kembali. Untung Bob membubuhkan tanda-tanda
sepanjang lorong, sehingga agak mudah bagiku."
"Aku juga menandai tahang di mana aku
dimasukkan," kata Bob dengan suara lirih.
"Gntung aku bisa menggerakkan tanganku untuk
mengambil kapur dari kantong. Tapi siapakah
yang akan memeriksa ke dalam tahang anggur
yang biasa? Dan kalau ada, apakah orang itu akan
mengerti maksud tanda kita itu?"
"Bahkan Jupe pun pasti tidak bisa," balas Pete
sambil berbisik pula. "Tapi iebih baik kita bicara
dengan suara biasa, karena nanti disangka sedang
merencanakan sesuatu."
Chang lalu berbuat seolah-olah Pete hendak
mengatakan sesuatu yang penting. Maksudnya
158
untuk mengelabui orang-orang yang ikut mendengarkan
pembicaraan mereka.
"Jangan, Pete!" katanya dengan lantang.
"Jangan bercerita tentang mutiara itu. Tentang
pengalamanmu ketika tertangkap saja."
Pete menceritakan pengalamannya. la tahu,
Chang tidak menginginkan agar ia menceritakan
di mana kalung mutiara itu sebenarnya disembunyikan,
yaitu dalam tengkorak keledai. Karena
itu ia lantas mengatakan bahwa ia memasukkan
senter berisi kalung itu ke balik sebuah batu.
Setelah itu ia ke luar. Tapi sial, langsung
tertangkap.
la disergap dari belakang. Tapi ketika ia
mengatakan bahwa senter berisi mutiara disembunyikannya
dalam bagian di tambang yang tak
mungkin bisa dimasuki orang-orang yang menyergapnya,
mereka lantas menutup matanya dengan
sapu tangan. la dibimbing ke luar dari Hashknife
Canyon dan dibawa ke sebuah mobil yang sudah
menunggu, lalu-diangkut ke tempat yang sekarang.
Dari pembicaraan antara Jensen dengan
anak buahnya, diketahui bahwa usaha pencarian
terpusat di gurun pasir di luar Verdant Valley.
Ternyata usaha pengalihan perhatian dari Hashknife
Canyon yang dilakukan anak buah Jensen
berhasil.
Kemudian Chang berbicara dengan wajah
serius.
"Bibiku, dan juga Paman Harold pasti kini sudah
bingung sekali," katanya. "Kita tidak bisa berharap
159
bisa lari dari sini. Siapa pun Mr. Won itu, jelas ia
kaya raya dan sangat besar kekuasaannya. Ia bisa
bertindak semaunya. Bagi kita, tinggal satu pilihan
yaitu menyerahkan mutiara itu padanya."
"Maksudmu, begitu saja?" tanya Pete. Ia
membayangkan betapa ia sudah bersusah payah
menyembunyikannya.
"Aku percaya pada Mr. Won," kata Chang. "Ia
tadi sudah mengatakan bahwa kita takkan
diapa-apakan. Katanya, kalau mutiara diserahkan,
kesulitan Bibi Lydia akan berakhir. Aku percaya
padanya."
"Menurut pendapatmu, betul-betulkah ia percaya
bahwa mutiara itu memperpanjang umurnya?"
tanya Pete. "Maksudku, itu kan edan!"
"Aku yakin bahwa ia percaya," kata Chang. "Dan
mungkin itu benar. Kedengarannya memang tidak
masuk akal tapi jangan lupa, pengetahuan
tradisional di Cina sudah tua sekali umurnya!
Belum lama berselang sarjana Barat berhasil
menyelidiki khasiat kulit sejenis kodok. Padahal itu
sudah sejak berabad-abad diketahui di Cina.
Orang-orang kaya di sana sangat mengandalkan
khasiat kumis macan dan tulang raksasa yang
digiling halus."
"Aku pernah membaca tentang itu," sela Bob.
"Yang dikatakan tulang raksasa itu sebenarnya
tulang gajah mamut yang berasal dari Siberia
kalau tidak salah."
"Jadi siapa tahu, mungkin saja mutiara kelabu
itu benar-benar berkhasiat memanjangkan umur,"
160
kata Chang. "Pokoknya Mr. Won mempercayainya,
dan kadang-kadang kepercayaan saja sudah
merupakan obat yang cukup manjur untuk
menyembuhkan atau menyelamatkan nyawa."
"Aku ingin tahu, apa yang sebetulnya diketahui
olehnya tentang hantu hijau," kata Bob bertanyatanya.
"Aneh, hantu dan mutiara itu muncul
serempak di tempat yang sama."
Tapi Chang tidak mendengar kalimat itu lagi,
karena ia sudah berpaling lalu berseru.
"Mr. Won!" serunya. "Kami sudah mengambil
keputusan!"
Tirai merah tersingkap, dan Mr. Won datang
menghampiri mereka. Ia diikuti oleh Jensen serta
tiga orang pelayan.
"Dan bagaimana keputusan kalian, naga cilik?"
tanya Mr. Won. Mungkin pembicaraan ketiga
remaja itu didengar semua, kecuali ketika
berbisik-bisik. Tapi Chang berlagak tidak tahu.
"Kami akan menyerahkan mutiara itu pada
Jensen, agar diteruskan pada Anda," katanya.
""Barang itu disembunyikan dalam tambang."
"Biar Jensen saja yang mengambil," kata Mr.
Won bermanis-manis. "Selama itu kalian menjadi
tamuku. Nanti pasti akan dibebaskan. Kalian tidak
tahu siapa aku dan di mana aku tinggal, karena itu
kalian nanti bisa bebas mengatakan apa saja. Jika
ada yang mau percaya pada cerita kalian, aku tetap
takkan mungkin bisa ditemukan. Aku merupakan
misteri, juga di daerah pemukiman bangsa Cina
jaman modern yang mengelilingi tempatku ini."
161
"Urusannya tidak begitu gampang," kata Pete
cepat-cepat. "Jensen terlalu besar tubuhnya! la
takkan bisa merangkak lewat bagian yang
sebagian langit-langitnya sudah runtuh. Yang bisa
lewat di situ cuma anak-anak, atau orang dewasa
bertubuh kecil."
"Akan kucari seseorang " kata Jensen, tapi
langsung terpotong oleh Mr. Won yang bertepuk
dengan jengkel.
"Tidak!" tukas laki-laki tua itu. "Kau sendiri yang
harus mengambil, karena orang lain tidak bisa kita
percayai. Coba kutanyai dulu anak ini. Pandang
mataku!" perintahnya pada Pete. Pete menatap
mata Mr. Won yang memandang tanpa berkedip.
la merasa seakan-akan terpukau.
"Betulkah katamu itu?" tanya Mr. Won. "Jadi
Jensen tidak bisa masuk ke tempat di mana kau
menyembunyikan kalung mutiara itu?"
"Ya, Sir." Entah kenapa, Pete merasa saat itu
bahwa ia tidak bisa berbohong. la terpaksa
mengatakan yang sebenarnya, karena terus ditatap
oleh Mr. Won.
"Dan mutiara itu ada daiam senter?"
"Ya, Sir." Pete tidak berbohong, karena ia
memang menemukannya dalam senter. Sedang
Mr. Won tidak menyebutkan kapan mutiara itu ada
dalam senter.
"Lalu senter itu kausembunyikan. Di mana?"
"Di balik batu."
"Di mana letaknya."
"Saya tidak bisa mengatakannya dengan tepat,"
162
kata Pete. "Kalau disuruh mencari, saya pasti bisa
menemukannya kembali. Tapi saya tidak bisa
membuatkan peta lokasinya."
"Ah." Mr. Won berpikir sebentar, lalu menoleh
pada Jensen. "Jalan ke sana aman. Kau tidak bisa
menyuruh anak buahmu mengambil, karena
cuma dia ini yang bisa menemukan tempat senter
itu. Kau harus membawanya ke sana, lalu ia harus
mengambil senter yang berisi mutiara dan
menyerahkannya padamu. Bawa ketiga anak ini ke
sana!"
"Tapi itu kan berbahaya!" Keringat dingin
mengucur, membasahi muka Jensen. "Jika
mereka sekarang mencari dalam ngarai "
"Kau harus mengambil risiko itu. Pokoknya
mutiara itu harus kauperoleh! Lalu anak-anak ini
kaubebaskan dalam keadaan selamat!"
"Tapi nanti mereka mengadu, sehingga saya
tertangkap sebagai akibatnya!" keluh Jensen.
"Aku akan melindungimu," kata Mr. Won. "Kau
kuberi imbalan besar, lalu kukeluarkan dengan
selamat dari sini. Mereka tidak mengenal tampang
anak buahmu, jadi takkan bisa memberikan
laporan yang membahayakan mereka. Sedang
mengenai diriku, takkan ada yang bisa menemukan
aku. Dan kalau ada pun, ia tidak bisa
membuktikan apa-apa. Mengerti?"
Mapas Jensen memburu.
"Ya, Mr. Won," katanya kemudian. "Saya akan
melakukan seperti Anda tugaskan. Tapi bagai-
163
mana jika mereka menipuku, jika mereka tidak
mau menyerahkan mutiara itu?"
Lama sekali ruangan itu sunyi. Kemudian Mr.
Won tersenyum.
"Kalau itu terjadi," katanya pelan, "aku tidak
tertarik lagi. Singkirkan mereka semaumu, lalu
selamatkan dirimu sendiri. Tapi kurasa mereka
takkan berani mencoba macam-macam. Mereka
pun sayang pada nyawa, seperti bahkan aku
sendiri."
Bob bergidik, karena seram. Mudah-mudahan
saja Pete bisa menemukan mutiara itu kembali.
Sedang Pete? Kini barulah remaja itu ingat
bahwa jawabannya pada Mr. Won tadi menyesatkan.
Kini barulah ia ingat kembali bahwa kalung
mutiara itu sudah tidak ada lagi dalam senter. la
tidak tahu apa manfaat kenyataan itu. Tapi
setidak-tidaknya mereka bertiga akan dibawa
kembali ke Verdant Valley. Atau tepatnya, ke
Hashknife Canyon.
"Sekarang cepat sedikit," kata Mr. Won. "Hari
mulai malam."
"Akan saya ikat mereka, lalu " kata Jensen.
"Tidak perlu!" kata Mr. Won. "Dalam perjalanan
ke sana, mereka akan pulas. Cara begitu lebih
gampang, dan bagi mereka lebih nyaman. Naga
Cilik, tatap mataku!"
Chang terpaksa menatap mata laki-laki tua itu,
yang memandang tanpa berkedip.
164
165
"Manusia cilik, kau capek capek sekali! Kau
ingin tidur. Kau dibuai rasa mengantuk. Matamu
terpejam."
Bob dan Pete melihat kelopak mata Chang
bergerak menutup sesaat. Tapi anak itu berusaha
menyalangkannya kembali.
"Matamu terpejam!" kata Mr. Won lagi.
Suaranya pelan, tapi memukau. "Kau takkan kuat
melawan kemauanku. Kukuasai kemauanmu.
Kelopak matamu terasa berat. Terkatup.... terpejam....
rapat..."
BetuI juga, kelopak mata Chang terkatup,
seolah-olah ia tidak mampu lagi mengatumya.
Sementara itu Mr. Won masih terus berbicara
dengan suara pelan.
"Sekarang kau mengantuk," katanya. "Kau
sangat mengantuk. Kau terbuai ke alam mimpi,
kau dikuasai olehnya. Sesaat lagi kau akan sudah
pulas, dan akan tidur terus sampai nanti disuruh
bangun lagi. Tidur, naga cilik.... tidur.... tidur...."
la mengulang-ulang perkataan itu terus, sampai
akhimya tahu-tahu tubuh Chang terkulai. Remaja
itu sudah tidur pulas. Salah seorang pembantu
yang sudah menunggu cepat-cepat menyambutnya,
lalu menggendongnya ke luar. Chang tidur
terus.
"Dan sekarang kau, yang menyembunyikan
mutiaraku yang berharga. Tatap mataku!"
Giliran tiba pada Pete, la berusaha menghindari
tatapan mata Mr. Won, tapi tidak behasil. Mata itu
kuat sekali daya tariknya, seakan-akan magnet.
Pete seperti dipaksa menatap mata laki-laki tua itu.
la berusaha keras melawan rasa mengantuk
sementara Mr. Won membisikkan perintahnya
berulang-uiang. Tapi sia-sia belaka. Pete merasa
tubuhnya lesu sekali. Belum pernah ia merasa
capek seperti saat itu. Setelah beberapa saat
matanya sudah terpejam. Ia terkulai, disambut
seorang pelayan lagi yang juga sudah menunggu.
Bob sadar bahwa Mr. Won menggunakan
kekuatan hipnotisme, yang memang bisa dipakai
untuk menidurkan orang. Ia tahu, hipnotisme
pernah dipakai dalam pembedahan, supaya pasien
tidak merasa sakit sewaku operasi sedang
berlangsung. Jadi ia sama sekali tidak takut ketika
gilirannya tiba untuk ditatap Mr. Won.
"Ini yang paling kecil, tapi tidak kalah tabah,"
kata Mr. Won. "Kau pun sangat capek. Kau akan
tidur pula, seperti kawan-kawanmu. Tidur..."
Gob memejamkan matanya, lalu terkulai ke
depaii. Clntung pelayan yang bertugas menyambutnya
cukup sigap. Ia pun digendong ke luar.
Kini Mr. Won berpaling ke arah Jensen.
"Beres," katanya. "Mereka akan tidur nyenyak
sampai ke tempat tujuan. Nanti di sana kau
katakan saja pada mereka agar bangun, dan
mereka akan bangun. Setelah itu mutiara dan
mereka kau-bebaskan. Tapi kalau tidak "
Mr. Won berhenti sejenak, lalu melanjutkan,
"Kalau mereka ternyata menipu, kau boleh
menggorok leher mereka."
166
Bab 15
JUPITER
MENEMUKAN PETUNJUK
"Tapi masa tak seorang pun menemukan tanda
berupa tanda tanya?" Jupiter tidak bisa mengerti
bahwa itu bisa terjadi. la baru tiba di Verdant House
di Verdant Valley bersama ayah Bob.
Miss Green menggeleng. Wanita itu kelihatannya
sangat lesu.
"Tidak, tak seorang- pun menemukannya,"
katanya. "Seluruh lembah sudah kusuruh periksa,
mencari tanda seperti itu. Bahkan anak-anak pun
ditanyai. Tapi tak ada yang melihat tanda tanya
yang dibuat dengan kapur tulis."
"Apa yang sebetulnya diributkan tentang tanda
tanya itu?" tanya Harold Carlson. Setelannya
nampak kusut. la sendiri pun kelihatan capek
sekali.
Jupiter menjelaskan bahwa tanda tanya itu
merupakan tanda khusus yang dipakainya bersama
Pete dan Bob untuk menandai jalan atau
untuk memberitahukan pada teman bahwa salah
seorang dari mereka pernah ada di tempat yang
diberi tanda itu. Jika Pete atau Bob bisa bergerak
dengan bebas, pasti mereka akan membubuhkan
167
168
satu tanda tanya atau lebih, untuk menandai di
mana mereka berada.
"Aku yakin, mereka pasti berkuda lewat celah
lalu menuju ke gurun," kata Harold Carlson.
"Besok tentunya kita akan menemukan mereka.
Aku sudah menugaskan pencarian dengan
pesawat terbang, begitu hari mulai terang. Jika
mereka ada di dalam Verdant Valley atau di
dekat-dekathya, mestinya kuda-kuda mereka
sudah ditemukan sekarang."
"Mungkin." Orang yang mengatakannya Mr.
Andrews, ayah Bob. Nadanya serius. "Miss
Green, Jupiter hendak mengatakan sesuatu pada
Anda."
Wanita itu mengambil sikap menunggu, begitu
pula Harold Carlson. Saat itu mereka berempat
sedang duduk di ruang tamu Verdant House.
"Miss Green," kata Jupiter membuka kata.
Tampangnya yang bundar diseriuskannya. "Saya
mendalami persoalan ini, dan yah selama ini
saya berusaha mengambil kesimpulan tentang
hantu hijau serta jeritan yang didengar kedua
kawan saya. Menurut hasil kesimpulan saya, jeritan
itu tidak mungkin berasal dari dalam rumah,
karena kalau dari situ takkan terdengar di luar.
Rumah itu kokoh sekali, berdinding sangat tebal.
Saya sudah mengujinya. Jadi jeritan itu harus
datang dari luar.
"Katakanlah hantu memang ada! Masa hantu
harus pergi ke luar dulu untuk menjerit, lalu setelah
itu masuk lagi ke dalam. Jadi yang menjerit itu pasti
seseorang yang hidup. Orang-orang yang ada di
situ malam itu tidak tahu pasti berapa jumlah
mereka. Ada yang mengatakan enam, ada pula
yang menyatakan tujuh orang. Akhirnya saya
menarik kesimpuian, kedua-duanya benar.
"Enam orang yang masuk ke dalam rumah,
begitu jeritan itu terdengar. Orang ketujuh, yaitu
yang sebelumnya menjerit, kemudian muncul dari
balik semak dan menggabungkan diri dengan
mereka. Itu cara yang paling gampang supaya
tidak ketahuan. Dan itu satu-satunya jawaban yang
sesuai dengan kenyataan yang ada."
"Dia benar," kata Mr. Andrews. "Aku tak
mengerti kenapa pikiranku tidak sampai ke situ,
begitu pula Chief Reynolds."
Sementara Miss Green mendengarkan keterangan
Jupiter dengan kening berkerut, Harold
Carlson kelihatannya terkesan.
"Kedengarannya masuk akal," katanya. "Tapi
untuk apa orang itu berbuat demikian? Maksudku,
bersembunyi di balik semak lalu menjerit?"
"Gunanya untuk menarik perhatian," kata
Jupiter. "Jeritan aneh pasti menarik perhatian. Dan
jeritan itu justru terdengar ketika ada orang
beramai-ramai datang untuk mendengamya. Tapi
itu tidak terjadi secara kebetulan saja. Mereka
datang, karena ada yang mengajak. Tentu tidak
semua namun paling sedikit lima orang."
"Ya, memang," kata Mr. Andrews. "Keterangannya
jelas, jika dipikir-pikir."
169
"Dan tidak ada jawaban lain yang mungkin,"
sambut Jupiter. "Seseorang berkeliaran di daerah
pemukiman dekat Green Mansion, dan mengajak
sejumlah orang yang dijumpai untuk ikut melihatlihat
bangunan itu sebelum diambrukkan. la
berhasil membujuk mereka, sehingga orangorang
itu mau ikut. Mereka tidak saling mengenal,
sehingga tidak tahu bahwa orang yang mengajak
mereka sebenarnya bukan orang situ. Lalu ketika
temannya yang bersembunyi di kebun melihat
mereka datang, ia lantas berteriak."
Mr. Carlson memandang Jupiter dengan mata
terkejap-kejap, seolah-olah berusaha memahami
keterangannya itu. Sedang Miss Green jelas
kelihatan bingung.
"Tapi tapi untuk apa?" tanyanya. "Untuk apa
orang berbuat begitu?"
"Supaya orang-orang yang datang itu masuk ke
dalam rumah," kata Mr. Andrews menjelaskan.
"Kalau mereka masuk, mereka akan melihat hantu
itu dan kemudian menceritakannya ke manamana.
Itu masuk akal, Miss Green."
"Tapi bagiku tidak," bantah Mr. Carlson.
"Bagiku, semua itu omong kosong."
Jupiter membawa tape recordernya, dan kini
ditekannya tombol Play. Seketika itu juga terdengar
jeritan melengking mengisi ruangan. Miss Green
dan Harold kaget setengah mati mendengarnya.
"Itu baru permulaannya," kata Mr. Andrews. "Pita
rekaman itu terpasang terus dengan volume
maksimum, sehingga pembicaraan keenam laki-
170 i
laki itu ikut terekam sebagian. Tolong katakan,
apakah ada suara seseorang yang Anda kenali."
Jupiter membiarkan pita rekaman berputar
terus. Ketika terdengar suara laki-laki yang
bersuara berat, Miss Green nampak kaget.
"Cukup!" katanya. Jupiter menghentikan putaran
rekaman, sementara Miss Green berpaling dan
menatap Harold Carlson. "Itu tadi suaramu,
Harold! Kau memberatkannya, seperti yang biasa
kaulakukan dulu apabila memainkan peranan
penjahat dalam pertunjukan teater di sekolah
tinggi. Tapi walau begitu, aku masih bisa
mengenali bahwa itu suaramu!"
"Setelah memutarnya beberapa kali, saya
merasa yakin mengenalinya," kata Jupiter.
"Semula saya masih sangsi. Tapi logatnya mirip
dengan cara bicara Mr. Carlson, ketika kami
berjumpa dengan dia di Green Mansion. (Jntuk
menyamar pada malam itu, ia memberatkan suara
dan memakai kumis palsu. Itu saja sudah cukup,
karena saat itu gelap."
Harold Carlson nampak lemah lunglai.
"Aku bisa menjelaskannya, Bibi Lydia," katanya
lemah.
"O ya? Kalu begitu jelaskan!" tukas Miss Green.
Nada suaranya tajam.
Harold Carlson menelan ludah beberapa kali,
sebelum mulai dengan penjelasannya.
Semuanya dimulai satu setengah tahun yang
lalu, yaitu ketika diketahui bahwa ada cicit Mathias
Green yang tinggal di Hongkong. Chang kemudi-
171
172
an dibawa Lydia ke Amerika Serikat. Lydia Green
menyatakan waktu itu, karena Chang ternyata cicit
langsung dari Mathias Green, maka kebun dan
pabrik anggur yang terdapat di Verdant Valley
sebenarnya adalah miliknya. Karena itu Miss Green
bermaksud menyerahkan semuanya pada Chang.
"Padahal selama itu aku mengira bahwa akulah
yang kemudian akan menjadi ahli waris," kata
Harold Carlson sambil mengeluh. "Karena sebelum
Chang muncul, kan aku satu-satunya kerabat
Anda, Bibi Lydia. Dan aku ikut bekerja keras
membangun perusahaan ini. Tapi kemudian
ternyata aku tidak jadi mewarisi."
"Teruskan," kata Miss Green dengan nada datar.
"Yah " kata Harold Carlson sambil mengeringkan
keringat dingin yang membasahi kening,
"setelah itu aku lantas menyusun rencana. Aku
bermaksud membeli berbagai peralatan baru. Aku
akan meminjam uang dari teman-temanku,
sehingga utang perusahaan bertumpuk-tumpuk.
Kurencanakan agar kita tidak bisa membayar
utang, sehingga semuanya disita teman-temanku.
Kemudian rencana itu kulaksanakan. Aku mempekerjakan
Jensen sebagai pengawas. la membawa
serta beberapa anak buahnya untuk membantu
mengacaukan keadaan. Misalnya merusak peralatan,
mengasamkan anggur, dan macam-macam
lagi perbuatan mereka. Nah kemudian Bibi
melakukan sesuatu, walau sebelumnya telah
bersumpah takkan mau melakukannya. Anda
setuju menjual tanah milik di Rocky Beach."
"Ya," kata Miss Green dengan suara nyaris tak
terdengar. "Ibuku sebelum Mathias Green meninggal
dunia sudah berjanji takkan menjual tanah itu,
biar bangunan yang ada di situ ambruk menjadi
puing. Tapi aku aku saat itu sudah bingung.
Karena itulah aku setuju untuk menjualnya. Untuk
membayar utang-utang yang kaubuat, Harold."
Jupiter mengikuti pembicaraan itu dengan
penuh minat. la sudah berhasil menarik kesimpulan
mengenai jeritan aneh di malam hari waktu itu,
serta menduga bahwa Harold Carlson terlibat di
dalamnya. Tapi ia belum mengetahui alasannya. la
juga belum sepenuhnya berhasil membongkar
misteri hantu.
"Aku langsung beranggapan, rencanaku untuk
merebut harta ini dari Anda dan memilikinya
bersama teman-temanku, pasti berantakan karenanya,"
kata Harold Carlson. "Namun kemudian
aku menerima kabar."
"Kabar?" kata Mr. Andrews ketus. "Kabar apa?"
"Aku disuruh menemui seseorang, di San
Francisco. Permintaan itu kuturuti. Ternyata orang
yang kudatangi itu seorang laki-laki yang sudah
sangat tua. Namanya Mr. Won. Aku tidak tahu di
mana tepatnya kami saling berjumpa, karena
ketika pergi ke sana mataku ditutup. Mr. Won
mengatakan padaku bahwa ia telah membeli
surat-surathipotek perkebunan dan pabrik anggur.
Ia berhasil membujuk teman-temanku agar mau
menjualnya dan tidak mengatakannya padaku."
173
"Tapi untuk apa orang itu melakukannya?"
tanya Miss Green.
"Sebentar lagi kujelaskan," kata Harold Carlson
sambil menarik napas panjang. "Mr. Won
kemudian mengatakan sesuatu padaku. Di ternpatnya
ada seorang pelayan wanita yang sudah
sangat tua. Wanita itu dulunya bekerja sebagai
pembantu pribadi istri Mathias Green. Wanita itu
mendengar dari seseorang yang membaca dari
suratkabar, bahwa rumah tua tempat kediaman
Mathias akan dijual dan kemudian dibongkar. la
lantas menceritakan suatu rahasia yang sudah
disimpannya selama bertahun-tahun.
"Pelayan itu mengatakan pada Mr. Won bahwa
istri Mathias Green sebenarnya sudah meninggal
dunia sejak lama. Mayatnya disemayamkan dalam
sebuah kamar di rumah itu. Kamar itu kemudian
ditembok rapat. Para pelayan semuanya disuruh
bersumpah, takkan menceritakan rahasia itu pada
siapa-siapa. Tapi kini rumah itu akan dibongkar.
Pelayan itu tidak ingin jenazah majikannya
diganggu ketenangannya.
"Mr. Won juga mengatakan padaku, menurut
pelayan itu istri Mathias Green disemayamkan
dalam peti mati, dengan perhiasan kalung M-'tiara
Hantu di lehernya."
Harold Carlson berhenti sebentar untuk menyeka
keringat. Kemudian ia melanjutkan.
"Pokoknya, Mr. Won seakan-akan tahu segalagalanya.
Ia tahu bahwa aku menginginkan kebun
dan perusahaan anggur ini. la juga tahu, hasil
174
penjualan rumah tua itu akan memungkinkan
Anda membayar semua utang perusahaan, Bibi
Lydia. Karenanya ia lantas mengajukan suatu
rencana bagiku.
"Aku harus menimbulkan kesan bahwa rumah
tua itu ada hantunya. Dengan begitu ada
kemungkinan penjualan rumah akan terhambat.
Saat itu harus kumanfaatkan untuk memeriksa
seluruh rumah dengan seksama. Aku disuruhnya
memeriksa sendiri. la juga mengatakan di mana
letak kamar yang ditembok rapat itu. Aku harus
membongkar dindingnya, mengambil kalung
mutiara hantu, lalu mengatakan bahwa aku
menemukan jenazah istri Mathias Green. Aku juga
harus mengatakan bahwa aku yakin rumah itu
berhantu!"
"Rupanya segala-galanya sudah dipikirkan oleh
Mr. Won," kata ayah Bob dengan geram.
"Ya, segala-galanya sudah diatur olehnya,"
jawab Carlson. "Aku disuruhnya menjual kalung itu
padanya dengan harga seratus ribu dollar. Aku
harus mengusahakan bahwa ada yang melihat
hantu dalam rumah itu. Kemudian hantu itu
pindah ke Verdant Valley untuk menyebabkan para
pemetik anggur yang ada di sini lari ketakutan
sehingga panen anggur tahun ini gagal.
"Hal itu akan mengakibatkan perusahaan Bibi
bangkrut. Won akan menyita kebun dan perusahaan,
lalu kemudian menjualnya kembali padaku
dengan harga seratus ribu dollar, yaitu jumlah
uang yang diserahkannya padaku untuk imbalan
175
kalung mutiara yang harus kuberikan padanya.
Dengan jalan begitu kebun anggur dan perusahaan
akan jatuh ke tanganku dan ia akan
memperoleh kalung mutiara. Entah apa sebabnya,
ia kelihatannya ingin sekali memilikinya."
"la juga mengatakan pada Anda, bagaimana
menciptakan hantu itu?" tanya Jupiter dengan
penuh minat.
"Ya, nanti akan kujelaskan juga. Pokoknya,
berdasarkan penjelasannya rencana itu sangat
sederhana. Aku lantas mengatur siasat. Jensen
kutugaskan untuk menjerit di luar. Tapi kemudian
terjadi peristiwa yang tak tersangka semula.
Kontraktor yang diberi tugas, ternyata membongkara
rumah tua itu satu minggu lebih cepat dari
rencana semula.
"Ketika aku mendengar kabar itu, pembongkaran
sudah dimulai. Aku panik, lalu bergegas datang
ke Rocky Beach bersama Jensen. Kami naik
pesawat terbang khusus. Aku sudah khawatir saja,
jangan-jangan kerangka putri Cina itu sudah
ditemukan sebelum aku tiba di sana. Kalau itu
terjadi, aku takkan bisa menjual Mutiara Hantu itu
pada Mr. Won, karena hak miliknya akan jatuh ke
tangan Bibi Lydia, yang dengannya akan Hisa
menebus hipotek.
"Tapi sebelum pekerjaan pembongkaran berjalan
jauh, aku sudah tiba di Rocky Beach. Begitu
hari gelap, Jensen kusuruh mengambil tempat di
balik semak. Lalu aku pura-pura berjalan di daerah
pemukiman dekat situ. Aku berhasil mengajak
176
beberapa orang untuk ikut dengan aku ke rumah
tua itu. Begitu kami tiba di sana, Jensen langsung
berteriak. Kami lantas melakukan penyelidikan.
Hantu hijau kemudian muncul.
"Di antara orang-orang yang ikut dengan aku,
ada yang meiapor pada polisi. Sementara itu aku
menyelinap pergi dengan diam-diam, bersama
Jensen. Jensen kembali ke sini, sedang aku tetap
tinggal di Rocky Beach. Aku berkeliaran di kota itu,
untuk menyebabkan hantu hijau itu muncul di
berbagai tempat. Dengan begitu berita-berita
mengenainya dalam koran-koran menjadi ramai
dan menarik.
"Malam itu aku tidak kembali ke Verdant Valley.
Aku menginap di sebuah hotel dengan memakai
nama palsu. Keesokan paginya aku menyewa
mobil, lalu mendatangi Green Mansion untuk
mencari kamar yang tersembunyi dan mengambil
mutiara yang katanya ada di situ.
"Sayangnya, beberapa pekerja melihat sekilas
kamar rahasia itu dari luar. Sebagai akibatnya,
kepala polisi setempat menugaskan anak buahnya
menjaga rumah itu. Jadi aku tidak bisa masuk,
sampai Anda, Mr. Andrews, datang bersama kepala
polisi serta ketigare/naja itu. Dan kita lantas masuk
beramai-ramai.
"Jadi ketika mutiara kutemukan, aku tidak bisa
mengantonginya dengan diam-diam lalu kemudian
menjualnya'pada Mr. Won. Ketika aku sudah
kembali lagai di sini, aku ditelepon Mr. Won.
Ternyata ia merhbaca berita-berita mengenai
177
kejadian itu di koran, dan karenanya bisa menduga
problem yang kuhadapi. Aku disuruhnya mengatur
perampokan mutiara itu, secafa pura-pura."
Tampang Jupiter kelihatan puas.
"Sudan saya kira perampokan itu bohongbohongan
saja," katanya. "Saya menduganya
begitu saya sadar bahwa Andalah sebenarnya yang
menyebabkan hantu hijau muncul. Setelah Bob
menghubungi saya lewat telepon untuk bercerita
tentang Miss Green yang melihat hantu serta
tentang perampokan mutiara, saya lantas menyadari
kenyataan bahwa dalam kedua peristiwa itu
Anda juga hadir. Ketika Miss Green melihat hantu,
hanya Anda sendiri yang ada di situ bersama dia.
Jadi jika hantu itu buatan orang, maka orang itu
hanya mungkin Anda. Tak ada orang lain yang bisa
dicurigai. Lalu jika Anda yang menyebabkan hantu
muncul," kata Jupiter melanjutkan ulasannya
sementara orang-orang yang lain mendengarkan
dengan tekun, "maka entah dengan alasan apa,
ternyata Anda yang mendalangi segala kejadian di
sini. Dan perampokan mutiara murupakan bagian
daripadanya. Jadi saya menarik kesimpulan,
perampokan itu juga Anda yang mendalangi. Saya
menduga Jensen mungkin ikut dalam komplotan,
sebab ia ikut dengan Anda kembali ke sini. Cukup
banyak waktu baginya untuk mengikat Anda,
sebelum kembali lagi ke tempat Bob, Pete dan
Chang menunggu."
"Ya, betul. kata Harold Carlson mengaku. "Aku
memang membuat hantu muncul lagi dalam
178
kamar Bibi Lydia, dengan maksud mengobarkan
kembali desas-desus mengenainya. Setelah itu
kuambil mutiara dari dalam lemari besi, untuk
ditunjukkan pada Bob serta kedua kawannya.
Waktu itu sudah kuatur bahwa Jensen harus
bergegas masuk membawa kabar bahwa ada yang
melihat hantu di kebun anggur. la menyuruh tiga
anak buahnya pura-pura melihatnya lalu menyebarkan
kabar itu, sehingga para pemetik ketakutan
lalu minggat dari sini.
"Kemudian aku bergegas ke luar. Lemari besi
kubiarkan tak terkunci. Ketika aku kembali lagi
bersama Jensen, dia kusuruh mengikat diriku lalu
mengambil mutiara. Seharusnya hari ini ia
mengembalikannya lagi padaku. Tapi sampai
sekarang belum!"
Harold Carlson kelihatannya sangat jengkel
mengenainya.
"la malah mengatakan padaku, ia hendak
menjualnya sendiri pada Mr. Won. Katanya, aku
takkan berani ribut-ribut mengenainya, karena
dengan begitu perananku dalam kejadian ini akan
terbongkar. Kurasa ia pergi ke San Francisco
dengan kalung mutiara itu!"
"Sudah sepatutnya kau dibegitukan, Harold,"
kata Miss Green dengan ketus. "Tingkah lakumu
persis penjahat! Tapi saat ini urusan mutiara tidak
penting. Ketiga remaja itu dulu yang harus kita
temukan kembali. Di mana mereka?"
Harold Carlson menggeleng.
"Aku tidak tahu," jawabnya.
179
Tiba-tiba Jupiter mendapata ilham.
"Mungkin mereka diculik oleta Jensen, karena
mereka mencurigai dirinya," katanya bersemangat.
Mr. Andrews mengangguk.
"Kemungkinan itu bisa saja," katanya. "Kenyataannya,
Jensen sampai kini juga belum muncul."
"Bisa kubayangkan bahwa Jensen menculik
mereka," kata Harold Carlson. "Tapi kuda-kuda
mereka lantas dikemanakan? Kan banyak orang
yang sudah seharian mencari dalam lembah serta
sebagian kawasan gurun di luar."
"Kenapa belum ada yang menemukan tanda
tanya itu, ya?" kata Jupiter dengan kesal. "Bob dan
Pete pasti berusaha meninggalkan tanda di
tempat-tempat yang mereka lalui."
Ketika mereka sedang berpandang-pandangan
sambil membisu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka.
Li, pelayan wanita yang sudah tua itu bergegas
masuk.
"Sheriff datang, Miss Green," katanya. "la
membawa kabar."
"Apakah ia berhasil menemukan mereka?" seru
Miss Green. Ia bergegas bangkit. Tapi sheriff yang
mengikuti Li masuk, menggelengkan kepala.
"Tidak, Nyonya," katanya. "Tapi Anda kan
menjanjikan akan memberi hadiah bagi siapa saja
yang menemukan tanda berupa tanda tanya. Ini
ada seorang anak, katanya ia melihat tanda tanya
itu. Anak ini bernama Dom."
180
Seorang anak yang selama itu berdiri di
belakang sheriff, maju ke depan. Tubuhnya kecil. la
kelihatannya malu-malu. Pakaiannya compangcamping.
"Kemarin sore aku melihat sebuah tanda, kayak
begini," katanya, sambil menggerakkan tangannya
membuat tanda tanya. "Aku tidak tahu bahwa
tanda itu ada artinya. Aku setelah itu tidur. Ketika
bangun lagi, kudengar ayah dan abang-abangku
sibuk membicarakan hadiah lima puluh dollar
yang dijanjikan Miss Green untuk orang pertama
yang menemukan tanda aneh itu. Aku masih
ingat." Ditatapnya Miss Green dengan penuh
harapan. "Jadi aku menerima hadiah lima puluh
dollar itu?"
"Ya, ya, tentu saja!" kata Miss Green dengan
tidak sabar. "Tapi hanya jika kau tidak bohong. Di
mana kau melihat tanda itu?"
"Dalam sebuah tahang. Tahang itu terletak di
tepi jalan, di gurun," kata anak itu. "Kami semua
pergi mencari ke sana. Ketika aku melihat ada
tahang, aku lantas melihat ke dalam. Saat itu aku
melihat tanda itu. Tapi tidak ada yang bilang
apa-apa tentang itu, jadi aku waktu itu tidak tahu
artinya."
"Dalam sebuah tahang, di tengah gurun!" Suara
Mr. Andrews terdengar kecewa. "Apa gunanya itu
bagi. kita?"
"Kurasa ada baiknya jika kita melihatnya dulu,
Sir," kata Jupiter. Sebenarnya ia sudah sangat
181
bergairah, tapi ia menahan diri. Siapa tahu,
mungkin itu-petunjuk penting."
"Aku ikut!" kata Miss Green dengan tegas. "Li!
Tolong ambilkan jasku."
"Aku juga ikut," kata Harold Carlson.
"Kau tinggal di sini!" larang Miss Green.
Setelah itu mereka bergegas ke luar, lalu naik ke
mobil sheriff. Dalam sepuluh menit mereka sudah
sampai di ujung lembah, dan menuju ke tengah
gurun yang terletak di luar.
Beberapa mil kemudian nampak dua tahang
anggur di tepi jalan. Tempat itu sangat sepi. Lampu
besar mobil menerangi kedua tahang itu.
"Itu dia!" kata Dom sambil menuding. "Dalam
tahang yang pertama!"
Sheriff menyorotkan senternya ke sisi luar
tahang yang berdiri tegak.
"Itu tahang tua yang sudah tidak dipakai lagi,"
kata Miss Green mengomentari. "Kalau dipakai
untuk tempat anggur, pasti bocor. Kenapa ada di
sini, ya?"
Sementara itu Jupiter sudah memandang ke
dalam tahang yang ditunjukkan oleh Dom, diikuti
oleh ayah Bob dan juga sheriff. Mereka bertiga
dengan jelas melihat tanda tanya yang tida'' rapi
bentuknya, di dasar tahang.
Tapi hanya Jupiter yang dengan segera tahu
bahwa tanda itu dibuat dengan kapur tulis hijau.
Dan hanya ia sendiri yang tahu artinya.
"Bob pernah ada dalam tahang ini!" katanya. "Ia
yang membubuhkan tanda itu, sebagai petunjuk!"
182
183
"Sekarang barulah aku mengerti!" seru Miss
Green. "Tahang anggur merupakan barang biasa
di sini. Jadi takkan ada yang memperhatikan dua
buah tahang yang diangkut pergi dengan truk.
Padahal kedua remaja itu ada di dalamnya!"
"Astaga!" gumam sheriff. "Jadi mereka itu
diculik, ya?"
"Lalu mungkin di sini dikeluarkan lagi dari
tahang, lalu dibawa dengan mobil," kata Mr.
Andrews. "Besar kemungkinannya, ke San Francisco.
Dan yang melakukannya, tentu saja Jensen!
Jadi sekarang kita.perlu minta tolong pada polisi di
San Francisco untuk menangkap orang itu. Kita
kembali saja ke rumah, untuk menelepon ke sana."
Mereka bergegas masuk ke mobil. Sheriff
memutar mobilnya. Tapi tiba-tiba lampu mobil
menerangi secarik kertas yang terbang dibawa
angin, lalu tersangkut di suatu semak gurun. Hanya
Jupiter saja yang langsung mendapat firasat
bahwa kertas itu mungkin ada artinya. Atas
desakannya, mobil tidak jadi langsung berangkat
lagi. la diberi kesempatan untuk mengambil carik
kertas itu. la membawa kertas itu ke mobil, lalu
mereka beramai-ramai menelitinya dengan diterangi
cahaya senter.
"Kertas ini disobek dari buku catatan," kata
sheriff. "Dan ada tulisannya."
"Ini tulisan tangan Bob!" seru Mr. Andrews.
"Kelihatannya seperti dibuat dalam gelap, karena
"Tiga puluh sembilan tambang tolong!
Ditambah dengan tiga tanda tanya!" Mr. Andrews
mengerutkan kening. Tapi Jupiter langsung
mengetahui makna berita itu.
"Bob yang menulisnya," katanya tegang. "la
hendak mengatakan bahwa kita harus mencarinya
dalam tambang."
"Ya, mungkin," kata sheriff lambat-lambat. "Tapi
angka tiga puluh sembilan itu apa artinya?
Mungkin tiga puluh sembilan mil?"
"Saya juga tidak mengerti," kata Jupiter.
184
mencong-mencong. Tapi aku masih bisa mengenali
tulisan anakku."
Di kertas itu tertulis dengan huruf-huruf besar
dan mencong-mencong.
185
"Tidak ada tambang yang letaknya tiga puluh
sembilan mil dari sini," kata Miss Green.
"Tambang-tambang daerah ini, semua terletak di
Verdant Valley, atau di Hashknife Canyon.
Tambang-tambang itu tidak ada yang bernomor.
Sedang para pencari mengatakan, kedua tempat
itu sudah diperiksa dengan teliti sekali."
Mereka berpandang-pandangan dengan bingung.
"Surat Bob ini berarti bahwa mereka ada di
sekitar sini," kata Jupiter lambat-lambat "Dan
saat ini mereka sedang terlibat dalam kesulitan.
Tapi bagaimana cara kita menemukan mereka?"
Bab 16
KEJADIAN BERBAHAYA
Bob dan Chang duduk berdampingan, bersandar
ke dinding gua yang merupakan jalan masuk
ke tambang tempat Pete menyembunyikan
mutiara. Mereka diapit dua orang laki-laki bawahan
Jensen, yang ditempatkan di situ sebagai penjaga.
Kaki kedua remaja itu terikat erat. Jadi tanpa
penjaga pun kecil sekali kemungkinan mereka
untuk melarikan diri.
Tempat itu gelap gulita. Hari sudah larut malam.
Pete sudah masuk ke dalam lorong tambang
bersama Jensen, untuk mengambil mutiara yang
disembunyikan di situ.
"Kau percaya pada Mr. Won?" tanya Bob pada
Chang. "Betulkah katanya tadi, bahwa kita tidak
akan diapa-apakan apabila mutiara sudah ada
di tangannya?"
"Aku percaya," jawab Chang. "Orang tua itu
sangat cerdik. la tinggal di daerah pemukiman
Cina menurut cara lama, secara diam-diam.
Padahal seluruh daerah itu sudah banyak berubah,
sudah menjadi daerah pemukiman biasa seperti
tempat-tempat lain di Amerika sini. Kurasa tempat
tinggalnya itu sebagian besar terletak di bawah
186
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com
tanah. Dan mungkin juga benar, umurnya sudah
seratus tujuh tahun. Aku melihat bahwa Jensen
takut sekali padanya. Jadi kurasa kita akan aman,
apabila Pete sudah menyerahkan mutiara pada
Jensen."
"Tapi bagaimana jika Pete tidak berhasil
menemukannya kembali?" tanya Bob sangsi.
"Pasti ketemu karena Pete kan pintar," kata
Chang.
"Mudah-mudahan saja," kata Bob. Mereka
berbisik-bisik, supaya jangan terdengar oleh kedua
penjaga yang sedang terkantuk-kantuk. "Tapi
mereka mengembalikan semua barang kita yang
ada dalam kantong. Kapur tulisku, buku catatan,
pisau. Semuanya!"
"Itu berarti kita nanti akan dibebaskan," kata
Chang.
"Ya, apabila Pete berhasil menemukan mutiara
itu kembali," gumam Bob. la teringat bahwa
batu-batu yang ada dalam lorong tambang,
kelihatannya seperti sama semua. la takkan heran
apabila Pete temyata tak berhasil menemukan
tempat ia menyembunyikan mutiara itu. la tidak
tahu bahwa Pete menyembunyikannya di dalam
tengkorak seekor keledai. Itu dirahasiakan oleh
Pete.
Bob sendiri menyimpan rahasia penting. la ingin
sekali menceritakannya pada Chang. Tapi tidak
berani, karena nanti didengar kedua penjaga.
Mereka duduk di situ sambil menunggu.
Sementara itu di Verdant Valley yang letaknya
187
hanya sekitar satu mil dari situ, Jupiter serta yang
lain-lainnya sedang sibuk memeras otak, mencari
akal unuk mencari mereka. Tapi sia-sia!
Tak terpikir oleh mereka untuk mencari di
Hashknife Canyon, karena tempat itu katanya
sudah diperiksa tanpa hasil. Padahal yang
mengaku mencari di situ anak buah Jensen
semuanya. Dan kini Jensen sudah masuk ke
dalam tambang yang ada di situ, bersama Pete.
"Jika kau mencoba menipuku, pasti habis
riwayatmu!" geram Jensen, sementara cahaya
senter menerangi lorong yang sempit. "Kuda-kuda
kalian sudah kami kurung di ujung ngarai, dekat
sumber air. Kalau kau nanti tidak menyerahkan
mutiara itu padaku, kalian bertiga akan diceburkan
ke dalam sumber itu. Akan kuatur kejadian itu
sehingga kelihatannya kayak kecelakaan. Dan aku
nanti yang akan kelihatan paling sedih atas
kematian kalian."
Pete bergidik. la yakin, laki-laki kasar itu tidak
main-main. Kini hanya satu yang diingininya.
Cepat-cepat menyerahkan mutiara itu pada
Jensen, supaya ia beserta teman-temannya bisa
bebas kembali.
"Kalian ini menganggap bisa menipuku!"
Jensen mendengus dengan sikap meremehkan.
"Tapi aku langsung menyadari niat kalian, begitu
kulihat kalian menuju ke dalam ngarai. Aku tahu
kalian hendak menyelinap lewat lorong tambang.
Aku tahu semua lorong tambang yang ada di sini.
Kalau aku datang ke suatu tempat, aku selalu
188
menyelidiki segala hal yang bisa diketahui, karena
siapa tahu perlu jika aku harus cepat-cepat
melarikan diri. Aku mengenal setiap bukit dan
ngarai di daerah sini!"
Mereka sampai di bagian lorong yang langitlangitnya
sebagian sudah runtuh. Jensen sekali
lagi memperingatkan Pete agar jangan berani
menipunya. Setelah itu Pete mulai merangkak
maju.
la sudah dua kali melakukannya. Jadi kini ia bisa
maju dengan cukup cepat. Tak lama kemudian ia
sudah sampai di tempat di mana ia bisa berdiri
tegak. Setengah berlari-lari ia menyusur lorong,
mengikuti tanda-tanda tanya yang dibubuhkan
Bob di dinding:
Ia sampai di persimpangan yang menghadap
ketiga lorong yang bercabang. Pete mengambil
lorong paling kanan, menuju tempat tengkorak
keledai.
Tapi sesampai di sini, keringat dingin langsung
mengucur. Pete tegak dengan mata nanar.
Tengkorak itu sudah tidak ada lagi!
Di tempat itu nampak sebongkah batu, sebesar
tong. Di atas nampak kayu penopang langit-langit
patah, serta sebuah lubang besar menganga.
Rupanya batu besar itu jatuh, lalu menimpa
tengkorak keledai.
Padahal mutiara disimpannya dalam tengkorak
itu. Sedang mutiara merupakan benda yang
189
sangat peka, mudah hancur. Dan kini pasti sudah
menjadi debu halus, bercampur dengan serbuk
tulang tengkorak keledai, karena ditimpa batu
besar itu.
190
Bab 17
ANGKA 39
YANG MISTERIUS
Setelah sadar dari kagetnya, Pete langsung tahu
apa yang terjadi. Diingatnya lagi getaran pelan
yang dirasakannya ketika ia merangkak ke luar,
sebelum ia diringkus anak buah Jensen.
Rupanya getaran gempa bumi yang terjadi di
tempat jauh itu menyebabkan batu besar itu jatuh
dan menimpa mutiara sehingga hancur lebur!
Sekarang biarpun ia ingin melakukannya,
mutiara itu tidak bisa dikembalikan lagi pada
Jensen.
Ia masih mencoba menggeser batu besar itu ke
samping. Tapi ternyata terlalu berat. Lagi pula ia
tahu, bahwa itu tak ada gunanya. Dasar lorong
terdiri dari batu cadas. Dan apabila batu jatuh
menimpa batu, benda halus yang ada di antaranya
pasti hancur luluh.
Pete berusaha berpikir. Sesaat terlintas niat
untuk berjalan terus, menuju ke Kerongkongan
lalu berusaha minggat ke luar lewat lorong
tambang di seberang. Tapi ia tidak tahu jalan di
sana. Jangan-jangan nanti tersesat selama berharihari.
191
Tidak, dengan jalan begitu ia takkan bisa
menyelamatkan Bob dan Chang. Lama sebelum ia
bisa ke luar dan memanggil bantuan, Jensen pasti
akan sudah menyadari bahwa ia takkan kembali,
lalu mengambil tindakan keras.
Kemudian Pete teringat pada senter yang
disembunyikan setelah diisi batu-batu kecil.
Dengan harapan tipis bahwa dengannya ia bisa
menipu Jensen, Pete menyusur lorong itu kembali.
Sesampai di simpanan ditemukannya panah yang
terdiri dari batu-batu yang diletakkan secara tidak
menyolok. Panah itu menunjuk ke sebongkah batu
yang lebih besar.
Dan di belakang batu itu ditemukannya senter
kembali.
Kini Pete agak menyesal. Kenapa ia tidak
membiarkan mutiara itu di dalamnya? Tapi waktu
itu penyembunyiannya dalam tengkorak keledai
dirasakannya sebagai akal yang baik. Karena siapa
yang bisa menduga bahwa setelah itu akan terjadi
gempa?
Pete menyelipkan senter itu ke pinggang, lalu
kembali. Kini ia tidak bergegas-gegas lagi. Sambil
berjalan ia mencari akal,. bagaimana caranya
supaya Jensen bisa-tertipu.
Satu-satunya kemungkinan ialah bahwa Jensen
langsung pergi setelah menerima senter itu, tanpa
memeriksa isinya dulu. Harapan Pete satu-satunya
hanya itu saja.
Ia sampai di bagian yang rendah, lalu mulai
merangkak. Jensen menunggu di ujung bagian itu.
192
la berseru-seru memanggil, ketika melihat senter
yang dipegang Pete bergerak-gerak dalam lorong
rendah itu.
"Ayo, cepat sedikit! Jangan mengulur waktu!
Cepat keluar!"
Pete merangkak terus. Hatinya kecut. Sesampai
di ujung ia berdiri sambil mengibas-ngibaskan
kotoran yang menempel di pakaian.
"Kemarikan senter itu!" bentak Jensen. Ia tidak
sabar lagi. Ditariknya senter tua yang terselip di
pinggang Pete. Ditimang-timangnya sesaat.
Terasa berat, karena ada batu-batu di dalamnya.
Tapi hal itu tidak diketahuinya. la memasukkan
senter itu ke dalam kantong.
"Sekarang berjalan!" bentaknya. "Aku ingin
cepat-cepat pergi dari sini!"
Jensen bergegas dengan langkah-langkah
panjang, kembali ke mulut gua. Pete mengikuti
dari belakang dengan perasaan kecut.
Tapi baru saja sekitar sepuluh larigkah berjalan,
tiba-tiba Jensen berhenti lalu berpaling dengan
cepat.
"Dari mana aku tahu bahwa kau tidak berniat
menipu aku?" geramnya sambil menatap Pete
dengan mata terbelalak. "Kalian tidak bisa
kupercaya!"
Sambil berkata begitu ditariknya senter yang
terselip di kantong. Dibukanya penutup gagang,
lalu dimasukkannya jari ke dalam.
Tanpa sempat berpikir lagi, Pete langsung
bertindak. Ia lari, berusaha melewati Jensen. Tapi
193
laki-laki bertubuh kekar itu mengulurkan kaki,
sehingga Pete tersandung dan jatuh terjerembab.
Sesaat ia terkapar. Matanya berkunang-kunang.
Kemudian berdiri lambat-lambat.
Sementara itu Jensen sudah melihat bahwa
senter hanya berisi batu-batu belaka. Marahnya
bukan main, sampai sesaat ia tidak mampu bicara.
Ia menyergah Pete, lalu menghunus pisaunya.
Mampak mata pisau yang tajam berkilat-kilat kena
sinar senter.
Jensen menarik Pete pada kerahnya. Pisau
disodorkan ke punggung remaja itu.
"Sekarang jalan!" sergah Jensen. Dan Pete
berjalan, di dorong-dorong dengan ujung pisau.
"Kau tahu apa arti perbuatanmu ini!" bentak
Jensen, ketika marahnya sudah agak menyusut
sehingga ia bisa bicara secara normat lagi. "Mr.
Won sudah mengijinkan aku mengambil tindakan,
apabila kalian mencoba main gila dengan aku.
Beberapa jam lagi matahari akan terbit tapi tak
seorang dari kalian masih akan bisa melihatnya!"
,;Pete tidak berusaha menjeiaskan kejadian
sebenarnya, karena Jensen pasti tidak mau ambil
pusing. Senter yang dipegangnya samar-samar
menerangi sosok tubuh Bob dan Chang yang
meringkuk dekat dinding. Kelihatannya seperti
sedang tidur.
Di samping mereka nampak tubuh kedua
penjaga.
"Ayo berdiri!" bentak Jensen. "Kita harus
bertindak cepat! Para pengacau ini harus kita
194
habisi, lalu setelah itu kita harus lari sementara
masih sempat!"
Kedua laki-laki itu bangun lambat-lambat. Tapi
tahu-tahu mereka sudah menggenggam pistol.
Tubuh Jensen dan juga Pete disoroti cahaya senter
yang jumlahnya sekitar setengah lusin. Di belakang
mereka terdengar suara Sheriff Bixby.
"Jangan bergerak, Jensen!" bentak petugas
hukum itu. "Kau sudah dijaga dari segala arah!"
Tapi Jensen tidak cepat menyerah. Secepat kilat
disambarnya Pete dan diputarnya. Diseretnya
remaja itu ke arah mulut gua.
Tindakannya begitu mengejut, sehingga tak ada
yang sempat mencegah. Tidak ada yang berani
menembak, karena takut kalau Pete yang kena.
Di luar Jensen melepaskan Pete lalu cepat-cepat
lari. Dilewatinya dua orang yang menjaga di situ.
Kedua orang itu cuma melongo saja, karena tidak
menduga hal itu akan terjadi. Dan Jensen sudah
menghilang dalam gelap, sebelum ada yang
sempat menembak asal jadi saja.
"Jangan khawatir, nanti kalau sudah terang pasti
tertangkap," kata Sheriff Bixby. "Wah, lega hatiku
sekarang karena ketiga bocah ini ternyata
selamat!"
Pete, Bob dan juga Chang menyambut Jupiter
Jones dengan meriah. la muncul dari dalam gua
bersama anak buah Sheriff Bixby. Kemudian Pete
baru ingat untuk menanyakan, bagaimana mereka
tahu-tahu sudah ada di situ. Pertanyaan itu dijawab
195
oleh Mr. Andrews, ayah Bob, yang merangkul
anaknya dengan bangga.
"Jupiter berhasil menyibakkan misteri hantu,"
kata Mr. Andrews. "Dan sesudah kami menemukan
tanda yang dibuat oleh Bob dalam tahang
anggur, Jupiter kemudian melihat carik kertas
dengan berita dari Bob, yang menyuruh kami
mencari dalam tambang. Kami tidak tahu
tambang mana yang dimaksudkan. Tapi kemudian
Miss Green teringat bahwa Chang pernah
menyelidiki lorong-lorong tambang tua ini bersama
seorang pencari emas yang sudah tua,
bernama Dan Duncan. Orang itu kini sedang sakit,
di panti perawatan orang jompo di San Francisco.
Miss Green meneleponnya. Dan mengatakan, jika
kalian tidak bisa ditemukan di mana-mana,
cobalah cari dalam tambang di Hashknife Canyon.
Dalam ngarai itu ada gua, tempat masuk ke dalam
tambang. Begitu katanya.
"Dan Duncan merasa yakin bahwa Chang pasti
ke situ, apabila tidak ada di tempat lain. Sheriff
Bixby lantas mengerahkan anak buahnya, dan
kami beramai-ramai masuk ke dalam ngarai. Kami
berkelahi dengan orang-orang yang menjaga Bob
dan Chang. Untung saat itu Jensen sedang berada
dalam tambang, sehingga tidak mendengar
keributan yang terjadi di sini. Setelah kedua
penjaga kami ringkus, kami lantas memasang
perangkap untuk Jensen."
Kemudian Mr. Andrews berpaling pada Bob.
196
Tapi masih ada satu pertanyaan yang ingin
kami ajukan padamu, Mak," katanya. "Bahkan
Jupiter pun tidak berhasil menemukan jawabannya."
"Apa itu, Yah?" tanya Bob.
Mr. Andrews menatap Jupiter, lalu mengangguk.
Jupiter membuka lembaran kertas yang ditemukannya
di gurun.
"Bob," katanya setelah membaca tulisan yang
ada di kertas itu, "beritamu kami pahami. Cuma
angka tiga puluh sembilan membingungkan!
Kurasa aku seharusnya mengerti, tapi yah, apa
makna angka itu?"
Bob meringis. Diambilnya buku catatannya dari
dalam kantong, lalu dibukanya. Temyata yang
tinggal cuma sampulnya saja. Halamannya sudah
tidak ada lagi.
"Tadi sewaktu diangkut ke sini, kami bertiga
ditaruh di belakang mobil, ditutup dengan
selimut," katanya. "Pete dan Chang saat itu puias
karena dihipnotis. Tapi aku cuma pura-pura saja.
"Ketika menurut perasaanku kami sudah dekat
ke Verdant Velley, aku lantas menulis dengan pinsil
pada halaman-halaman buku catatanku. Aku
terpaksa melakukannya dalam gelap. Karena itu
tidak banyak yang kutulis.
"Setiap kali aku selesai menuliskan pesan pada
satu halaman, langsung kusobek lalu kuselipkan
lewat celah pada pintu belakang mobil stasion
yang mengangkut kami, sehingga terbang ke luar.
Waktu itu aku berharap-harap akan ada orang
197
menemukannya, sehingga tahu bahwa kami ada di
sini. Setiap halaman yang selesai kutulisi, kuberi
bernomor. Maksudku supaya apabila ada yang
menemukan lebih dari satu lembar, ia akan tahu ke
arah mana jejak kami harus diikuti. Pesan yang ada
di tanganmu itu bernomor tiga puluh sembilan.
Rupanya yang selebihnya diterbangkan angin."
Mr. Andrews tertawa, diikuti orang-orang yang
lain. Setelah mengalami ketegangan selama
beberapa menit terakhir, angka tiga puluh
sembilan yang kelihatannya misterius dan jawabannya
yang temyata sepele itu dirasakan lucu
sekali.
Akhirnya Jupiter ikut tersenyum. Ia memaksakan
diri untuk tersenyum. Soalnya, ia berpikir
bahwa jika ia sebelumnya sudah menyadari bahwa
angka itu sebetulnya nomor yang dibubuhkan
pada setiap kertas pesan, maka mereka akan
mencari-cari lagi dengan cermat sampai ditemukan
kertas-kertas selebihnya. Dengan begitu
mereka tentu akan menemukan jejak yang
ditinggalkan oleh Bob. Jupiter merasa bahwa
seharusnya ia tahu bahwa Bob pasti bertindak
dengan pertimbangan tertentu. Bukankah Bob
yang bertugas mengelola data dan tugas riset
untuk Trio Detektif? Jupiter merasa bahwa sekali
itu ia tidak memakai otaknya dengan ,cara yang
sepadan selaku detektif.
Tapi untunglah dengan selembar berita saja
persoalan ternyata bisa diselesaikan dengan baik!
198
Bab 18
JUPITER MEMANGGIL
HANTU
Ternyata keesokan paginya Jensen tidak tertangkap.
Ada dua kemungkinan, yaitu mungkin ia
berhasil melarikan diri atau ia mengalami
kecelakaan di saiah satu ngarai terpencil. Pokoknya,
sejak itu ia tidak pernah kelihatan lagi. Sedang
Harold Carlson diusir oleh Miss Lydia Green dan
dilarang kembali. Wanita tua itu tidak sampai hati
mengajukan kerabatnya sendiri pada polisi.
Mr. Andrews bergegas kembali ke Los Angeles.
Anaknya sudah selamat, dan kini ia hendak
cepat-cepat menulis berita untuk surat kabarnya.
Dalam berita itu dipaparkannya bahwa hantu hijau
itu sebenarnya penipuan belaka. Ia mengemukakan
berbagai perincian tentang peristiwa yang
terjadi, termasuk pencurian mutiara dan kemusnahannya
kemudian tertimpa batu dalam tambang.
Tapi peranan Trio Detektif dalam kasus itu
sengaja tidak ditonjolkannya, karena ia tidak ingin
mereka terlalu banyak mendapat publisitas. Dan
Mr. Won sama sekali tidak disinggung-singgung
olehnya, karena ia sama sekali tidak berhasil
menemukan keterangan apa pun mengenai
199
laki-laki tua itu. Rupanya Mr. Won tidak berbohong,
ketika mengatakan bahwa dirinya merupakan
misteri!
Titus Jones menelepon Jupiter untuk mengabarkan
bahwa perusahaannya bisa ditutup untuk
satu dua hari, untuk memberi kesempatan baginya
beserta Bob dan Pete bersenang-senang bersama
Chang Green.
Karena teka-teki hantu sudah tersingkap, para
pekerja kembali ke perkebunan anggur, sehingga
panen tahun ini berhasil diselamatkart Trio
Detektif bisa bersenang-senang dengan Chang,
berkenalan di Verdant Valley. Tapi Bob terpaksa
beristirahat sebentar, karena kakinya yang bekas
cedera terasa pegal. la memanfaatkan waktu itu
untuk menyusun laporan.
Jupiter ingin sekali melihat lorong-lorong
tambang. Ketika melihat Kerongkongan serta
bagian yang langit-langitnya runtuh sebagian, ia
mengucap syukur bahwa ia waktu itu tidak ikut.
Karena tubuhnya yang montok, ada kemungkinan
ia akan tersangkut di situ untuk selama-lamanya!
Akhirnya Trio Detektif kembali lagi ke Rocky
Beach. Begitu mereka tiba, Chief Reynolds
menyempatkan diri untuk mendatangi mereka
serta mengucapkan penghargaan karena telah
berhasil membongkar penipuan Hantu Hijau.
"Tak bisa kukatakan betapa lega hatiku ketika
tahu bahwa hantu memang tidak ada," katanya
mengaku. "Kapan saja kalian memerlukan bantuanku,
katakan saja! Untuk menunjukkan bahwa
200
aku mengatakan ini dengan sepenuh hati, ini ada
sesuatu yang mungkin akan ada gunanya."
la menyerahkan kartu kecil berwarna hijau pada
ketiga remaja itu. Di situ tertulis,
Surat Keterangan
Pemegang kartu ini Pembantu Sukarela Polisi
Rocky Beach. Harap berikan bantuan padanya
apabila diperlukan.
(Tertanda) Samuel Reynolds,
Kepala Polisi
"Wah!" kata Bob dan Pete kagum. Tampang
Jupiter menjadi merah karena senang.
"Siapa tahu, kapan-kapan ada gunanya," kata
Chief Reynolds. "Pokoknya, dengan itu bawahanku
akan tahu bahwa kalian bukan anak-anak yang
hanya ingin tahu saja, apabila kalian mereka
jumpai sedang melakukan sesuatu yang kelihatannya
mencurigakan."
Kemudian ia pergi, setelah ketiga remaja itu
mengucapkan terima kasih. Keesokan harinya,
setelah Bob selesai menyusun catatan, mereka
mendatangi Alfred Hitchcock. Sutradara kenamaan
itu sangat tertarik pada kegiatan mereka, sejak
ia menyetujui untuk memperkenalkan hasil-hasil
penyelidikan yang dilakukan. Tentu saja, apabila
ditangani dengan baik!
Dalam ruang kantornya yang luas, mereka
menunggu dengan hati berdebar-debar, sementara
sutradara film dan televisi itu membaca
201
catatan tentang kasus Hantu Hijau. Kelihatan ia
beberapa kali mengangguk, dan sekali-sekali
tertawa geli.
Akhirnya ia selesai membaca.
"Bagus," katanya memuji. "Hebat petualangan
kalian!"
"Betul, Sir," kata Pete menyetujui.
"Garis besar kejadian itu rasanya cukup jelas,"
sambung Mr. Hitchcock. "Harold Carlson ingin
memiliki kebun dan perusahaan anggur. Karena
itu ia meminjam uang dari teman-temannya,
dengan maksud mengusahakan agar uang itu
kemudian tidak bisa dikembalikan oleh Lydia
Green. Jensen membantunya dalam maksud jahat
itu. Kemudian Mr. Won membeli surat-surat
hipotek dari teman-teman Carlson, setelah ia
mendengar kabar bahwa Mutiara Hantu ada dalam
rumah tua di Rocky Beach. Lalu ia menekan
Carlson agar mengambilkan mutiara itu untuknya."
Mr. Hitchcock mencondongkan tubuhnya ke
depan, sementara jarinya mengetuk-ngetuk kertas
laporan.
"Tapi bagaimana kelanjutannya dengan Mr.
Won?" katanya. "Tokoh itu menarik perhatjankiiw.
Berumur seratus tujuh tahun, mirium larutan
mutiara untuk memperpanjang umur, dan hidup
dengan gaya kuno! Sejak itu kalian tidak
mendengar apa-apa lagi tentang dia?"
Ketiga remaja itu mengiakannya. Bob memaparkan
pada Mr. Hitchcock, bahwa beberapa
202
hari setelah laporan ayahnya dimuat dalam surat
kabar, dua orang Cina datang ke Verdant Valley.
Mereka mengatakan diutus oleh Mr. Won, untuk
meminta ijin berusaha mencari sisa-sisa mutiara
yang sudah remuk dibawah batu yang jatuh.
Tubuh kedua orang itu kecil-kecil, jadi mereka
berharap akan bisa menyusup masuk lewat lorong
yang langit-langitnya runtuh sebagian. Sebagai
imbalan untuk ijin itu, Mr. Won akan memberi
kesempatan yang cukup lama bagi Miss Green
untuk menebus hipotek atas kebun dan perusahaan
anggumya.
Miss Green menerima usul itu. Kedua laki-laki
bertubuh kecil itu lantas masuk ke dalam tambang
dengan berbekal linggis. Kemudian mereka
muncul lagi, dengan kantong kecil dari kulit berisi
semacam debu. Tidak ada yang tahu, apakah debu
itu berasal dari mutiara atau biikan. Pokoknya,
mereka pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Mr. Hitchcock mengerucutkan bibir.
"Kurasa debu itu khasiatnya sama dengan
hancuran mutiara," katanya. "Hah, gagasan
menarik minum larutan Mutiara Hantu untuk
memperpanjang umur. Mungkin itu cuma takhyul
belaka. Tapi siapa tahu "
Kini ditatapnya Jupiter Jones.
"Jones," katanya, "walau dalam sebagian besar
dari petualangan ini kau tidak ikut hadir, tapi
kelihatannya kaulah yang berhasil membongkar
teka-teki itu. Tapi ada dua pertanyaan yang masih
ingin kuajukan."
203
"Ya, Sir?" kata Jupiter dengan sikap menunggu.
"Dalam kertas laporan ini " Mr. Hitchcock
mengetuk-ngetuk catatan yang disusun oleh Bob
Andrews, "aku membaca catatan tentang seekor
anjing kecil. Anjing itu digendong tuannya masuk
ke dalam Green Mansion, pada malam hantu hijau
itu muncul. Kelihatannya anjing kecil itu membantu
pemecahan misteri ini. Sekarang aku ingin tahu
dengan cara bagaimana? Apa yang dilakukan
anjing itu, yang memberi petunjuk padamu?"
"Begini, Mr. Hitchcock," kata Jupiter memulai
penjelasannya. "Ketika saya berpikir tentang anjing
itu, saya lantas teringat pada anjing dalam satu
kisah tentang detektif Sherlock Holmes. Mungkin
Anda ingat, di situ Holmes meminta pada Dr.
Watson agar mengingat kembali kejadian aneh
dengan anjing itu, yang terjadi malam hari."
"Ya, tentu saja!" Mr. Hitchcock mengangguk,
tanda mengerti. "Lalu Dr. Watson menjawab,
anjing itu tidak berbuat apa-apa pada malam hari.
Mah, itulah anehnya, kata Sherlock Holmes."
"Betul, Sir," kata Jupiter.
Mr. Hitchcock membalik-balik halaman laporan
yang terletak di depannya. Sesampai di suatu
bagian tertentu, ia berhenti. Dibacanya kembali
bagian itu.
"Ini dia keterangannya!" katanya. "Anjing yang
digendong laki-laki itu tidak berbuat apa-apa.
Cuma melolong sebentar, mungkin karena tidak
mau digendong. Jones, kau hebat karena
berhasil mengenali petunjuk kecil itu."
204
Pete dan Bob hanya melongo saja. Apakah yang
bisa diketahui dari seekor anjing yang tidak berbuat
apa-apa?
"Saya tidak mengerti," kata Pete. "Jadi anjing itu
tidak berbuat apa-apa. Lalu?"
"Begini soalnya," kata Alfred Hitchcock menjelaskan.
"Anjing dan kucing pada umumnya
dikenal sebagai binatang yang sangat peka. Kalau
ada sesuatu yang tidak wajar, mereka cepat sekali
takut. Kucing biasanya lantas menyemburnyembur,
sedang anjing melolong lalu minggat.
Tapi malam itu anjing kecil itu tidak berbuat
apa-apa. Soalnya, tidak ada sesuatu yang menakutkannya.
Kesimpulannya, yang kalian lihat waktu
itu bukan benar-benar hantu, karena anjing itu
sama sekali tidak takut."
"Astaga! Betul juga," kata Pete. "Dan kami sama
sekali tidak menyadarinya."
"Sudahlah kalian semua telah bekerja
dengan sangat baik," kata Mr. Hitchcock menghibur.
Kau menunjukkan ketabahan dan tekat besar,
Pete. Dan kau, Bob, kau menunjukkan akal
sehatmu ketika meninggalkan petunjuk yang bisa
ditemukan temanmu, Jupiter."
Kening Alfred Hitchcock berkerut sedikit
"Sekarang aku ingat lagi," katanya. "Waktu itu
kalian bertiga dihipnotis oleh Mr. Won, sehingga
pulas. Tapi kau, Bob, dalam perjalanan dengan
mobil dari San Francisco ke Hashknife Canyon,
kau sibuk menulis berita minta tolong, yang
kemudian kaujatuhkan ke jalan lewat celah pintu
205
belakang. Kalau kedua temanmu tertidur karena
dihipnotis, kenapa kau tidak?"
"Saya berhasil menipu Mr. Won," kata Bob
sambil nyengir. "Ketika saya melihat Chang dan
kemudian Pete tidur terkulai, saya lantas menyadari
bahwa hal itu sebentar lagi akan terjadi pada
diri saya juga. Karena itu begitu Mr. Won menatap
mata saya, saya iangsung melemaskan tubuh.
Seolah-olah sudah tertidur! Padahal tidak. Saya
masih bangun. Dengan cara begitulah saya bisa
menuliskan pesan-pesan itu. Tapi sebagian besar
diterbangkan angin. Untung selembar tersangkut
ke semak, sehingga bisa ditemukan oleh Jupiter.
Nasib saya sedang mujur saat itu."
"Nasib mujur hanya ada gunanya, apabila
dibarengi kemampuan," kata Mr. Hitchcock.
"Kurasa kalian bertiga dalam kasus ini sudah
menunjukkan kemampuan besar."
"Terima kasih, Sir," kata Jupiter. Kemudian ia
bangkit bersama kedua temannya, hendak minta
diri. Mereka sudah melangkah ke luar, ketika Mr.
Hitchcock memanggil lagi.
"Tunggu sebentar!" katanya. "Aku sampai
melupakan pertanyaan yang paling penting!"
Ketiga remaja itu menoleh dengan heran.
"Kalau tidak ada hantu, lalu apa yang kalian lihat
waktu itu?" tanya Alfred Hitchcock. "Apa yang
nampak mengambang menaiki tangga, lalu
kemudian menghilang seperti masuk ke dalam
dinding? Jangan katakan bahwa itu seseorang
yang berselubung taplak meja yang dicat berwama
206
hijau, yang bisa menyala dalam gelap. Itu tidak
mungkin!"
"Memang bukan itu, Sir," kata Jupiter. "Siasat itu
lebih hebat iagi. Saya sama sekali tidak bisa
menebaknya, sampai saya menyadari bahwa
anjing kecil itu tidak mengendus bau apa pun juga.
Jadi memang di situ tidak ada apa-apa. Bolehkah
saya menggelapkan ruangan ini sebentar?"
Sutradara itu mengangguk. Jupiter menutup
semua jendela dan menarik gorden tebal yang ada
di depannya. Ruangan itu kini remang-remang
gelap.
"Perhatikan ke dinding sana," katanya.
Mr. Hitchcock memandang ke arah yang
dimaksudkan. Tiba-tiba nampak cahaya hijau di
dinding putih. Kelihatannya seperti Jupiter Jones,
tapi samar-samar. Bayangan bercahaya itu memakai
taplak putih, yang dijadikan jubah. la bergerak
dengan lambat-lambat menghampiri pintu lemari.
Kemudian menghilang, seperti meresap masuk
lewat pintu.
"Menakjubkan," kata Mr. Hitchcock, sementara
Pete dan Bob membuka gorden kembali. "Tadi itu
bisa dikira hantu, apabila suasananya cocok."
Jupiter menyodorkan suatu benda padanya.
Kelihatannya seperti senter, tapi ukurannya lebih
besar. Benda itu diperlengkapi dengan pemantul
cahaya lensa khusus.
"Itu sebetulnya proyektor kecil," kata Jupiter.
"Dengannya bisa diproyeksikan gambar slide. Jika
ada slide berupa gambar sesosok tubuh mirip
207
hantu yang kabur, dengan latar belakang hitam
nah, apabila slide itu diproyeksikan ke dinding
sebuah rumah yang katanya ada hantunya, maka
akan diperoleh bayangan hantu yang meyakinkan."
"Dan jalur sinar bisa diatur geraknya, sehingga
menimbulkan bayangan sesosok tubuh yang
mengambang menaiki tangga," kata Mr. Hitchcock.
"Cerdik sekali akal itu! Kurasa akal itu berasal
dari Mr. Won?"
"BetuI, Sir," kata Jupiter. "Ketika Mr. Carlson
dengan jalan menyamar berhasil mengajak
orang-orang datang ke Green Mansion untuk
melihat hantu, proyektor itu dibawa olehnya.
Kelihatannya seperti senter biasa. Sedang orangorang
lainnya membawa senter sungguhan. Jadi
mereka tidak sadar bahwa senter yang dibawa oleh
Carlson sama sekali tidak bercahaya seperti biasa.
la memakai senter palsunya untuk memancarkan
bayangan hantu ke dinding atau pintu. Dengan
jalan menekan sebuah tombol kecil, bayangan itu
bisa dibuatnya menghilang. Jadi kelihatannya
seperti lenyap, menembus dinding.
"Lalu di Verdant Valley, ketika ia mengantarkan
Miss Green ke kamar tidurnya, Carlson berdiri di
depan pintu sementara bibinya masuk seorang diri
ke dalam kamar yang gelap. Di belakang
punggung bibinya. Carlson lantas memancarkan
bayangan hantu hijau ke dalam ruangan. Ketika
Miss Green menjerit sambil menyalakan lampu,
208
209
Carlson buru-buru mengantongi proyektor, bergegas
masuk untuk menyambut bibinya yang jatuh
pingsan.
"Hantu itu sangat meyakinkan wujudnya. Saya
sampai bingung! Tapi kemudian saya sadari
bahwa harus ada seseorang yang berteriak di
Green Mansion, begitu pula bahwa anjing kecil itu
sama sekali tidak takut. Dan ketika Miss Green
melihat hantu hijau itu, ia sendiri di atas bersama
Carlson. Jadi pasti Carlson yang menyebabkan
hantu itu."
Jupiter mengantongi proyektornya kembali.
"Benda ini akan kami simpan sebagai kenangkenangan,"
katanya sambil pergi. Sedang Alfred
Hitchcock berdiri sambil memperhatikan. la
tersenyum.
T A M A T
Dapatkan koleksi ebook-ebook lain yang tak kalah menariknya
di EBOOK CENTER http://jowo.jw.lt